Mohon tunggu...
Reni Indrastuti
Reni Indrastuti Mohon Tunggu... profesional -

writing is a passion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peran Keluarga untuk Bangsa yang Berkualitas

6 Agustus 2015   09:59 Diperbarui: 6 Agustus 2015   12:39 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

BKKBN Bukan Pengganti Peran Keluarga

 

Akan tetapi jika semua persoalan remaja dan kesehatan reproduksi hanya dibebankan kepada BKKBN tanpa dukungan nyata generasi muda, sepertinya beberapa tahun ke depan, Indonesia akan menjemput bonus kesengsaraan. Keluarga sebagai lingkungan terkecil yang mendidik remaja, memiliki peran vital untuk mengawal mentalitas dan perilaku yang baik. Meskipun gempuran modernisasi telah mengurat nadi pada berbagai bidang kehidupan dan mempengaruhi gaya hidup remaja, keluarga berfungsi sebagai pemegang rambu-rambu sosial supaya generasi muda tetap mampu membedakan mana yang bisa diteladani, dan mana yang tak perlu diikuti. Anggapan biasa terhadap kehamilan di luar nikah yang dilakoni remaja adalah ujud kompromi terhadap penyimpangan perilaku remaja. Pendeknya ini bisa disebut sebagai tindakan pembenaran kebiasaan. Padahal mestinya keluarga konsisten membiasakan kebenaran. Hal ini merupakan tanda terjadinya degradasi karakter bangsa.

Segala persoalan bangsa termasuk persoalan terkait kesehatan reproduksi berakar dari degradasi karakter. Dan sebagai ujung tombak pencetak generasi handal dan berkualitas, keluarga sangat diharapkan mengambil peran membina karakter konstruktif, mencegah keterpurukan mental, dan memperbaiki kerusakan mental anggota keluarga yang menyimpang dari nilai-nilai sosial serta mengadakan pemulihan perilaku untuk mencapai stabilitas watak yang mulia.

 

  1. Membina Karakter Konstruktif

Peran ini dilakukan dengan memahami terlebih dahulu tentang norma-norma kehidupan bermasyarakat. Sifat dan sikap seperti apa yang yang mesti dilakukan oleh setiap pribadi yang bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Karakter yang baik belum tentu membangun, tetapi karakter yang membangun sudah tentu baik. Contohnya, berkata-kata santun dan bersikap sopan ketika mengemukakan pendapat, ini merupakan salah satu karakter bangsa Indonesia. Menegakkan kebenaran adalah bagian dari karakter yang baik, akan tetapi menuturkan kebenaran dengan kata-kata yang tidak santun tentu tidak membangun mentalitas yang luhur. Merendahkan orang lain dengan kata-kata menghujat maupun perundungan tak akan meninggikan harga diri seseorang. Memperhatikan kemanfaatan dalam membawa diri dan menjaga nilai-nilai diri tentu menjauhkan anak-anak dari perbuatan-perbuatan yang mudarat. Orang tua yang matang baik secara fisik, psikis, maupun mental spiritual tentu tak mengalami kesulitan menanamkan pengertian tentang norma-norma tersebut kepada anak-anak mereka.

 

  1. Mencegah Keterpurukan Mental

Mentalitas berkaitan dengan jiwa. Kesehatan mental anggota keluarga sangat penting dijaga supaya jiwa anak-anak yang sejatinya mulia tidak terampas oleh pengaruh buruk modernisasi yang membabi buta. Orang tua berperan memberikan teladan tentang cara menghadapi gempuran pengaruh dunia, menyaring untuk mengambil manfaat dan membuang yang mudarat. Menyaring informasi dan berita dari media merupakan tindakan kritis yang mesti ditanamkan kepada anak-anak dan remaja. Khususnya kesehatan reproduksi, orang tua mesti cerdik memberi informasi sesuai usia dan nalar pemikiran anak dan tidak mencari alasan untuk menghindari pembicaraan tentang masalah seksualitas.

 

  1. Memperbaiki Kerusakan Mental

Perbuatan anak yang menyimpang dan menimbulkan permasalahan sosial seperti penyalahgunaan napza, pergaulan bebas dan kriminalitas merupakan buah dari kerusakan karakter. Hal ini bukan berarti tak dapat diperbaiki. Anak-anak membutuhkan dukungan segenap anggota keluarga untuk kembali ke dalam ranah kehidupan yang bernorma. Tindakan penyelamatan anak bukan berarti membela dan menutupi kesalahan-kesalahannya supaya terbebas dari jerat hukuman. Konsekuensi terhadap segala perbuatan yang salah harus dihadapi. Akan tetapi bagaimana anak menghadapinya dengan suka rela dan bertanggung jawab karena merasa didukung penuh oleh keluarga memiliki arti penting supaya tidak terjadi pengulangan kesalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun