Mohon tunggu...
Dr Abidinsyah Siregar
Dr Abidinsyah Siregar Mohon Tunggu... Dokter - Ahli Utama

Saat ini menjadi Ahli Utama pada BKKBN dengan status dpk Kemenkes RI Pangkat Pembina Utama IV/E. Terakhir menjabat Deputi BKKBN (2013-2017), Komisioner KPHI (2013-2019), Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisonal Alternatif dan Komplementer Kemenkes (2011-2013), Sekretaris Itjen Depkes (2010-2011), Kepala Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI (2008-2010)< Sekretaris Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) (2005-2008), Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara di Medan (2002-2005). Mengawali karis sebagai Dokter Puskesmas di Kabupaten Dairi (1984). Alumnus FK USU ke 1771 Tahun 1984.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Ibu dan Memastikan Masa Depan Indonesia

28 Desember 2022   07:07 Diperbarui: 28 Desember 2022   07:12 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Andai pesan Gerakan kaum Ibu/Perempuan berlanjut dan konsisten selama 94 tahun, akan berbeda wajah kemanusiaan dan kualitas kesehatan Indonesia.

PESAN IBU NEGARA

Ibu Negara Iriana Jokowi dalam pidato Nasional yang disiarkan luas di berbagai media dan media social, yang tampil anggun, matang dan sederhana, bertutur lembut tentang masalah besar yang sedang kita hadapi, yang sedang dihadapi perempuan dan ibu Indonesia, antara lain kasus stunting dan angka kematian ibu yang tinggi.

Dua dari sejumlah masalah Kesehatan dan Sosial yang berkaitan kuat dengan kaum perempuan dan ibu, sesungguhnya bentuk akibat macetnya pesan para tokoh Ibu yang sudah digaungkan 94 tahun.

Boleh jadi tingginya angka Stunting (anak gagal tumbuh dan gagal cerdas) dan tingginya angka kematian Ibu melahirkan (karena kurang perawatan semasa kehamilan) merupakan akibat tidak diperhatikan pesan-pesan ibu pejuang terdahulu.

Stunting adalah kondisi mengerikan. Anak yang dilahirkan gagal tumbuh, gagal fikir dan akhirnya menjadi gagal kerja dan menjadi beban sepanjang masa bagi keluarga dan masyarakat.

Para ahli mengatakan anak yang sudah Stunted menjadi Lost Generation atau generasi yang hilang. Ia dianggap hilang sekalipun secara fisik ia ada.

Keadaan stunting yang terjadi karena malnutrisi kronis (berlangsung lama) tidak hanya dialami keluarga miskin, namun juga keluarga mampu atau kaya.

Menurut Riskesdas Kemenkes tahun 2018, 1 dari 4 balita Indonesia terancam Stunting (lebih 24%), artinya ada lebih 6 juta anak balita dalam status risiko Stunting. Kondisi ini menempatkan Indonesia menjadi negara kedua tertinggi kasus Stunting diantara negara anggota ASEAN dan ke-5 di Dunia.  WHO menargetkan angka Stunting tidak boleh lebih dari 20%.

Sementara itu World Bank menginformasi 54% angkatan kerja saat ini adalah penyintas Stunting, ini kondisi yang serius bagi Pemerintah berdampak pada kinerja Pemerintah. Karenanya Presiden memberi perhatian khusus agar prevalensi harus ditekan hingga 14% pada tahun 2024 dan menugaskan Kepala BKKBN menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.

Akar masalahnya bukan hanya kurang asupan gizi semata, juga karena kurangnya informasi sehingga karena ketidak-tahuan dan mungkin ketidak-pedulian sang ibu akibatnya jabang bayi mengalami risiko menjadi stunting. Jika keadaan ini berlanjut hingga usia balita (dibawah 5 tahun), keadaan semakin tidak tertolong. Padahal selama 5 tahun pertama seharusnya sang anak mengalami Tumbuh Kembang secara normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun