Mohon tunggu...
Dostry Amisha
Dostry Amisha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Mahasiswa S1 prodi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Ada Apa Dengan Cinta", Film Fenomenal Awal Kebangkitan Perfilman Indonesia

17 September 2023   10:00 Diperbarui: 17 September 2023   10:13 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film merupakan produk komunikasi karena terdapat pesan yang ingin disampaikan terhadap khalayak melalui medium yang beragam. Menurut Astuti (2022, h.5) film merupakan gambar bergerak yang membentuk sebuah alur cerita. 

Film terdiri dari gambar yang bergerak baik menggunakan suara maupun tanpa suara (Astuti, 2022, h.5). Pada tahun 1900, Belanda pertama kali memperkenalkan film di Indonesia. Film tersebut awalnya sebagai hiburan yang  hanya ditujukan bagi orang eropa dan priyayi (elit pribumi). 

NV Java Film Company merupakan Perusahaan film pertama milik Belanda yang berdiri pada tahun 1926 di Bandung. Di Indonesia, bioskop pertama kali didirikan oleh para pedagang Tionghoa pada tahun 1910 di Batavia atau sekarang disebut Jakarta (Astuti, 2022, h.7). 

Film pertama yang ditayangkan adalah film dokumenter berceritakan perjalanan Raja dan Ratu Belanda di Den Haag (Alfathoni, 2020, h.4). Pemutaran film tersebut menjadi awal berdirinya The Rojal Bioscope, gedung bioskop pertama di Indonesia.

Film pertama Indonesia lahir pada tahun 1926 berjudul Lutung Kasarung ketika Indonesia masih bernama Hindia Belanda. Film Lutung Kasarung merupakan film bisu pertama yang dibuat oleh L. Hueveldop dan G. Kruger. 

Sumber gambar: IMDb
Sumber gambar: IMDb

Pada tanggal 30 Maret 1950, Darah dan Doa atau The Long March Of Siliwangi hadir sebagai film pertama Indonesia tanpa campur tangan belanda yang disutradarai oleh Usmar Ismail (Muhlisiun, 2016, h.237). Hari produksi film Darah dan Doa diperingati sebagai Hari Film Nasional dan Usmar Ismail sebagai Bapak Perfilman Indonesia. 

Sumber gambar: CityMagz
Sumber gambar: CityMagz
Kala itu peredaran film nasional masih sedikit, perfilman nasional hanya mampu memproduksi dua hingga tiga film dalam setahun. Perfilman Indonesia semakin mengalami kemunduran yang diakibatkan adanya G 30S PKI serta hadirnya DVD, VCD, dan televisi yang berkembang pesat. Perkembangan film nasional tidak lepas dari pengaruh kebijakan pemerintahan pada saat itu. Perfilman nasional mulai bangkit pada tahun 2000 hingga sekarang.   

Film Ada Apa Dengan Cinta atau dikenal AADC karya Rudi Soedjarwo yang dirilis pada tahun 2002 menjadi penanda bangkitnya film nasional. Hadirnya film AADC secara tidak langsung mendukung naiknya perfilman nasional dimana para remaja saat itu untuk datang berbondong ke bioskop. 

Film Ada Apa Dengan Cinta memenangkan berbagai penghargaan dan ditayangkan hingga mancanegara. Film Ada Apa Dengan Cinta menjadi Film terlaris dan fenomenal sejak dirilis bahkan hingga saat ini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun