Mohon tunggu...
Khudori Husnan
Khudori Husnan Mohon Tunggu... Freelancer - peminat kajian-kajian budaya populer (https://saweria.co/keranitv)

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mewaspadai Golput Abal-abal

3 Juli 2014   19:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:38 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak hal menarik di balik hiruk-pikuk kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden kali ini yang luput dari amatan para pemerhati politik. Di antara  yang paling menyolok adalah munculnya orang-orang dengan sikap politik abu-abu, tak jelas dan cenderung cari aman.

Ciri  utama orang-orang  dengan sikap politik mendua serupa wajah Janus tersebut ialah mereka dari awal sudah mendaku diri sebagai golongan putih (Golput) yang tak akan memilih salah satu calon presiden dan calon wakil presiden pada perhelatan Pilpres 9 Juli nanti. Tapi pada praktinya mereka menunjukan sikap kebalikannya alias tak netral.

Tak ada yang salah dengan Golput.  Di alam demokrasi ini Golput adalah juga hak politik seseorang tatkala menurut barometer pemikiran kaum Golput   visi dan misi Capres yang ada tak satupun  mampu meyakinkan mereka untuk berketetapan hati memilih salah satu dari pasangan Capres dan Cawapres.

Angka Golput yang cukup tinggi adalah ancaman serius  bagi tata pemerintahan yang dihasilkan proses demokratisasi walhasil para penyelenggara pemilu berikhtiar sedemikian rupa untuk menarik minat pemilih untuk tak lagi Golput dan mulai  memberikan suaranya pada perhelatan pemilihan umum.

Ya, jika angka Golput membesar siapapun presiden   terpilih dia sekurang-kurangnya tidak mendapatkan simpati dan dukungan dari orang-orang Golput. Di sinilah Golput mendapatkan tempat istimewa. Golput menjadi ancaman yang potensial mendelegitimasi presiden terpilih.

Menjelang pemilihan Capres dan Cawapres 9 Juli nanti sudah banyak pihak yang bakal menjadikan Golput sebagai pilihan politik. Di antara mereka ada yang berhasil membangun argumentasi politiknya secara meyakinkah ihwal keputusannya untuk Golput.

Dalam berargumentasi orang-orang Golput mampu secara berimbang dan mengesankan menunjukan kelebihan dan kelemahan masing-masing Capres dan Cawapres yang berlaga. Dari segi ini Golput jelas bukan pilihan asal-asalan, tapi mengandaikan adanya alasan-alasan politik yang rasional dan bertanggungjawab. Jikapun seorang Golput tak memiliki kemampuan bernalar secara rasional dan bertanggungjawab maka diam adalah pilihan yang masuk akal.

Golput adalah pilihan bagi pihak-pihak yang berketetapan memilih jalan sunyai dalam politik.Bagaimana tidak, ia memutuskan untuk tak memilih di saat ratusan jutan orang lain justru antusias memilih.

Tapi, ada yang aneh pada fenomen Golput pada Pilpres kali ini. Sebuah keanehan yang lebih mirip kekoyolan politik.

Ada pihak-pihak yang sudah dari awal menyebut diri Golput tapi pada kenyataanya tindakan, ucapan, dan tulisan-tulisannya terutama yang berseliweran di jejaring sosial,justru menunjukan kebencian dan ketidaksukaan pada pasangan Capres dan Cawapres tertentu.

Walhasil, Golput semacam ini secara sadar mengarahkan orang lain untuk memilih Capres dan Cawapres yang secara "diam-diam" didukung Golput-golputan ini.

Golput abal-abal  secara sadar mendiskredikatan satu pasangan Capres Cawapres dan pada saat bersamaan memuja pasangan Capres Cawapres lain.

Golput gadungan ini tak sedikit jumlahnya. Golput sejenis ini adalah contoh terbaik dari parasit politik yang mengancam kedewasaan demokrasi. Bagaimana tidak. Jika Pasangan Capres dan Cawapres yang "diam-diam" ia dukung menang ia akan ikut larut dalam sorak sorai kemenangan sebaliknya jika Capres dan Cawapres yang secara rahasia ia dukung ternyata kalah ia akan so cool meski ada sedikit kekecewaan, lantaran  toh dirinya adalah Golput.

Di sini Golput terciderai makna luhurnya menjadi sekadar hipokrisi dan kepengecutan.

Salam 2 jari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun