Resminya Kylian Mbappe bergabung dengan klub La Liga Spanyol, Real Madrid menarik perhatian banyak pihak. Dalam persentasi sebagai pemain Madrid, Mbappe seperti mengikuti jejak presentasi Cristiano Ronaldo pada tahun 2009 yang mana dihadiri oleh lebih dari 80.000 suporter di stadion Santiago Bernabeu.
Kehadiran Mbappe menguatkan Madrid. Paling tidak, hal itu didasari dari sisi kualitas Mbappe dan dibarengi dengan komposisi skuad Madrid secara umumnya.
Mbappe membuat lini depan Madrid kian menakutkan baik di tataran domestik maupun di level Eropa. Boleh dikatakan bahwa kehadiran Mbappe membuat peluang, Los Blancos untuk kembali mempertahankan juara Liga Champions dan La Liga Spanyol pada musim depan makin terbuka lebar.
Barangkali, rival abadi Madrid di Spanyol, Barcelona ketar-ketir dengan perekrutan Mbappe. Terlebih lagi, Barca tampaknya masih berupaya mencari arah untuk keluar dari keterpurukan baik itu performa tim di lapangan hijau maupun masalah intern klub.
Mengakhiri musim lalu tanpa gelar membuat Barca harus perlahan berbenah. Mulai dari drama Xavi Hernandez yang mesti diakhiri kontraknya sebagai pelatih di akhir musim.
Perekrutan Hansi Flick sebagai pelatih mengakhiri spekulasi lama semenjak Xavi berniat hengkang dari Barca di bulan Januari 2024. Spekulasi itu pupus lantaran Xavi mau memperpanjang kontraknya dengan Barca.Â
Namun, tak diduga "kata-kata" Xavi dalam salah satu konfrensi pers membuat manajemen klub agak berang dan memilih untuk mengakhiri kontraknya sebagai pelatih.
Flick yang berlatar belakang sepak bola Jerman bisa memberikan wajah baru pada permainan Barca. DNA Barca bisa dipoles, dan bisa saja hilang di tangan mantan pelatih Timnas Jerman dan Bayern Munchen tersebut.
Hemat saya, langkah Flick untuk mengubah gaya permainan Barca bisa ditolerir apabila bisa mengimbangi kekuatan Madrid dan juga memberikan prestasi bagi Barca di tataran domestik dan di Eropa.Â
Namun, Flick akan mendapat kritik dan celaan apabila langkahnya itu malah membuat permainan Barca melempem.