Mohon tunggu...
Reni Indrastuti
Reni Indrastuti Mohon Tunggu... profesional -

writing is a passion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Keluarga : Be a Role Model? Oh No, Be Yourself!

4 Agustus 2015   11:17 Diperbarui: 4 Agustus 2015   11:23 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keluarga adalah media strategis bagi kolaborasi dua pribadi untuk menjadi orang tua yang jujur dan memberi keteladanan yang tidak semu bagi anak-anak mereka. Perencanaan yang taktis mesti terus direalisasikan secara praktis untuk mewujudkan keluarga yang berkarakter Indonesia. Perencanaan itu menyangkut aspek-aspek kehidupan seperti kesehatan dan pendidikan. Langkah-langkah praktis tersebut dapat dimulai seperti hidup sehat dengan gizi seimbang, memperhatikan kesehatan reproduksi dengan mengikuti program KB, santun berbicara di semua media baik lisan maupun tulisan, menghargai orang lain meskipun pendapatnya dan pendapatannya berbeda. Seperti halnya hari Ibu, hari bapak, dan hari anak nasional, hari keluarga tak luput menjadi perhatian negara untuk dijadikan suatu peringatan dalam membangun jati diri pribadi-pribadi terpuji yang menjadi cikal bangsa yang teruji. Mengawal karakter yang lestari dapat diwujudkan dalam momentum harganas. Tak banyak yang tahu bahwa peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) telah menginjak tahun ke-22 sejak dicanangkan pada 29 Juni 1993, setahun lebih awal dari penetapan hari keluarga internasional oleh Persatuan Bangsa-bangsa (PBBB) pada tangggal 15 Mei 1994. Harapannya karakter Bangsa Indonesia pun lebih unggul dibanding warga bumi yang lain. Negara boleh dibilang masih berkembang, tetapi kualitas mental bangsa (mestinya) patut menjadi teladan bagi negara lain. Dan peringatan hari keluarga nasional tak perlu dimomentumkan sebagai hari libur nasional, tetapi lebih membutuhkan aksi nyata dari anak negeri membangun bangsa yang berawal dari keluarga masing-masing.

Beberapa waktu berselang, setelah sementara waktu saya meninggalkan Jogja dan kembali pulang, saya melewati perempatan bangjo yang saya ceritakan di awal tulisan, betapa spontan saya tertawa terbahak-bahak melihat baliho BKKBN. Slogan itu telah berubah. Sedikit. Perubahan itu menggelitiki benak saya hingga tak kuasa untuk tergelak. Kini ada sisipan kata “pasti” di tengah kalimat tersebut, seolah BKKBN menjawab kegalauan saya bahwa promosi kependudukan mereka tidak ambigu, tidak bermakna ganda, jelas dan tegas. Jadi, kalimat itu menjadi “Dua anak (tanda centang) pasti lebih baik”. Cerdik.

 

 

NB : Sayangnya saya belum sempat memfoto baliho di perempatan Jogja itu.

 

Referensi :

- indonesia.go.id

- bkkbn.go.id

- kompas 17 oktober 2014

- wikipedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun