Kasus dugaan korupsi PDAM Tirtanadi sebesar Rp 58 miliar kini menjadi buah bibir warga Sumatera Utara. Tidak itu saja, praktik dugaan korupsi PDAM Tirtanadi itu menjadi salah satu trending topik sejumlah media massa yang kini ramai memberitakannya. Tak pelak lagi, Kejari Belawan yang menangani perkara korupsi ini sedang dipergunjingkan.
Pergunjingan itu sebenarnya bukan tanpa alasan. Ya, mega korupsi PDAM Tirtanadi senilai Rp 58 miliar dimaksud sudah diproses Kejari Belawan. Namun setelah 3 tahun lamanya kasus itu bergulir, hingga kini tak jelas ujung pangkalnya. Meski kasus dugaan mega korupsi proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Martubung sebesar Rp58 miliar yang mengendap di Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan sudah dalam tahap penyelidikan, selama 3 tahun pula tidak ada perkembangan.
Persoalan dugaan korupsi yang mengendap 3 tahun itu seolah 'jalan di tempat' sama sekali tidak ada perkembangan, sehingga wajar saja masyarakat menduga praktik korupsi PDAM Tirtanadi sepertinya sengaja 'dipetieskan' oleh Kejari Belawan.
Inilah persoalannya. Jadi jika siapapun ditanya, mengapa tidak ada perkembangan kasus dugaan korupsi PDAM Tirtanadi Rp 58 miliar, padahal kasus ini sudah bergulir selama 3 tahun di Kejari Belawan tapi tak ada perkembangan, wajar masyarakat kita menilai hal itu memang ada unsur kesengajaan. Apa motivasi unsur kesengajaan itu, hanya lembaga Adhyaksa itu yang tahun.
Tapi sepengetahuan masyarakat, bahwa 3 tahun lamanya perkara ini mengendap di Kejari Belawan
Lambannya kinerja Kejari Belawan mengungkap tabir mega korupsi PDAM Tirtanadi itu mengakibatkan masyarakat membuat penilaian sendiri. Dugaan mereka terhadap Kejari Belawan pun beraneka ragam. Ada yang menuding, kasus korupsi PDAM Tirtanadi dijadikan sebagai ATM Berjalan. Sebagian pihak menduga, pengusutan praktik korupsi itu tak akan pernah tuntas karena kuat dugaan melibatkan sejumlah petinggi di Sumatera Utara. Pihak lain bahkan mensinyalir lambannya penanganan kasus korupsi itu karena adanya dugaan beking dari pemerintah pusat.
Ada sejuta dugaan yang kini berkembang di tengah-tengah masyarakat. Tak sedikit pula mendukung dan memotivasi agar Kejari Belawan segera menuntaskan perkara korupsi itu.
Sebagai bagian dari warga masyarakat, kita tentu mendambakan sebuah supremasi hukum di negeri ini. Termasuk di Medan (Sumatera Utara), perkara dugaan korupsi PDAM Tirtanadi Rp 58 miliar. Angka dugaan korupsi ini tidaklah kecil. Bahkan sebuah nilai yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan kinerja para pejabat PDAM Tirtanadi dalam hal pelayanan kepada masyarakat (pelanggan).
Sebab sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa banyak pelanggan PDAM Tirtanadi yang selalu mengeluhkan kualitas air yang sampai ke konsumen. Ada yang mengeluhkan air keruh, air bercacing, berlumpur, berbau dan masih banyak lagi keluhan-keluhan yang intinya mereka menuding pelayanan PDAM Tirtanadi tidak pernah becus melayani konsumennya. Ditambah lagi muncul perkara dugaan korupsi senilai Rp 58 miliar, hati siapa yang tak geram?
Kini, perkara dugaan korupsi perusahaan plat merah itu telah bergulir 3 tahun lamanya. Status perkaranya pun sudah dalam tahap penyelidikan. Pertanyaannya, kapan Kejari Belawan bisa menuntaskan persoalan kasus korupsi PDAM Tirtanadi ini? Apabila penyidik di Kejari Belawan 'mandul' alias tak mampu menuntaskan perkara ini, rasanya tak berlebihan juga agar kinerja Kejari Belawan segera dievaluasi. Karena sejatinya lembaga Adhiyaksa tak butuh orang-orang seperti penyidik yang ada di Kejari Belawan. Semoga! (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H