Kekalahan Timnas Indonesia U-23 (0-2) (29/4/24) dari Timnas Uzbekistan U-23 pada partai semifinal Piala AFC U23 tak luput dari diskusi hangat pendukung timnas. Pelbagai pro dan kontra muncul, salah satunya mengenai keputusan hakim garis, Sivakorn Pu-udon.
Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi atas keputusan wasit berdarah Cina dan Thailand itu, yang pasti situasi tidak berubah.Â
Indonesia gagal masuk final Piala Asia U-23. Misi terakhir Indonesia adalah merebut tempat ketiga guna melaju ke Olimpiade, Paris, Perancis.Â
Oleh sebab itu, hemat saya, kekalahan Indonesia mempunyai makna tersendiri.Â
Pada tempat pertama, proyek yang dibangun oleh Pelatih Shin Tae-yong masih perlu dijaga dan serentak terus dibangun. Proyek STY belum sampai titik terbaik. Â
Mencermati dari jalannya laga kontara Uzbekistan, bisa dibilang bahwa kita masih kalah kualitas dari mantan negara Soviet Union dalam beberapa aspak.Â
Hal itu terlihat dari dominasi dari Uzbekistan yang tak hanya "menteror" lini belakang Indonesia sejak menit awal, tetapi juga mengunci dengan baik serangan dan peluang-peluang emas Timnas Indonesia.Â
Dengan ini, proyek STY belum sampai pada titik final dan akhir. Kita perlu tetap mendukung proyek asal Pelatih Korea Selatan tersebut, serentak tak ragu ikut memberikan nada-nada kritis agar kita tak terlena oleh hasil yang terjadi sesaat.Â
Pasalnya, tak sedikit suporter yang langsung "terlena" dengan euforia kualitas timnas Indonesia gegara Indonesia menyingkirkan Korea Selatan di babak perempat final. STY dielu-elukan. Timnas diagung-agungkan.Â
Seyogiannya, di balik sikap itu, kita perlu selalu mengawal timnas. Dukung saat berada level terbaik, dan tak ragu mengkritisi saat pola permainan sudah berada dari jalur terbaik.Â