mapan. Bagaimana tidak, dia sudah mengabdi di perusahaan itu hampir 20 tahun. Bahkan fasilitas mobil dan rumah pun sudah
didapatkannya.
Begitulah kondisi sebuah rumah tangga masa kini. Tadinya suaminya punya usaha pabrik roti dan punya cabang di beberapa
tempat sekitar Jabodetabek. Saat itu, kondisi income (red, pendapatan) mereka cukup berimbang. Tapi sial, setahun
belakangan bisnis roti yang digelutinya terpaksa gulung tikar akibat virus Covid-19 yang mewabah negeri ini.
Suaminya tak mampu lagi membutuhi tuntutan karyawan, biaya produksi roti hingga biaya pemasaran. Di satu sisi, penjualan
roti pun drastis anjlok. Tidak ada pilihan lain, bisnis roti sang suami pun terpaksa 'gulung tikar'.
Kini, dirinya bersama istrinya dan 2 anaknya harus terus hidup. Sembari menunggu bisnis apa lagi yang kira-kira pas untuk
dimulai, ke empat orang ini kondisinya tampak baik-baik saja. Di saat istrinya pergi bekerja, mau tak mau si suami
menggantikannya menjadi 'ibu' bagi kedua anaknya. Ini berlaku sampai istrinya pulang dari kantor.
Sekali lagi, pekerjaan rumah yang sejatinya dikerjakan istrinya spontan diambil alih. Mulai dari memasak hingga bersih-
bersih rumah. Â Kalau 'cugos' alias cuci gosok pakaian, memang sudah disepakati dikerjakan 'loundry'.
Begitulah kondisinya hingga kini. Â Bahkan makan siang anak-anak pun mau tak mau disiapkan.
Masih Beruntung dan Bersyukur
Meski suaminya sekarang berstatus pengangguran, dalam hati dirinya masih merasa beruntung dan harus bersyukur. Sempat
terlintas dalam benaknya, bagaimana kalau keduanya (suami dan istri) sama-sama bekerja di perusahaan yang kolaps, keduanya
tentu terkena imbas PHK.Â
Inilah yang dirasakan suaminya. Dirinya harus bersyukur karena masih bisa ditopang pendapatan
sang istri, meski bathinnya merasa tak enak kepada istrinya, dan seluruh keluarganya.
Rawan Konflik, Tidak juga
Mungkin ini pelajaran penting yang bisa dipetik dari kondisi rumah tangga Nunik dan suaminya. Meski disatu sisi kondratnya  sebagai pria alias kepala rumahtangga sudah sering terpinggirkan, namun keduanya berusaha menerima keadaan realita hidup. Si suami pun sembari bersabar harus mau belajar, terutama memahami situasi, begitupun si istri yang mau senantiasa bersyukur meski penghasilan suaminya sudah tak ada lagi.Â
Satu hal lagi, bahwa suaminya kini sudah pintar membawa diri dan istrinya faham dengan keadaan ini.
Sebagian Pria Jadi Stres
Memang tak bisa dipungkiri, kalau melihat realita rumah tangga di atas banyak pria jadi stres. Tak mampu menghadapi keadaan, pertengkaran pasutri pasti tak terhindarkan. Akibatnya, bisa bercerai. Bahkan hal terburuk memilih jalan pintas, bunuh diri.
Ada benarnya pendapat psikolog, Ikhsan Bella Persada, M.Psi ini. Katanya, kondisi gaji istri lebih tinggi dari suami terkadang memang menimbulkan pengaruh tertentu pada suami.
"Kalau dari salah satu penelitian yang ada, memang ada pengaruhnya ke pria. Sebagian pria jadi cenderung lebih stres dengan istri jika bergaji lebih besar dari suami. Hal ini karena adanya pride atau harga diri suami yang menurun ketika gaji istri lebih besar," ungkap Ikhsan.
Nah, Kompasianer, apa pendapat kalian tentang realita ini? Adakah kondisi serupa Anda temukan di lingkungan sekitarmu?
Penulis, peminat masalah-masalah sosial perkotaan. Kini tinggal di Cimahi, Bandung-Jawa Barat.
1 Desember 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H