Sensasi kegemilangan klub Bundesliga Jerman, Bayer Leverkusen sangat memukau pada musim ini. Selain sudah mengkudeta trofi Bundesliga musim ini dengan mengakhiri dominasi 11 musim Bayern Muenchen sebagai kampiun, tim asuhan pelatih muda, Xabi Alonso itu juga sementara berada dalam rekor 46 laga tak terkalahkan di semua kompetesi.
Tak elak, Leverkusen bisa saja mendapat titel "The Invincibles Team" ala Bundesliga, Jerman. Titel itu pernah disematkan pada Arsenal asuhan Arsene Wenger yang tak pernah kalah dalam 38 laga di Liga Inggris musim 2003/04.
Di Bundesliga Jerman, Leverkusen masih menjadi satu-satunya tim yang belum terkalahkan. Mujizat gol-gol menit terakhir baik itu untuk meraih poin penuh maupun mengakhiri laga dengan hasil imbang sepertinya menjadi tuah dan sekaligus tren yang menaungi Granit Xhaka dan kawan-kawan.
Leverkusen juga masih berada pada jalur meraih trebel pada musim ini. Tertinggal dua trofi yang berada pada agenda Leverkusen.
Sejauh ini, Leverkusen berada di partai final DFB Pokal dan bermain di semifinal Liga Eropa kontra tim Serie A Liga Italia, AS Roma.
Oleh sebab itu, status Leverkusen sebagai tim belum terkalahkan musim ini akan mendapat tantangan serius kala bertandang ke markas AS Roma, stadion Olimpico dalam leg pertama semifinal Piala Liga Eropa.
Pelatih interim AS Roma, Daniele De Rossi mengakui bahwa Leverkusen memang belum terkalahkan, tetapi itu tak berarti bahwa Leverkusen tak bisa dikalahkan.
Pelatih yang menggantikan Jose Mourinho di bulan Januari lalu ini menyatakan bahwa Leverkusen mempunyai pemain yang sangat bagus, baik dalam urusan passing dan juga penyerang berbahaya.
Akan tetapi, mantan pemain yang berposisi sebagai gelandang AS Roma itu menilai bahwa jika timnya bisa merebut bola dari pemain Leverkusen, mereka akan gugup, kehilangan keseimbangan, dan formasi permainan.
Seperti terlansir dari AP Sports (1/5/24), De Rossi menyatakan bahwa dia cemas tentang Leverkusen, tetapi klubnya (AS Roma) percaya pada dirinya sendiri.
Roma juga mempunyai misi untuk tembus final kejuaraan Eropa untuk tiga musim berturut-turut. Sebelumnya, di era kepelatihan Jose Mourinho, Roma dalam dua musim sebelumnya masuk final turnamen level Eropa, Europe Confrence League dua tahun lalu dan Piala Eropa pada musim lalu.
Sebenarnya, semifinal antara Leverkusen kontra Roma menjadi ulangan dari partai semifinal musim lalu. Pada musim lalu, Giallorossi, julukan AS Roma, berhasil menang 1-0 di stadion Olimpico pada leg pertama.
Di leg kedua, AS Roma berhasil menahan imbang 0-0 Leverkusen di kandangnya. Tak elak, salah satu pemain Leverkusen, Jonathan Tah tak bisa menyembunyikan keinginannya untuk melakukan pembalasan dendam. Â
"Kami begitu dekat untuk mencapai final pada musim lalu dan kami tidak menyukai cara kami tersingkir. Jadi, saya sebenarnya berharap untuk bermain dengan mereka (AS Roma) lagi," ungkap Jonathan Tah dalam wawancara dengan The Associated Press.
Untuk itu, Leverkusen datang ke Olimpico bukan saja untuk memparpanjang rekor tak terkalahkan, tetapi memenuhi misi balas dendam musim lalu.
Untuk itu, misi De Rossi untuk mengakhiri tren Leverkusen taklah gampang. Mentalitas Leverkusen sementara berada pada titik terbaik, dan kekuatan tim begitu solid lantaran iklim dan euforia dari klub yang mengakhiri julukan negatif sebagai klub spesialis runner up tersebut.
Hal itu pun diamini oleh De Rossi. De Rossi, memang, menilai bahwa kedua tim memiliki kesamaan.
Namun, Leverkusen mempunyai kelebihan pada kepercayaan diri karena mereka berstatuskan juara Bundesliga Jerman. Status itu bisa membuat Leverkusen menyadari statusnya sebagai klub besar dan kenyataannya mereka bisa memenangi trofi Piala Eropa. Â
Misi De Rossi untuk mengakhiri tren Leverkusen taklah gampang. Leverkusen datang dengan penuh ambisi untuk memperpanjang tren tak terkalahkan, sekaligus ambisi untuk masuk partai final turnamen level Eropa untuk kedua kalinya dalam sejarah klub tersebut.
Pertama kali Leverkusen masuk final turnamen level Eropa terjadi di Liga Champions Eropa tahun 2002 saat bertemu Real Madrid. Akan tetapi, kala itu Leverkusen kalah dari Madrid.
Tak elak, musim ini menjadi momentum yang tepat untuk Leverkusen bisa berjaya di Eropa. Kondisi tim stabil. Mentalitas para pemain sementara terangkat. Dan, ambisi dan rasa lapar juga lagi panas.
Salam Bola
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H