Kesepian menjadi fenomena negatif yang terjadi dalam kehidupan sosial. Hal itu tampak saat seseorang merasa terasing dan sendirian walaupun dia berada dengan orang lain dalam ruang tertentu.
Kesepian merupakan realitas terisolasi. Kita boleh saja berada dengan orang lain, tetapi ada batas dan gap untuk bersosialisasi dengan orang lain. Batas itu bisa saja tercipta karena tidak adanya waktu dan kesempatan untuk berkomunikasi.
Efek dari kesepian dan terisolasi cukup besar. Hal itu bisa mempengaruhi kesehatan fisik sekaligus kesehatan mental seseorang.
John Cacioppo, seorang psikolog menyatakan bahwa isolasi sosial memiliki dampak kuat pada kesehatan daripada dampak karena darah tinggi, kurang berolahraga, kegemukann dan merokok.
Cacioppo juga menilai bahwa isolasi sosial yang berdampak pada persoalan psikologis bisa mempercepat masa tua (bdk dlm buku Kieran Setiya, Life is Hard, hal 46).
Kesepian Anak di Keluarga
Situasi kesepian kadang terjadi pada anak di keluarga. Seorang anak merasa kesepian walaupun ada bersama dengan orangtua dan saudara-saudari yang lainnya.
Pernah saya mendengar keluh kesah seorang siswa. Dia mengatakan bahwa dia merasa terasing di keluargannya. Perlakuan orangtuanya seperti menunjukkan bahwa seolah dia bukanlah anak kandung.
Akibatnya, dia merasa sendirian. Sepi. Tak ada yang mau mendengarkan dan memperhatikannya.
Situasi itu pun berujung pada keterasingan. Tak merasa nyaman tinggal di rumah. Walaupun berada di rumah, pilihannya cenderung untuk menyendiri di kamar dan bermain phone.