Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jalan Buntu Rencana Perkawinan PDI-P dan Anies di Jakarta

20 Agustus 2024   06:59 Diperbarui: 20 Agustus 2024   07:35 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan (Foto: Rama Paramahamsa via Kompas.com)

Pemilihan Kepala Daerah Jakarta kerap kali menjadi perhatian nasional. Walaupun statusnya bukan lagi ibukota negara, namun Jakarta tetap menjadi magnet politik nasional. Alasannya karena sebagian besar aktivitas di level nasional masih terjadi di Jakarta. 

Tak elak, percaturan politik di Jakarta seperti miniatur dari kontestasi politik di level nasional. Para elit partai dan politikus senior tak ragu untuk turun gunung dan berpartisipasi dalam kontestasi politik di Jakarta. 

Perkembangan politik terakhir jelang Pilkada di Jakarta cukup mengejutkan. Koalisi gemuk tercipta untuk mengusung calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta. 

Tak tanggung-tanggung, koalisi yang berada di bawah bendera Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus terdiri dari 12 partai politik dan mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta. 

Terciptanya koalisi besar itu seperti menjadi batu sandungan bagi pencalonan Anies Baswedan sebagai calon gubernur Jakarta. 

Menariknya, beberapa partai yang berada di koalisi itu pernah mendukung Anies di Pilkada Jakarta lima tahun lalu. Bahkan, beberapa di antaranya sudah membuka suara untuk kembali mendukung Anies pada pilkada Jakarta mendatang. 

Namun, tak disangka Anies ditinggalkan dan partai-partai itu berputar haluan mendukung Ridwan Kamil. Jadinya, Anies sepertinya berada di persimpangan dan peluang untuk maju ke kontestasi Pilkada Jakarta makin tipis. Terlebih lagi, Anies tak memiliki kendaraan politik berupa partai politik.

Bukan rahasia lagi jika Anies masuk kontestasi politik lantaran digaet oleh partai politik dan bukan karena melewati masa kaderisasi partai. Dengan kata lain, Anies masuk politik karena faktor popularitas yang sudah teruji.  

Terciptanya koalisi gemuk itu pun seperti menjadi hambatan untuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P. Sejauh ini, PDI-P enggan untuk bergabung dalam koalisi itu dan berencana untuk mengusung Anies Baswedan sebagai calon gubernur.

Memang, belum ada suara terbuka dari PDI-P untuk mendeklrasikan Anies. Namun, dinamika politik di Pilkada Jakarta yang sudah terkontaminasi oleh efek Pilpres 2024 sepertinya mengerucut pada rencana PDI-P untuk mendukung Anies. 

Akan tetapi, langkah PDI-P itu terlihat sulit tercapai lantaran jumlah kursi PDI-P di DPRD Jakarta tak memenuhi ambang batas. Hanya terdiri dari 15 kursi, sementara itu yang dibutuhkan untuk bisa menawarkan calon politik di kontestasi pilkada membutuhkan 22 kursi di DPRD Jakarta.

Oleh karena itu, koalisi gemuk KIM plus menjadi tantangan besar PDI-P untuk menciptakan "perkawinan" dengan Anies. Padahal, kalau PDI-P berhasil mengusung Anies, itu bisa membuat suasana politik di tanah air kian berwarna dan fleksibel. 

Pasalnya, PDI-P dan Anies mempunyai rekam jejak beda pilihan politik di Jakarta. Anies yang berhasil menjadi gubernur DKI Jakarta lima tahun lalu karena berhasil menang kontra Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal dengan Ahok yang nota bene diusung oleh PDI-P.

Namun, warna perbedaan politik terlihat berubah dan warna "musuh politik" meluntur semenjak kontestasi Pemilihan Presiden 2024. Anies dan PDI-P boleh dikatakan senasib lantaran kalah Pilpres dari kubu koalisi KIM yang mengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. 

Pilkada Jakarta pun bisa menjadi target bagaimana bangun dari kekalahan yang terjadi di Pilpres 2024. Salah satunya adalah bersatu melawan kekuatan politik KIM. 

Namun, upaya itu rada sulit terealisasi lantaran terciptanya koalisi gemuk. Menariknya, koalisi gemuk itu melibatkan partai-partai yang sebelumnya sudah mengusung Anies dan partai-partai yang sebelumnya berada di luar KIM. 

Peluang perkawinan PDI-P dengan Anies di Pilkada Jakarta masih bisa terjadi. Hal itu bergantung pada lobi politik PDI-P dengan partai-partai lain.  Komunikasi politik itu bergantung pada sikap politik PDI-P jika mau benar-benar mau mengusung Anies di Pilkada Jakarta. 

Pada tempat pertama, apabila PDI-P tetap mau mengusung Anies dan menjalin komunikasi dengan partai lain, PDI-P harus siap menerima konsekuensi politik yang diajukan oleh partai lain. Misalnya, syarat partai politik untuk menjadikan wakil dari Anies dari partai mereka. 

Langkah itu barangkali yang membuat PKS berpaling dari Anies dan merapat ke KIM plus lantaran mendapatkan jabatan wakil gubernur sebagai pendamping Ridwan . PKS mempunyai 18 kursi di DPRD dan jumlah itu sangat besar untuk mendukung salah satu calon di Pilkada. Makanya, pengusungan Suswono oleh PKS sebagai pendamping Ridwan sangatlah beralasan. 

Jalan PDI-P yang berencana mengusung Anies sebagai cagub Jakarta seperti berada di persimpangan jalan buntuh. Kebuntuan itu bisa terpecahkan apabila PDI-P berhasil melakukan lobi politik dengan partai-partai lain guna mendapatkan kuota yang pas untuk mengusung cagub di Pilkada Jakarta. 

Salam  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun