Perjalanan darat dari lokasi kantor operasional PT Pertamina Patra Niaga DPPU Adi Sumarmo yang berada di Jl Panasan Baru, Ngesrep, Ngemplak, Boyolali menuju ke Dukuh Tambak, Desa Berjo, Kec. Ngargoyoso, Kab, Karanganyar ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam.
Sepanjang perjalanan mendekati Desa Berjo akan disuguhkan panorama alam pegunungan Gunung Lawu yang menghijaukan. Desa yang berada pada ketinggian 1.200 mdpl tersebut merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah / kawasan konservasi zona pemafaatan dari Balai Taman Hutan Raya / TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. Dukuh Tambak, Desa Berjo juga termasuk salah satu pintu pendakian yang menjadi alternatif para pendaki gunung / pecinta alam untuk dapat mencapai puncak Gunung Lawu.
Udara sejuk akan menyeruak merasuk ke tubuh setiap orang yang berada di Dukuh Tambak. Namun dibalik keindahan yang terhampar, terdapat permasalahan yang jika tidak segera ditindaklanjuti lambat laun akan memberikan kesulitan bagi kehidupan warga masyarakat yang tinggal disana.
Ternyata warga desa mendapat ancaman keberadaan sumber mata air di Dukuh Tambak yang semakin mengering. Keluhan semakin berkurangnya jumlah debit mata air terdengar dari masyarakat. Sumber mata air yang dulunya memiliki debit aor yang cukup tinggi saat ini sudah sulit diharapkan.
“Kami sangat merasakan adanya pengurangan debit mata air yang semakin kecil ini, padahal sumber mata air ini harapan sumber penghidupan bagi masyarakat Dukuh Tambak,” papar Tardi selaku warga Dukuh Tambak.
Setelah dilakukan evaluasi dari Yayasan Generasi Biologi Indonesia (Genbinesia) dengan melihat kondisi langsung di sumber mata air Dukuh Tambak, tenyata diperoleh catatan penting yang menjadi penyebab berkurangnya debit mata air. Penyebabnya adalah adanya kesalahan penanaman pohon yang dilakukan di sekitar sumber mata air. Pohon yang ditanam bukanlah jenis pohon yang tepat / bukan pohon sahabat air untuk ditanam di sekitar sumber mata air.
Sehingga sumber mata air yang semakin gersang disebabkan oleh adanya gangguan pada daerah resapannya, di mana vegetasi pada daerah resapan didominasi oleh tanaman yang memiliki fungsi hidrologis yang buruk yakni pinus (Pinus merkusii) dan kayu putih (Eucalyptus urophylla).
“Kedua tanaman ini yaitu pinus (Pinus merkusii) dan kayu putih (Eucalyptus urophylla) merupakan hasil dari program reboisasi pemerintah sebelumnya yang dipersiapkan kurang matang. Diketahui pinus dan ekaliptus menghasilkan zat alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan bawah juga memiliki kemampuan proteksi tanah yang kurang baik. Keberadaan tumbuhan bawah penting dalam proses penyerapan air hujan (infiltrasi).
Akibat dari infiltasi yang terhambat adalah air limpasan (run-off) menjadi meningkat. Konsekuensinya antara lain debit air menjadi menurun dan tanah menjadi labil dari banjir dan longsor. Di sisi lain, Gunung Lawu merupakan salah satu habitat bagi berbagai tumbuhan pegunungan di Jawa yang memiliki kekhasan dan kekompleksitasan floristik yang tinggi,” ujar Heri dari Yayasan Genbinesia menjelaskan panjang lebar kepada masyarakat hasil temuan evaluasi di sumber mata air Dukuh Tambak.
DPPU Adi Sumarmo sebagai perusahanaan BUMN memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan melakukan program CSR yang berfokus pada konservasi keanekaragaman hayati dan pemberdayaan masyarakat. Dalam menjalankan program CSR tentunya dilakukan Kerjasama dengan berbagai stakeholder terkait. Dalam hal ini DPPU Adi Sumarmo menjalankannya bersama dengan mitra stakeholder Balai TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dan KTH Tambak Indah juga menggandeng ahli bidang keanekaragaman hayati dari Yayasan Generasi Biologi Indonesia. Selain itu dalam proses pelaksanaan program juga melibatkan stakeholder lainnya yang saling terkait, seperti dari Kepala Desa Berjo, Perum Perhutani, dan lain-lain.
Upaya penyelesaian permasalahan sumber mata air kemudian dilakukan secara bertahap bersama-sama dengan para stakeholder. Dimulai dari pelatihan pembibitan tumbuhan yang memiliki fungsi ekologi mulai dari Proteksi tanah, konservasi air, perbaikan iklim mikro dan juga tumbuhan langka. Pelatihan dilakukan selama tiga hari dari Yayasan Genbinesia kepada KTH Tambak Indah selaku masyarakat binaan program.
Pasca pelatihan diberikan, masyarakat sudah bisa secara mandiri melakukan pembibitan, hasil pembibitan yang dilakukan pada Bulan Agustus 2022 dirawat sampai siap tanam. Barulah pada tanggal 27 Desember 2022, hasil pembibitan sejumlah 3000 pohon yang terdiri dari dari 500 batang pohon pinang jawa yang merupakan tumbuhan langka endemic Gunung Lawu, 100 batang pohon pasang yang merupakan tumbuhan langka, 250 batang jahe hutan, 20 batang pisang hutan, 100 batang pohon kalagondang, 50 batang pohon cale, 100 batang pohon loa, 100 batang pohon kimeng, 100 batang pohon awar-awar, 20 batang pohon jambu alas, 200 batang pohon kebak, 800 batang pohon aren, 160 batang pohon beringin, dan , 500 batang puspa yang kedua belas jenis tersebut merupakan tumbuhan yang memiliki fungsi ekologis sebagai tumbuhan proteksi tanah, konservasi air, dan perbaikan iklim mikro.
“Yang penting pohon yang ku tanam hidup, menanam dan merawat pohon ini bukan karena nantinya biar bisa dapat hadiah, tapi biar bisa dinikmati anak cucu,” kelakar salah satu anggota KTH Tambak Indah saat proses pelaksanaan penanaman pohon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H