Mohon tunggu...
Dr Abidinsyah Siregar
Dr Abidinsyah Siregar Mohon Tunggu... Dokter - Ahli Utama

Saat ini menjadi Ahli Utama pada BKKBN dengan status dpk Kemenkes RI Pangkat Pembina Utama IV/E. Terakhir menjabat Deputi BKKBN (2013-2017), Komisioner KPHI (2013-2019), Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisonal Alternatif dan Komplementer Kemenkes (2011-2013), Sekretaris Itjen Depkes (2010-2011), Kepala Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI (2008-2010)< Sekretaris Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) (2005-2008), Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara di Medan (2002-2005). Mengawali karis sebagai Dokter Puskesmas di Kabupaten Dairi (1984). Alumnus FK USU ke 1771 Tahun 1984.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Antisipasi Dampak Covid-19: New Normal? Transisi, Lebih Cepat Lebih Baik

18 Juni 2020   16:16 Diperbarui: 18 Juni 2020   16:16 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dikumpulkan dari situs merdeka, katadata, okezone

ANTISIPASI DAMPAK COVID-19 (11)

NEW NORMAL : TRANSISI, LEBIH CEPAT LEBIH BAIK

#Segerakan Test PCR/Swab Massal Terukur
#Masyarakat Menentukan Riwayat Covid-19

Penulis : Dr.Abidinsyah Siregar *)

Transisi menuju new Normal tidak bisa ditunda lagi. Tetapi juga tidak bisa diperlambat.

Lihatlah sekitar kita, di jalan-jalan, pasar-pasar, pertokoan, terminal/stasion, daerah wisata dan banyak lagi. Manusia sudah menyemut seakan kemarin sudah diumumkan bahwa Covid-19 sudah tertangkap, dan dilumpuhkan.

Orang-orang tampak bebas, banyak tidak pakai masker, tentu pula tidak ada jaga jarak.
Petugas pengawas nyaris tidak terlihat.
Posko-posko PSBB banyak kosong.
Kalau kita minta orang sekitar kita untuk jaga jarak, tampak sinar matanya heran.

Tampaknya Protokol Kesehatan akan segera terlupakan.

Transisi harus lari kencang, dan jangan berhenti.
Kasus harus TERKENDALI.

Terkendali maknanya total Surveilans Epidemiologi sudah dilakukan secara luas, tajam, rinci dan memetakan semua kasus termasuk suspect (yang dicurigai) by name, by address dan by condition (riwayat dan keadaan),

Kecepatan penemuan kasus (case finding) sangat dibutuhkan, karena pola sebaran kasus tidak lagi local transmission atau imported cases.
Kini pola sebaran sudah berpindah menjadi lintas orang dan komunitas (Community spreads).

Sebaran virus Covid-19 yang kini berkembang di masyarakat menyebar begitu cepat dan sudah demikian meluas ke seluruh wilayah Indonesia.
Semakin sulit memprediksi sebaran virus covid 19 dan waktu berakhirnya transmisi virus.  

POLA PERTAMBAHAN KASUS DAN KEMATIAN

Jika ditelusuri melalui infografis WHO pada Worldometer, Indonesia mencapai lebih 40.000 kasus, tumbuh tidak linier tetapi eksponensial.
Dari kasus pertama 2 Maret 2020, baru melampaui jumlah 10.000 kasus setelah 59 hari (30 April 2020), kemudian melampaui 20.000 kasus setelah 21 hari (21 Mei), melampaui 30.000 kasus setelah 16 hari (6 Juni) dan melampaui 40.000 dalam 10 hari. Bertambah dalam waktu semakin cepat.

Sedangkan kematian, dari laporan kematian resmi pertama kasus Covid-19 Indonesia pada 11 Maret 2020, jika dalam kelipatan 500, maka kematian melampaui 500 pertama terjadi setelah 37 hari (17 April), melampaui 1.000 kematian dalam 25 hari (12 Mei), melampaui 1.500 kematian dalam 17 hari (29 Mei), melampaui 2.000 kematian dalam 12 hari (11 Juni). Dan untuk sampai 2.241 kematian pada 16 Juni, terjadi dalam 5 hari.

Adanya percepatan dalam pertambahan, sangat mungkin menunjukkan  tingginya virulensi virus, rentannya kasus, luasnya sebaran terinfeksi dan GENCARnya penemuan kasus.

Ada DUA variable pertambahan dan penghentian kasus Covid-19, yaitu :

1.Peningkatan jumlah Test atau pemeriksaan specimen dua minggu terakhir yang terus meningkat sejak 10.000 an hingga 20.000 test metode PCR/Swab perhari, telah mendorong penemuan/PERTAMBAHAN kasus yang sangat banyak.

Test atau Pemeriksaan Spesimen adalah SATU-SATUNYA cara penemuan kasus.

Sampai saat ini Indonesia sudah melakukan Test sebanyak 540.115, dengan Ratio/sejuta penduduk yakni 1.976, mendapat kasus terkonfirmasi sebanyak 40.400.
Ratio test kita termasuk terkecil didunia.
Sehingga belum bisa dipastikan berapa sebenarnya jumlah kasus terkonfirmasi positif di Indonesia.

Bandingkan dengan negara berpenduduk banyak lainnya.
Amerika Serikat berpenduduk 330 juta, melakukan Test dengan Ratio Test/sejuta penduduk 77.750, menemukan 2.208.400 kasus.
Pakistan 220 juta, dengan Ratio Test 4.181, menemukan 148.921 kasus.
Brazil 212 juta, dengan Ratio Test 7.600 menemukan 928.834 kasus.
Juga Rusia yang berpenduduk 146 juta, dengan Ratio Test 105.497 menemukan 545.458 kasus.

MAKIN BANYAK TEST maka semakin banyak ditemukan Kasus terkonfirmasi.

Lihat SINGAPURA yang penduduknya 5,8 juta atau lebih 45 kali Indonesia, namun jumlah kasusnya mendekati 41.000, lebih banyak dari Indonesia.
Hal itu tercapai karena jumlah Ratio Test nya 83.000/sejuta penduduk. Total sembuh 78 %.

Lihat pula MALAYSIA, yang semula sampai pertengahan April termasuk Negara dengan jumlah kasus yang banyak, jauh diatas posisi 30 Indonesia. Kini Malaysia menurun berada di posisi 67 dari 213 Negara terpapar. Dengan Ratio Test 20.391, menemukan kasus terkonfirmasi 8.505 orang. Angka yang seakan berhenti menunggu penyembuhan. Jumlah sembuh 7.873 orang atau 93 %.  

MASYARAKAT harus berpartisipasi dan berperan aktif mengikuti Test.
Jangan menolak Test. HANYA dengan Test kita temukan siapa yang terkonfirmasi positif virus, sehingga lebih cepat penanganan dan cepat sembuh.

Namun yang pasti, masyarakat tidak perlu khawatir dengan pertambahan kasus yang sangat besar dan jumlah kumulatif bisa menembus angka diatas 100.000 kasus seperti pernah di prediksi oleh Badan Intelijen Negara (BIN) sebagaimana pernah disampaikan Letjen TNI Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 saat RDP dengan Komisi IX DPR RI mengatakan puncak penyebaran virus Covid-19 mengalami puncaknya pada Juli 2020 dengan jumlah mencapai 106.287 kasus.

2.Variabel kedua. Pertambahan kasus juga bisa terjadi manakala masyarakat mengabaikan Protokol Kesehatan.

Pewacanaan New Normal yang tampaknya terburu-buru dan muncul dengan banyak interpretasi, serta ditangkap oleh public tanpa proses sosialisasi menimbulkan mis-informasi dan ditengarai berdampak merebaknya virus.  

Perintah dilarang mudik, ternyata terjadi bersamaan dengan “dipaksakannya” pelonggaran PSBB, sehingga dalam tempo cepat merebak virus Covid-19 ke berbagai kota di Indonesia.

Kondisi ini pernah dikemukakan DR.Imam Prasodjo (Sosiolog UI) pada Webinar kanal-kesehatan. com, katanya pada tanggal 1 April hingga 20 Mei yaitu beberapa hari sebelum Hari Raya Iedul Fithri 24 Mei, telah terjadi mobilitas manusia dari udara/darat dan laut ke Surabaya/Jawa Timur sebanyak 241.347 orang. Akibatnya kini sangat krusial bagi Provinsi Jawa Timur yang semua menjadi zona merah dan kota Surabaya yang kini menjadi episentrum baru Covid-19 melampaui Jakarta.

Menyusul wilayah dan kota lainnya seperti Makassar, Balik Papan, Bali, Medan, Palembang dll.

Mobilitas manusia jelas berkorelasi dengan perluasan kontak infeksi sehingga kasus terus bertambah tak terduga.

KAPAN BERAKHIRNYA COVID-19

Para Epidemiolog Indonesia, memperkirakan puncak tertinggi jumlah kasus baru terjadi pada bulan Agustus yang akan datang.

Riset yang di publis Singapore University Technology memprediksi Covid-19 di Indonesia baru berakhir pada 7 Oktober 2020, dengan deviasi  14,9 hari. Itu artinya kondisi ini masih 5 bulan di Indonesia.

Sementara saat yang sama Negara tetangga sudah siap-siap mengakhiri penanganan Covid-19.

Banyak pendapat ahli Dalam negeri dan Luar negeri yang sangat mengkhawatirkan Indonesia.
Bisa dimaklumi, Indonesia bukan negara daratan, tetapi kepulauan dengan 17.504 pulau-pulau besar dan kecil yang menyebar luas dan sebahagian besar berpenduduk.
Saat ini sudah seluruh 34 Provinsi dan 440 dari 514 Kabupaten/Kota sudah pula terjangkau virus Covid-19 dengan variasi virulensi zona merah, orens, kuning dan hijau.
Mobilitas dan transit manusia antar pulau sangat tinggi.
Bapak Presiden Jokowi, mewanti-wanti agar masyarakat siap hidup berdamai dengan virus Covid-19 dalam 1-2 tahun kedepan dengan menjalankan Protokol Kesehatan.

Cepat atau lambat bukan ditentukan oleh virus Covid-19 TETAPI ditentukan oleh KEMAUAN Masyarakat untuk MEMATUHI dan menegakkan disiplin MENJALANKAN Protokol Kesehatan.  

Hanya dengan tekad bersama menjalankan Protokol Kesehatan cegah Covid-19, KENORMALAN BARU kita masuki dengan semakin cerdas, semakin sehat dan semakin produktif.

#WITHOUT CONCEPT, MORE PROBLEM.

Jakarta, 17 Juni  2020, jam 20.00
Dr.Abidin/GOLansia.com/Kanal-kesehatan.com
*) Ahli Utama BKKBN dpk Kemenkes/ Mantan Deputi BKKBN/ Mantan Komisioner KPHI/ Mantan Kepala Pusat Promkes Depkes RI/ Alumnus Public Health Management Disaster, WHO Searo, Thailand/ Mantan Ketua Harian MN Kahmi/ Mantan Ketua PB IDI/ Ketua PP IPHI/ Ketua PP ICMI/ Ketua PP DMI/ Waketum DPP JBMI/ Ketua  PP ASKLIN/ Penasehat BRINUS/ Ketua IKAL FK USU/ Ketua PP KMA-PBS/ Ketua Orbinda PP IKAL Lemhannas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun