Selain penggunaan kapal-kapal militer kecil dalam diplomasi gunboat, penggunaan kapal-kapal besar (kapal induk) juga dapat dilakukan pada saat diplomasi gunboat. Penggunaan kapal-kapal yang lebih besar dan terdiri dari banyak kapal atau armada kapal pada saat diplomasi, tentu saja memberikan tekanan yang berbeda dan lebih besar. Seperti Amerika yang menggunakan armada kapal besar yang bernama “Great White Fleet” pada awal abad ke-20, menandakan bahwa Amerika berusaha menyampaikan pesan bahwa mereka ingin dianggap sebagai pihak adikuasa di wilayah Timur-tengah.
Demikian pula dengan China, China menggunakan armada kapalnya di laut Mediterania selama pertengahan abad ke-19 hingga akhir abad ke-19 untuk terlibat dalam operasi anti-pembajakan dan memberikan indikasi yang jelas bahwa China memiliki kepentingan militer dan kepentingan investasi melalui penggunaan armada militer tersebut.
Terdapat perbedaan pendapat dan pandangan dari beberapa negara mengenai keefektifan strategi diplomasi gunboat ini. Perbedaan pertama yaitu, beberapa orang percaya bahwa era kehadiran nuklir telah menyebabkan peningkatan pemanfaatan dan penggunaan strategi diplomasi ini karena dinilai lebih legal dan dapat diterima serta dapat menyampaikan gerakan koersif sebelum perang secara tersirat namun disisi lain beberapa orang juga percaya bahwa strategi diplomasi gunboat dinilai tidak terlalu efektif karena Soviet saat ini telah setidaknya telah menolak untuk terpengaruh dan terkesan dengan gerakan dan operasi militer yang dilakukan melalui strategi diplomasi gunboat. Perbedaan pendapat yang kedua yaitu, sebagian aktor negara dan masyarakat percaya bahwa untuk menunjukkan kekuatan terletak pada ketegasan dan memberikan sinyal yang paling jelas dan dirasa paling mengancam yang tindakan tersebut mungkin akan benar-benar terjadi ketika konflik terjadi.
Pada umumnya, strategi diplomasi dengan menggunakan diplomasi gunboat merupakan bentuk unjuk kekuatan yang paling sering digunakan karena melibatkan penggunaan dan pemanfaatan kekuatan ancaman angkatan laut secara terbatas, bijaksana, dapat menimbulkan keuntungan dan mencegah kerugian, serta dapat digunakan pada suatu sengketa yang melibatkan dunia internasional ataupun terhadap sekelompok warga asing didalam wilayah yuridiksi di negara mereka sendiri.
Pada intinya, pemanfaatan dan penggunaan armada militer angkatan laut secara terbatas merupakan cara yang dianggap sebagai suatu cara yang paling mencerminkan konsep diplomasi gunboat, dengan menyebarkan armada militer angkatan laut dan membawa kepentingan luar negeri negeri. Melalui demonstrasi kekuatan dan niat serta keahlian teknis dalam menggunakan kekuatan maritim, dapat menciptakan lingkungan yang dapat melakukan diskusi, negosiasim dan diplomasi dalam menemukan solusi atas permasalah tertentu yang sedang terjadi tanpa perlu adanya kekerasan militer yang dapat menyebabkan korban jiwa serta kerugian dan hancurnya harta benda.
Selain itu, penerapan strategi diplomasi gunboat dianggap merupakan strategi diplomasi yang praktis dan selalu lebih siap jika nantinya akan terjadi perang. Gerakan armada militer yang dapat lebih mudah diatur dan diubah dari formasi yang damai hingga formasi yang bersiap untuk berperang, kunjungan rutin, serta pengibaran bendera dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dengan menggunakan senjata dalam hal untuk melindungi kepentingan nasional luar negeri dari campur tangan pihak asing. Gerakan tersebut juga dapat diberhentikan dalam waktu yang singkat juga, dan tindakan-tindakan unjuk kekuatan tersebut akan meninggalkan kesan yang cukup lama dalam ingatan pihak asing.
Dalam beberapa sumber, Taktik Koersif memiliki legitimasi yang dipertanyakan karena teknik ini sering kali terlibat dengan pelanggaran antar setiap hukum nasional, norma-normal mengenai berperilaku, dan efektivitas jangka panjang yang seringkali juga dipertanyakan karena taktik ini sering cepat memudar dan tidak berbekas lama serta dapat merusak reputasi pengguna taktik ini dalam jangka panjang. Hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan diplomasi gunboat, yang berfokus pada unjuk kekuatan.
Teori diplomasi Koersif mencoba untuk mengubah status quo, sementara Diplomasi Gunboat yang bersifat pencegahan mencoba untuk melestarikannya. Diplomasi Koersif dapat terjadi ketika kekuatan armada militer digunakan secara demonstratif, bertahap, dan berusaha menekan lawan untuk memperhitungkan kembali atas tindakan serta langkah yang telah menyebabkan diplomasi Koersif dan kemudian menyetujui setiap solusi yang ditawarkan selama solusi tersebut dapat menghentikan konflik.
Sedangkan Diplomasi Gunboat, adalah bentuk diplomasi yang dilakukan dengan cara menggunakan kekuatan ancaman armada militer untuk mencegah pihak lawan melakukan sesuatu yang dapat memicu konflik yang lebih parah pada masa yang akan datang jika tindakan tersebut tetap dilanjutkan dan tidak dihentikan atau direvisi dan diperhitungkan kembali.
Diplomasi Koersif berusaha mendorong dan menekan motivasi lawan dengan cara eksploitasi agar dapat menimbulkan kerusakan, hal ini akan terus berlanjut dan tergantung dari keputusan dan tuntutan lawannya apakah akan mematuhi atau tidak. Diplomasi gunboat, lebih bergantung pada ketakutan secara emosional, penilaian secara rasional mengenai biaya dan manfaat jika konflik tetap berlanjut, serta ketidakpastian dan risiko yang mungkin dapat terjadi. Diplomasi gunboat dapa memasukkan unsur diplomasi koersif dan pencegahan konflik tergantung situasi yang sedang dihadapi, meskipun terkadang disertai dengan komunikasi yang lebih rendah.
Daftar Pustaka