Mohon tunggu...
dr HelgaYolanda
dr HelgaYolanda Mohon Tunggu... Dokter - Medical Doctor

Follow, Komen dan Like ya.. Aktivis pendidikan anak| Mompreneur, Owner Brand Skincare|Batik enterpreneur| Founder a Preschool and Kindergarten| Certified Counselling Child and Adolescents| Certified Early Childhood and Care Education| Certified Hypnosis and Hypnotherapist| Certified Professional Fengshui Master| Certified Tarot Card Reading Masterclass

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Istilah Salah yang Terancam Punah

12 November 2024   22:27 Diperbarui: 12 November 2024   22:34 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Seseorang yang memegang sampah botol plastik yang di buang ke tempat sampah untuk besi. Sumber Gambar: pexel.com/SHVETSproduction

Tidak ada gading yang tak retak, peribahasa ini sudah lama menggaung bahwa tak ada manusia yang sempurna. Manusia hanya makhluk ciptaan Tuhan yang tak luput dari kesalahan. Kisaran satu dekade yang lalu perbuat yang tidak baik, kita diajarkan sedari kecil untuk mengucap maaf. Sayangnya hal itu tidak dipertahankan, bayangkan jika hal ini terus berlanjut. Rasanya istilah salah itu seperti momok yang ditakuti banyak orang. Kesalahan ibarat aib yang wajib ditutupi, dicarikan alibi bahkan ramai-ramai menolak keras istilah salah ini,  bak penyakit menular yang menjijikan.  Hal yang wajar manusia berbuat salah, menyadari dan perbaiki. Jika berbesar hati lebih baik meminta maaf. Maaf adalah etika dan tata krama yang essensial dalam berkehidupan, siapapun, dimanapun dan kapanmu.

Bukan hanya kita manusia dewasa yang telah melalui segala proses kehidupan, sejak kecilpun kita sebagai manusia sudah melakukan kesalahan. Kesalahan membuat kita belajar lebih baik dan banyak lagi. Dari kesalahan kita berkembang dan maju. Betapa sulitnya untuk maju dan berkembang, belum mendengar kata salah saja sudah takut untuk mendengarnya, ketika sudah mendengarnya, berusaha sekuat tenaga bahkan menghalalkan segala cara untuk menolak keras kata salah ini. Sungguh menyedihkan nasib istilah salah, keberadaannya ditolak dimana-mana. Padahal salah seperti obat, kadang terasa pahit tapi menyembuhkan. Betapa merosotnya tata krama saat ini. Padahal bangsa ini terkenal keramahtamahannya di dunia.

Beberapa negara tetangga, masih mempertahankan hal baik seperti melambaikan tangan jika menyenggol pejalan kaki, mengucapkan kata maaf, memberikan tempat duduk di transportasi umum untuk penumpang prioritas atau mengutamakan orang lain yang membutuhkan. Sayang sekali hal ini jauh menurun di negara tercinta. Coba perhatikan pengendara motor yang melanggar aturan lalu lintas, pengendara mobil yang tidak menggunakan lampu sen pada waktu yang seharusnya, kesalahan-kesalahan kecil ini cenderung berakibat membahayakan pengguna jalan lain. Saat ini sudah biasa menormalisasi kesalahan, maka makin banyak orang yang melakukan hal serupa.

Parkir Sembarangan

Parkir sembarang baik didepan rumah orang lain atau ditempat yang mengganggu pengguna jalan lain. Hal ini rasanya biasa saja tanpa ada rasa bersalah. Seperti hal yang lumrah bahkan mempertanyakan apakah dirinya salah karena ini adalah jalan umum, walau bukan di depan pagar rumah orang, tak terpikirkan bahwa kesalahannya menganggu akses pengguna jalan lain.

Sebut saja namanya Pak Joni, suatu ketika rumah pak Joni sedang di renovasi, sebuah mobil parkir persis di depan pagar rumah Pak Joni. Beberapa kali Pak Joni memaklumi dan tidak mempermasalahkan walau si pengendara ini beberapa kali bertatap muka tanpa senyum dan bertegur sapa, nampaknya mereka tak saling mengenal. Sebaiknya si pengendara mobil senyum kepada pemilik rumah untuk menyapa. Rumah sedang di renovasi pastinya ada beberapa waktu kurir bahan bangunan mengirim material, meski terhalang dan kesulitan,Pak Joni tidak mempermasalahkan.Bahkan ketika ingin memarkir motor atau mobil Pak Joni sendiri di depan rumahnya sendiripun kesulitan karena mobil yang sering parkir sembarangan ini.

Ilustrasi : Seseorang yang memegang sampah botol plastik yang di buang ke tempat sampah untuk besi. Sumber Gambar: pexel.com/SHVETSproduction
Ilustrasi : Seseorang yang memegang sampah botol plastik yang di buang ke tempat sampah untuk besi. Sumber Gambar: pexel.com/SHVETSproduction

Suatu ketika Pak Joni menyadari ada yang menatapnya dengan sinis dan CCTV jalan nampak ada yang berubah, mobil tersebut tak lagi parkir depan pagar persis. Selang beberapa hari tiba-tiba rumah Pak Joni disatroni oleh pihak berwenang tanpa sepengetahuan RT setempat dan di rumah hanya ada karyawan Pak Joni. Alih-alih bertanya tentang mobil yang terpakir di depan rumah Pak Joni ada yang ngempesin bannya begitu ucap salah satu anggota pihak berwenang yang datang dengan foto-foto rumah seolah TKP. Mereka masuk ke dalam rumah Pak Joni dan menanyai karyawan yang ada tentang nama pemilik rumah, pekerjaan pemilik rumah, jam masuk kerja karyawan.  Nampaknya mereka hanya titipan.

Hal serupapun ternyata terjadi di rumah kedua Pak Joni, mereka berganti pakaian dan mendatangi rumah kedua Pak Joni bersama petugas keamanan dan ketua RT setempat. Ingin silahturami dan menanyakan apakah ada orang rumah Pak Joni yang ngempesin ban mobil itu. Hal yang sama pun terjadi bahwa mereka ini hanya titipan. Kembali menanyakan siapa nama pemilik rumah kedua Pak Joni dan beberapa pertanyaan yang serupa. Malah meminta bukti bahwa tidak ada anggota keluarga pak Joni yang ngempesin ban mobil itu, berkali-kali pertanyaan itu dilontarkan pihak berwenang ini. Mereka lupa bahwa rumah Pak Joni sedang dalam renovasi dimana banyak puing dan kayu kaso berpaku yang sangat banyak di depan rumah. Ternyata pemilik mobil ini adalah salah satu penghuni rumah pejabat tinggi. Sebaiknya menyadari kesalahannya jika mobilnya menghalangi akses pemilik rumah. Bukan memeprtanyakan dan mencari tahu siapa yang ngempesin ban mobilnya. Melakukan kesalahan tapi malah play victim bak landak menunjukkan durinya.

 Mencari Siapa yang Salah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun