Mohon tunggu...
dr HelgaYolanda
dr HelgaYolanda Mohon Tunggu... Dokter - Medical Doctor

Follow, Komen dan Like ya.. Aktivis pendidikan anak| Mompreneur, Owner Brand Skincare|Batik enterpreneur| Founder a Preschool and Kindergarten| Certified Counselling Child and Adolescents| Certified Early Childhood and Care Education| Certified Hypnosis and Hypnotherapist| Certified Professional Fengshui Master| Certified Tarot Card Reading Masterclass

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Darurat Etika, Merasa di Atas Awan Alias Norak!

19 Januari 2025   16:54 Diperbarui: 20 Januari 2025   17:19 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar : Warga Indonesia di tegur. Sumber gambar : instagram/info.jkt24

Bukan iri! Tuhan menganugerahi kita kaki dan tangan dengan sempurna, sebaiknya kita mensyukuri dengan menjaga dan menggunakan pemberian Tuhan dengan sebaik-baiknya. Gunakan kaki untuk berjalan, gunakan telinga untuk mendengar sebagaimana fungsinya.

Bukan hanya di masyarakat, hal ini juga sudah merebak di sekolah. Lihat saja ibu-ibu yang menjemput anaknya dengan mobil, maunya langsung jemput anak depan pintu utama persis tanpa turun dari mobil dan anakpun langsung naik mobil tanpa perlu lelah berjalan, bak layanan parkir valet. Alhasil anak yang seharusnya ingin bergerak, berjalan kurang terpebuhi, akhirnya anak tidak bisa duduk diam dan ingin berjalan-jalan di kelas.

Merasa

Fenomena yang merasa dirinya kaya ingin mendapat prioritas mengharapkan orang lain mengerti dan paham siapa dan seberapa kaya dan berkuasanya dirinya. Berbeda dengan kaum old money, yang memang sudah biasa dengan kata kaya. Namun mereka lupa bahwa diatas langit masih ada langit. Mereka lupa bahwa apa yang ada di dunia ini hanya titipan Tuhan yang harus dijaga dengan baik. Tuhan dapat mengambilnya dari kita kapanpun Tuhan mau. 

Padahal kaum menengah kebawah bisa jauh lebih sopan dan beretika dibanding mereka yang sekolah tinggi atau memeiliki kekayaan dari orang tuanya. Rasanya belum sanggup beli mobil seharga 700 juta rupiah, tapi seperti tidak menginjakkan kakinya di bumi dan menganggap manusia lainnya transparan, tak tampak di mata mereka. Pada hakikatnya kita sama di mata Tuhan dan yang membedakan adalah amal ibadahnya.

Gambar : Kurir beretika. Sumber Gambar : Dokpri.
Gambar : Kurir beretika. Sumber Gambar : Dokpri.

Masih banyak contoh-contoh kasus lain, seperti di jalan raya, etika berkendara, etika sebagai profesional atau pendidik dalam berucap atau berkomentar, maupun etika dalam kehidupan bermasyarakat lainnya yang mungkin akan di bahas di bagian selanjutnya. Sungguh sangat disayangkan etika dan moral bangsa ini yang butuh banyak perbaikan.

Semoga ke depannya bisa semakin membaik bukan hanya melihat "kantong".

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun