Mohon tunggu...
Dr Abidinsyah Siregar
Dr Abidinsyah Siregar Mohon Tunggu... Dokter - Ahli Utama

Saat ini menjadi Ahli Utama pada BKKBN dengan status dpk Kemenkes RI Pangkat Pembina Utama IV/E. Terakhir menjabat Deputi BKKBN (2013-2017), Komisioner KPHI (2013-2019), Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisonal Alternatif dan Komplementer Kemenkes (2011-2013), Sekretaris Itjen Depkes (2010-2011), Kepala Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI (2008-2010)< Sekretaris Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) (2005-2008), Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara di Medan (2002-2005). Mengawali karis sebagai Dokter Puskesmas di Kabupaten Dairi (1984). Alumnus FK USU ke 1771 Tahun 1984.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Antisipasi Dampak Covid-19: Ancaman Penurunan Kualitas Kesehatan Massal

13 Mei 2020   22:27 Diperbarui: 14 Mei 2020   00:31 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#Bansos TEPAT SASARAN, juga TEPAT MANFAAT

Penulis: Dr.Abidinsyah Siregar*)

Serangan Virus Covid-19 yang menjadi Pandemi bagi dunia, kini menjangkau 220 Negara lintas Benua dan telah menginfeksi lebih 4 juta penduduk dunia, termasuk lebih 14.000 orang di Indonesia.

Jangkauannya merupakan terluas dalam sejarah wabah dimuka bumi.

Sekalipun fatalitas nya secara umum rendah dibanding wabah atau penyakit lainnya, namun EFEK SOSIAL dan EKONOMI nya sangat dahsyat.

Virus Covid-19 yang tidak terlihat. Pengidap/suspect yang tidak terbedakan karena banyak orang tanpa gejala (OTG). Belum adanya obat dan vaksin. Kurangnya kesadaran masyarakat serta tidak sinkronnya kebijakan pemutusan rantai kontak virus membuat wabah ini BERGERAK LIAR dan BISA TIDAK TERKENDALI.

Covid-19 BUKAN sekedar sumber penyakit, tetapi JUGA sudah terlihat menjadi sumber masalah sosial seperti PENGHILANG MATA PENCAHARIAN, PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, PENGANGGURAN dan PEMISKINAN.

Mengapa demikian?.  Covid-19, menyita HARI PRODUKTIF semua orang yang terpapar, setidaknya 14 hari harus meng"isolasi" diri bagi yang suspect/ diduga, atau 14-30 hari atau lebih jika di-isolasi dalam perawatan intensif di Rumah Sakit khusus jika positif covid-19, artinya tidak boleh beraktivitas terbuka.

Prioritasnya memulihkan diri, dengan kerja keras dan terprogram untuk meningkatkan imunitas diri untuk membangun antibody dalam 5-7 hari pertama sejak positif, agar punya kans memenangkan pertempuran di area paru (pusat pernafasan manusia), supaya tidak terjadi gagal nafas dan kematian.

Suspect/penderita covid-19 ini di Indonesia atau disemua negara paska transmisi Wuhan, merupakan kasus Imported cases (kasus bawaan dari daerah terinfeksi virus Corona). Mereka adalah manusia dengan tingkat mobilitas tinggi. Mereka umumnya manusia berjejaring tinggi, seperti pengusaha, manajer, pemodal yang umumnya pekerja bisnis.

Ketika mereka mengalami isolasi, semua aktivitas bisnis nya berhenti seketika. Karena tidak ada interaksi langsung, sementara bisnis nya sensitif terhadap kontrol dan pasar.

Akibatnya banyak menghentikan bisnis atau usahanya, diikuti dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dari Sumatera Utara didapat informasi 15.000 orang terdampak PHK.

Setiap hari media Nasional menginfokan peningkatan jumlah PHK. Kemenaker menginformasikan 2,8 juta pekerja terkena dampak langsung, 1,7 juta dirumahkan dan 700 ribuan di-PHK, disamping 300 ribuan pekerja informal yang usahanya terganggu.

Kondisi ini benar-benar bencana terberat bagi mereka.

Ketua MPR, bung Bamsoet mengingatkan "Perekonomian akan makin memburuk akibat ketidakpedulian bersama memutus rantai penularan covid-19" (hajinews.id 11 Mei)

PELAYANAN KESEHATAN SUDAH EFEKTIF
Penyelenggara Kesehatan sudah mampu mengendalikan situasi, terlihat dengan pertambahan jumlah kematian yang relatif kecil dibawah 10-15 orang perhari, dan semakin besarnya jumlah kesembuhan perhari.

Yang masih menjadi masalah adalah jumlah pertambahan kasus baru positif Covid-19 yang masih diatas 200-500 orang perhari, cukup tinggi dibanding Negara lain dengan jumlah kasus yang sama atau lebih.

Dengan konsistensi dan ketersediaan perbekalan kesehatan yang cukup serta Relaksasi bidang kesehatan yang sepadan, dipercaya pelayanan kesehatan akan bekerja semakin baik.

Adapun PERTAMBAHAN kasus baru, merupakan tugas bersama dan lebih kepada upaya peningkatan efektifitas status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang harus dijalankan dengan penuh komitmen, disiplin dan jauh dari Intervensi yang kontra produktif.

KEKACAUAN DATA PENERIMA BANTUAN HARUS SEGERA DIHENTIKAN.
Mengatasi berbagai akibat dan dampak virus Covid-19, Pemerintah telah menyediakan Anggaran tambahan sebesar 405,1 Triliun. Penyediaan anggaran tambahan ini merupakan kebijakan tepat dan antisipatif.  

Berita baik ini menimbulkan kelegaan dan optimisme memperkuat upaya mengendalikan sebaran Covid-19 sekaligus mencegah pertambahan dan meningkatkan penanganan kasus.

Namun rencana baik ini, khususnya dalam agenda penanganan akibat sosial tampak kacau dalam pelaksanaan.
Kekacauan data penerima bantuan sosial telah mengemuka dibanyak tempat.

Saling tuding antar sektor sangat memalukan. Penanggungjawab data adalah Pemerintah, namun yang terjadi semua Sektor menggunakan data masing-masing.

Gubernur Provinsi Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengkritik keras Pemerintah Pusat soal data Bansos.
Beliau menyinggung tidak adanya basis data yang kuat dan terpadu. Masing-masing Kementerian punya data dan survei sendiri. (CNN Indonesia, 8 Mei 2020).  

Konflik kepentingan atau Ego sektoral juga dikeluhkan Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo selaku Ketua Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 dihadapan Tim Pengawas DPR yang berkunjung ke kantor BNPB 9 Mei yl, "selain menghadapi penyakit covid-19, juga menghadapi masalah birokrasi dan ego sektoral di Pemerintahan".

Doni juga menyinggung adanya pemberitaan yang bias dan mengganggu.

BASIS DATA TERPADU TNP2K
Presiden sejak awal Pemerintahan tahun 2014, sudah bertekad mengkonsolidasi data KEMISKINAN  dari satu SUMBER DATA.
Presiden membentuk Lembaga resmi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang diketuai Wakil Presiden untuk menyelaraskan berbagai kegiatan percepatan penanggulangan kemiskinan serta mensinergikan dengan berbagai Kementerian/Lembaga, serta melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaannya.

Data yang dihimpun TNP2K dari survei BPS disebut sebagai BASIS DATA TERPADU (BDT).

Semua kemiskinan dalam berbagai indikator Sektoral terhimpun sehingga jumlahnya lebih 25 juta orang pada tahun 2019.

Sektor yang punya Program pengentasan kemiskinan, tinggal memilih dan memilah BDT sesuai peruntukannya.  Informasi kemiskinan terhimpun dalam sistem data elektronik yang terinci Nama, Alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Keterangan dasar sosial ekonomi rumah tangga.

Dengan sedikit verifikasi dan validasi BDT, seyogianya program Bantuan Sosial (Social Safety Net) sudah bisa efektif sejak awal dan tidak menimbulkan kegaduhan dilapangan.

MASALAH UTAMA BELUM SELESAI
Serangan virus Covid-19 sesungguhnya belum berakhir, bahkan menunjukkan tren dengan grafik yang masih mencuat keatas, belum ada tanda melambat, apalagi mendatar, melandai dan menurun.

Jumlah kasus positif terus bertambah dengan pertambahan yang semakin besar. Sementara itu upaya mengendalikan dampak keekonomian belum efektif karena ditemukannya banyak pengaduan tidak tepat sasaran.

