Mohon tunggu...
YOAN NATALIA
YOAN NATALIA Mohon Tunggu... Dokter - General Practicioner

Penulis adalah seorang Dokter Umum lahir di Malang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mutu Doa Berdasarkan Buku CKA (Cinta Kebijaksanaan Abadi) di Mata Awam

5 Juni 2021   12:30 Diperbarui: 5 Juni 2021   12:42 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

St. Montfort seorang 

menuliskan sebuah buku berjudul Cinta Kebijaksanaan Abadi.

Dibahas di dalamnya mengenai Mutu Doa.

Disebutkan bahwa terdapat 3  Indikator  Doa yang bermutu yaitu : 

1. Kita meminta karunia ini dengan iman yang teguh, tanpa ragu ragu

2. Kita memohonnya dengan iman yang murni

3. Kita memohon dengan tekun (memintanya siang dan malam, tanpa lelah, tanpa menjadi putus asa)

Hal yang patut diingat :

- CKA 189 : Jiwa yang asal asal saja dan tidak tetap dalam doanya dan pencariannya tidak akan memperolah kebijaksanaan

- CKA 190 : Dan pasti, cepat atau lambat, Allah , yang mau didesak, akan bangun, membuka pintu kemurahan hatiNya dan memberikan kepada kita 3 buah roti hidup dan Sang Kebijaksanaan : "roti hidup, roti pengertian, dan roti para malaikat".

Menjadi suatu permenungan setelah membaca indikator doa yang bermutu menurut St Montfort.

Disadari oleh penulis bahwa selama ini ada cara berdoa yang mungkin sudah tepat, kurang tepat dan bahkan mungkin bisa dibilang tidak tepat. 

Berdasarkan apa yang telah dialami oleh penulis yaitu saat masa sekolah dan kuliah, sebagai bagian masyarakat dari golongan menengah, dimana secara  ekonomi bisa dibilang cukup, sedikit lebih , bahkan kurang, satu yang pernah penulis mohonkan kepadaNya , yang dimohonkan dengan yakin dan teguh agar nanti setelah selesai pendidikan diberikan Kesejahteraan- hidup yang sejahtera. Dan Tuhan mengabulkannya.

Doa yang kurang tepat/tidak tepat, tidak seusai indikator mutu doa adalah.... saat ada satu permohonan yang belum dikabulkan selama bertahun tahun  dan akhirnya penulis menyerah dengan doa untuk dimohonkan. Artinya, betapa kita tidak tegun dan yakin dalam memohon kepadaNya, tidak bertekun setekun tekunnya  dan membatasi diri dengan aturan waktu yang kita buat sendiri tentang batas permohonan, gundah gulana/ ketidakteguhan pun un tampak saat membaca ayat KS yaitu "Bapa tidak akan memberikan ular kepada anaknya".

Mulai gundah, jangan jangan kita memohon sesuatu yang kurang berkenan padaNya dan kita insist-memaksa Sang Kebijaksanaan untuk memenuhinya, padahal Sang Kebijaksaaan tahu bahwa kita tidak mampu menerima karunia yang dimohonkan tersebut. 

Keragu-raguan inilah yang harus dilepaskan. Manusia memang lemah, maka doa menjadi sarana untuk menguatkan diri. Melalui Rosario yang merupakan gabungan doa lisan dan doa batin, dengan merenungkan kelima belas misterinya ( sekarang ada duapuluh - ditambahkan peristiwa cahaya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun