Seperti biasa, awal kepemimpinan, relasi politik di antara kedua belah pihak berjalan akur dan harmonis. Bahkan, baik presiden maupun wakil presiden mendapatkan jabatan di kabinet. Marcos Jr., selain sebagai presiden juga memegang kendali departemen pertanian. Lalu, Sara memegang jabatan menteri di departemen pendidikan.
Pembagian jatah itu tentu saja bagian dari kontrak dan bagi-bagi kekuasaan ala dunia politik. Namun, tak disangka pembagian itu malah menjadi salah satu biang dari kekacauan di antara kedua belah pihak.
Bermula dari dugaan penyalahgunaan anggaran di departemen pendidikan untuk kepentingan politik. Dugaan itu bermuara pada jalan komisi di DPR Filipina memanggil Sara guna mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya di Departemen Pendidikan.
Dugaan itu berujung pada keputusan Sara mengundurkan diri dari kursi menteri pendidikan. Pengunduran diri itu pun menjadi akhir koalisi antara Sara dan Marcos.
Di tambah lagi sekelumit persoalan politik yang menimpa keluarga Duterte pada beberapa bulan terakhir. Ayah Sara, mantan presiden Rodrigo Duterte periode sebelumnya dipanggil ke komisi DPR dan Senat untuk mempertanggungjawabkan masalah tentang "ekstra judicial killing" yang terjadi pada masa pemerintahannya.
Persoalan "ekstra judicial killing" berkaitan dengan kebijakan pada era Presiden Duterte yang menyatakan perang pada penggunaan dan penyebaran obat terlarang. Hanya saja, kebijakan itu dinilai telah menghilangkan banyak nyawa tanpa pengadilan yang legal dan prosedural.
Persoalan demi persoalan di tingkat nasional itu tentu saja menjadi pukulan telak untuk keluarga Duterte. Belum lagi, upaya kongres untuk meminta salah satu kepala staf dari Sara Duterte, Zuleika Lopez mempertanggungjawabkan beberapa hal yang berkaitan dengan kerjanya bersama Wapres Sara Duterte. Akan tetapi, Lopez menderita sakit dan itu diduga karena tekanan yang terjadi.
Persoalan politik di Filipina mempunyai sebab, salah satunya dari fondasi politik yang kurang kuat pada relasi politik yang terbangun antara presiden dan wapres. Kalau mau ditelusuri ke belakang, perkawinan politik antaran Duterte dan Sara terjadi lebih karena faktor untuk menaikkan elektabilitas daripada kesamaan ideologi politik.
Pasalnya, mantan Presiden Duterte sendiri pernah mengritik sendiri Marcos Jr. Bahkan, mantan presiden tersebut menilai Marcos sebagai pemimpin yang lemah. Makanya, tak sedikit yang memprediksi bahwa relasi politik antara kedua belah pihak sulit terjadi.
Namun, namanya kekuasaan politik selalu menggiurkan dan sulit ditolak. Tawaran dari Marcos bagi Sara untuk menjadi tandem politik diiakan dan jadilah kedua kubu bersatu di pilpres 2022. Kendati dua kubu bersatu, mantan Presiden Duterte tak pernah secara terbuka mendukung Marcos.
Lebih jauh, sistem yang dibangun di Filipina memiliki titik lemah. Pasalnya, kedua tandem kadang terbangun bukan karena sokongan politik yang kuat, tetapi karena faktor daerah dan latar belakang tertentu.