Kehilangan waktu jangan diperpanjang, keadaan sudah semakin berat. Daftar PHK semakin panjang. Mereka yang masuk ke jurang kemiskinan semakin banyak. Apatisme bisa muncul. Semua buruk bagi masa depan Bangsa.

ANCAMAN PENURUNAN KUALITAS KESEHATAN
Kekhawatiran pasti didepan adalah Penurunan kualitas kesehatan secara massal.

Mengacu definisi WHO, sehat adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/ kecacatan. Kesehatan adalah hak setiap Manusia.

Menjadi hak dasar yang melekat pada seseorang sejak dilahirkan ke dunia. Prinsip ini sejalan dengan pasal 28 huruf h UUD45.

Dalam situasi paparan infeksi Covid-19, TIGA persoalan besar baru yang dapat menurunkan kualitas kesehatan.

Pertama, BANTUAN SOSIAL yang diberikan tidak cukup hanya TEPAT SASARAN tetapi juga harus TEPAT MANFAAT.
Apa yang diberikan harus berbasis pada problem pokok yang berdampak kesehatan sekaligus memberikan advokasi dan promosi kesehatan yang meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Peningkatan Imunitas seharusnya menjadi basis bantuan sosial.

Kedua, perlu mengantisipasi efek samping #dirumahsaja yang sudah berjalan lebih 2 (dua) bulan dan belum diketahui untuk berapa lama. Sebahagian mulai merasa terisolasi, kesepian, kebosanan dan keterasingan.

Kondisi ini dikenal sebagai CABIN FEVER.  Terutama bagi kelompok pra dan usia lanjut diatas 50 tahun. Kegelisahan tanpa pendampingan atau konseling kesehatan, bisa berakibat gangguan kejiwaan dan penurunan kondisi kesehatan.

Ketiga, adalah peningkatan jumlah KEHAMILAN yang tidak diinginkan. Apa yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, yang melaporkan terjadinya peningkatan kehamilan sebesar 105% selama masa pandemi Covid-19, bukan tidak mungkin terjadi pada 514 Kabupaten/Kota lainnya. 

Kehamilan yang terjadi di masa Pandemi, tentu tanpa persiapan yang matang dan psikologi ibu yang tertekan, apalagi tidak ada jaminan ketersediaan pelayanan Posyandu, Pondok Bersalin Desa, Bidan di Desa, dan Fasilitas kesehatan lainnya yang semua sedang berkonsentrasi dalam pelayanan penanganan covid-19.

Perhatian serius terhadap akibat virus Covid-19, tidak hanya pada aspek Kesehatan semata, tetapi juga tidak kalah bahaya diluar aspek kesehatan.

Manapun yang terjadi akan menekan kemampuan ekonomi nasional, meningkatkan Belanja kesehatan semakin besar, Menambah besar defisit dan kepesertaan  BPJS/JKN, dan bisa jadi mengancam penurunan produktifitas nasional.  

Kegagalan mengawal penanganan Covid-19 secara komprehensif dalam satu Komando, akan menjadikan upaya penanganan Covid-19 menjadi lama dan bisa tidak terkendali.

Kondisi itu bisa berakibat penurunan kualitas kesehatan masyarakat secara massal karena kurangnya asupan gizi, kurangnya aktivitas fisik, tekanan mental akibat rasa khawatir terinfeksi, kurangnya pelayanan kesehatan umum dan spesialistik terutama bagi yang harus kontrol kesehatan dan keteraturan obat, ketidakberdayaan ekonomi dan lain-lain.

Kita berharap ini tidak terjadi.

Amankan pesan Presiden untuk mewujudkan Sumberdaya Manusia UNGGUL dan Indonesia MAJU.

Sedikit BIAS dalam kebijakan berakibat besar dan fatal di masyarakat serta masa depan Bangsa.

"Health is not everything, without health everything is nothing"..

Jakarta, 12 Mei  2020, 1pm.

Dr.Abidin/GOLansia.com/Kakan-kesehatan.com

*) Dr.Abidinsyah Siregar,DHSM,MBA,MKes: PF.Ahli Utama BKKBN dpk Kemenkes/ Mantan Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN/ Alumnus Public Health Management Disaster WHO Searo,Thailand/ Mantan Ses Itjen Depkes RI/ Anggota Tim Nasional Pengendalian Pandemi Flu Burung H5N1/ Mantan Ketua PB IDI/ Ketua Orbinda IKAL Lemhannas).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun