Setelah media massa ramai-ramai membicarakan Muhammad Nazaruddin, Partai Demokrat tempat Nazaruddin bercokol menjadi panik. Tidak mengherankan mengingat isu dibicarakan tidak tanggung-tanggung, dari pembangunan wisma atlet, pembangunan Gedung DPR yang menuai kontroversi, dan proyek-proyek besar lainnya bakal dikerjakan oleh perusahaan milik Nazaruddin, yang kebetulan Bendahara Umum Partai Demokrat. Sementara, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga tercatat memiliki saham di salah satu perusahaan yang digawangi Nazaruddin.
Nama Nazaruddin menjadi lebih menggema manakala Mahfud MD yang juga Ketua MK menemui SBY, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, dan melaporkan pelanggaran etis Nazaruddin yang mencoba menyuap Janedri, Sekjen MK. Perseteruan dengan Mahfud MD ini menjadi menyala ketika Rohut Sitompul menyulutnya dengan pernyataan yang cenderung merendahkan kapasitas Mahfud MD. Buntutnya, Ketua MK itu langsung mendatangi KPK melaporkan kasus penyuapan. Tidak berhenti di situ, Mahfud juga meminta polisi menindaklanjuti laporannya terkait dengan dugaan Andi Nurpati yang memalsukan Keputusan MK. Andi Nurpati sendiri sebelumnya adalah Anggota KPU yang kemudian hijrah menjadi kader Partai Demokrat.
Ramainya kasus tersebut tak pelak membuat PD panik, terlebih setelah beredar SMS gelap yang menyudutkan PD dan SBY sehingga para petinggi partai sempat dua kali dikumpulkan di Cikeas. Urutan peristiwa di atas bisa diibaratkan bagai tsunami yang tanpa komando menyeruak membanjiri ranah publik. Media massa sebagai kanal informasi menjadi kontributor utama bagi setiap perkembangan dan konstelasi politik. Akibat yang sudah terasa adalah merosotnya kepercayaan publik kepada Partai Demokrat.
Seolah ingin memperbaiki keadaan, Wakil Sekjen PD Ramadhan Pohan memancing perhatian publik dengan melempar tokoh fiktif berinisial Mr. A yang dituduh sengaja ingin merusak citra Partai Demokrat. Konstelasi yang semula meredup akhirnya membuat gerah para politisi di luar PD. Cara yang dilakukan oleh Pohan ini dianggap sebagai pengalihan isu. Dalam ilmu komunikasi disebut red-herring, yaitu pengalihan perhatian/isu ketika dalam posisi terpojok. Begitu vulgarnya pengalihan isu tersebut, apalagi tidak didukung dengan data informasi yang secara argumentatif kuat, akhirnya justru menjadi bumerang yang semakin merusak citra PD.
Tidak dapat dihindari pula bahwa akibat red-herring ini maka PD semakin menjadi bulan-bulanan oleh elit parta lain, termasuk elit politik PD sendiri.
Bambang Soesatyo, Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar, menyatakan bahwa politisi Partai Demokrat masih hijaudalam politik. “Itu namanya pengalihan isu dan mencoba menciptakan kambing hitam dan menebar fitnah terhadap politisi yang kebetulan berinisial A. Kita memahami mereka lagi panik. Tapi kalau sudah menuding, itu sudah tidak sehat. Bahkan ada kader PD menyebut tokoh itu bermodal besar. Apa urusannya? Jelas tampak mereka masih hijau dalam berpolitik”.
Senada dengan Bambang Soesatyo, politisi senior PDI Perjuangan sekaligus Wakil Ketua DPR-RI Pramono Anung juga menilai bahwa Mr. A hanyalah bagian dariTeori Konspirasi. “Saya rasa Mr A itu hanya bagian dari teori konspirasi saja. Saya yakin sekali politisi A yang dimaksud nggak pernah ada. Ya saya pikir ini hanya ungkapan yang pasti sampai kapan pun tidak akan disebutkan siapa politisi A yang sebenarnya. Ini hanya kontroversi politik saja. Saya lihat di internal mereka saja sebenarnya tidak paham siapa itu Mr A, jadi jelas itu hanya konspirasi teori saja”.
Bahkan dari internal Partai Demokrat sendiri juga melempar pernyataan yang senada. Max Sopacua, salah satu Wakil Ketua Umum Partai Demokrat menilai apa yang disampaikan Ramadhan Pohan mengenai Mr. A itu tidak produktif dan justru akan memperburuk citra partai. Dia menegaskan, politisi berinisial Mr. A tidak ada hubungannya dengan Partai Demokrat. Max justru meminta elit PD tidak terpancing dengan isu tersebut dan tak lagi asal bicara soal politisi berinisial A. “Di parpol ada ratusan politisi berinisial A. Jangan diangkat jadi masalah baru. Ini opini pribadi bukan Partai Demokrat. Ini tidak bagus bagi kita (PD) dan harus dihentikan” tegasnya.
Penggunaan jurus red-herring dalam pembentukan opini publik maupun mengemas arah isu dalam komunikasi politik atau kegiatan lain adalah sah-sah saja. Secara konseptual red-herring hanya dibatasi oleh motif komunikasi. Artinya, red-herring akan dinyatakan berhasil kalau publik akhirnya benar-benar melupakan isu awal (misalnya kasus Century) dan mulai ramai membicarakan isu baru yang sengaja dihembuskan. Biasanya, orang-orang yang pernah berkecimpung di media massa akan dengan mudah menciptakan atau mendeteksi apakah isu baru merupakan pengalihan ataupun rangkaian kebenaran.
Ramadhan Pohan merupakan politisi yang pernah berkecimpung di media massa, demikian juga Bambang Soesatyo dan Max Sopacua. Tidak mengherankan jika tunggal guru, tunggal ilmu itu mampu saling mematahkan. Alhasil, bukan meraih produktifitas, melainkan kontra-produktif yang meriah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H