Nama Patrick Kluivert menjadi perbincangan jagad sepak bola di tanah air. Pemilihannya sebagai pelatih pengganti Shin Tae-yong mengernyitkan dahi sebagian pecinta Timnas Garuda.Â
Di balik itu ada rasa kecewa dengan pemecatan STY dan sekaligus sangsi dengan kualitas Kluivert dalam membawa Timnas Indonesia ke jalur yang tepat.
Ketika tiba di Indonesia untuk memulai perjalanannya sebagai pelatih timnas, Kluivert disambut dengan antusias sebagai manifestasi dari era baru Timnas Indonesia. Era baru itu bertujuan pada satu arah yakni mencapai Piala Dunia 2026.
Era baru itu sudah setengah jalan tercapai di masa kepelatihan STY. Peluang tembus ke Piala Dunia 2026 masih terbuka asalkan Indonesia meraih hasil positif pada empat laga tersisa.Â
Dengan ini, Kluivert perlu melanjutkannya dan harapannya keberlanjutan itu terarah pada pemenuhan pada ekspetasi pecinta sepak bola di Indonesia, yakni bermain di Piala Dunia 2026. Â
Namun, perlu disadari bahwa Kluivert pastinya menaruh ekspetasi tertentu dengan Timnas Indonesia.Â
Apalagi skuad Timnas Garuda yang diwarisi oleh STY sebagian besar dihuni oleh para pemain naturalisasi yang nota bene berasal dan ditempah oleh iklim sepak bola negara Belanda.
Ketika ekspetasi Kluivert itu tak terjadi, boleh jadi ada keluhan yang bisa menjadikan alasan untuk membenarkan diri dan menanggapi kritikan publik.Â
Untuk itu, ketika ekspetasi itu tak tercapai dengan hasil yang baik, sekiranya Kluivert tak menjadikannya sebagai alibi atau pun alasan.
Ketika itu terjadi, reputasinya sebagai pelatih Timnas bisa menjadi bahan kritik dari suporter sepak bola Indonesia. Bagaimana pun, Kluivert sebenarnya tiba sebagai pelatih dengan disambut beban reputasi STY yang masih enggan dilepas oleh tak sedikit suporter Indonesia.