Secara iman, kita perlu memaknai bahwa tujuan hidup kita adalah surga, dan Tuhan Yesus sudah memberikan  jalan itu kepada kita. Lewat penampakan-Nya, hati dan pikiran kita bisa terarah bahwa kelak kita juga bisa tertujuh ke surga.
Oleh sebab itu, konsekuensi imannya cukup jelas. Paling pertama, cara hidup kita mesti bermuara pada surga dan tak begitu melekat dengan kehidupan duniawi saat ini.
Berbicara tentang kehidupan surgawi selalu melekat dengan cinta kasih. Kehidupan surgawi selalu penuh kebaikan, cinta, dan keadilan.Â
Dengan ini, kalau kita mau masuk surga dan mengarahkan hidup kita pada surga, kita mesti menunjukkan cara hidup yang sungguh-sungguh bermuara pada surga seperti melakukan kebaikan kepada sesama, menunjukkan cinta dalam kehidupan setiap hari, dan menegakan keadilan.Â
Dengan ini, gaya hidup kita di dunia merupakan persiapan bagi kita untuk menjalani hidup di dalam kerajaan surga.Â
Karena itu, kita tak bisa mengatakan bahwa kita mau masuk surga di kemudian hari, namun cara hidup kita bertolak belakang dengan wajah kehidupan surgawi.
Konsekuensi kedua dari peristiwa kenaikan Tuhan Yesus adalah undangan untuk menjalani kehidupan surgawi di dunia ini. Kehidupan surgawi bisa dimulai dari dunia ini. Dengan kata lain, kita perlu membangun "surga" di dunia lewat cara hidup yang mencerminkan nilai-nilai surgawi.
Caranya beraneka ragam, seperti melakukan kebaikan kepada sesama dan juga perlakuan yang penuh cinta kepada sesama di sekitar kita.Â
Sebaliknya, persoalan ketidakadilan di tengah masyarakat, perang yang terjadi di beberapa tempat di belahan dunia, pengrusakan lingkungan hidup, dan pelbagai kejahatan yang terjadi tidak mencerminkan wajah surgawi.
Toh, kehidupan surgawi selalu bermuatan nilai-nilai cinta kasih dan kebaikan. Nilai-nilai itu sekiranya ditunjukkan dalam kehidupan harian kita di dunia.Â
Oleh sebab itu, peristiwa kenaikan Tuhan Yesus  mengingatkan tujuan  hidup kita. Tujuan hidup kita adalah surga.Â