Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tantangannya Hadapi Sikap Pemimpin yang "Playing Victim"

11 April 2024   20:01 Diperbarui: 11 April 2024   20:02 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tempat kerja. Foto: Freepik/pressfoto via Kompas.com

Bekerja dalam sebuah institusi dan tempat kerja tertentu selalu menggariskan adanya posisi pemimpin dan bawahan. Tiap posisi baik itu pemimpin atau pun bawahan memiliki tanggung jawab atau beban kerja yang berbeda. 

Di balik tanggung jawab itu, terjalin interaksi dan relasi antara pemimpin dan bawahan. Sejatinya, relasi kedua belah pihak itu berlangsung harmonis agar tempat kerja menjadi nyaman, target kerja tertentu bisa berjalan dan tercapai sebagaimana mestinya. 

Masalahnya, saat relasi antara pemimpin dan bawahan tak harmonis. Ketidakharmonisan  itu bisa menghambat alur  dan target kerja. 

Ketakharmonisan antara pemimpin dan bawahan itu bisa disebabkan oleh pelbagai faktor, seperti misal sikap dan perlakuan pemimpin atau juga perilaku dan tanggapan bawahan atas kepercayaan yang diberikan atas tugas tertentu. 

Pada satu sisi, sangat normal adalah masalah di tempat kerja. Namun, menjadi tak normal, saat situasi itu terjadi berlarut-larut, dan bermula dari seorang pemimpin. 

Pemimpin itu ibarat mercusuar yang menjadi panduan bagi bawahan. Saat pemimpin memberikan arah yang berbeda, arah bawahan juga berjalan tak tentu arah. 

 Tak jarang terjadi bahwa pemimpin juga menjadi sebab dari relasi tak harmonis di lingkungan kerja. Hal itu bisa disebabkan oleh pelbagai faktor, dan salah satunya adalah perilaku pemimpin dalam menyikapi masalah tertentu yang terjadi di lingkungan kerja. 

Salah satu sikap yang barangkali Anda pernah jumpai adalah playing victim seorang pemimpin. 

Sikap playing victim ini serupa dengan perilaku mencuci tangan setelah melakukan dan terjadi kesalahan dan masalah di dunia kerja. Ketika ada kesalahan dan masalah yang disebabkan oleh seorang pemimpin, ada upaya si pemimpin untuk lari dan membersihkan diri dari dari kesalahan dan masalah tersebut tersebut.

Upaya itu dilakukan dengan cara mencari faktor lain sebagai sebab dari terjadinya masalah dan kesalahan itu. Biasanya, si pemimpin mempermasalahkan faktor lain, seperti menjadikan bawahan tertentu sebagai "kambing hitama" atau situasi tertentu sebagai sebab dari kesalahan yang terjadi. 

Pendek kata, seorang pemimpin yang melakukan kesalahan dan menyebabkan terjadinya sebuah masalah berupaya untuk mengaburkan kesalahan yang dilakukannya dengan mencari tameng dan alasan lain untuk dijadikan biang dan alasan terjadinya sebuah kesalahan dan masalah di tempat kerja. 

Terang saja, sikap itu bisa menimbulkan persepsi negatif di lingkungan kerja, terlebih khusus dari bawahan. Reputasi seorang pemimpin bisa ternodai. Kepercayaan bawahan kepada pemimpin bisa mengabur, dan serentak bisa hilang sama sekali. 

Sikap playing victim adalah salah satu bentuk toxic dalam relasi, juga dalam relasi dunia kerja. Sikap ini tak memberikan solusi, tetapi malah bisa saja memperpanjang masalah yang terjadi di dunia kerja.

Pasalnya, sikap playing victim cenderung menjadikan pihak lain sebagai biang masalah. Padahal, di mata banyak orang atau bawahan, sudah jelas siapa yang menjadi sebab masalah. 

Satu cara menghadapi sikap playing victim adalah dengan membangun kontrol sosial yang cukup ketat dalam melihat masalah yang terjadi. 

Tentu saja, sangat sulit mengoreksi seorang pemimpin. Namun, tak menutup kemungkinan ada sistem kerja dan lingkungan yang bisa memungkinkan kontrol sosial di lingkungan kerja yang bisa menjadikan seorang pemimpin terbuka matanya melihat setiap masalah dan sebab dari masalah yang terjadi.

Bagaimana pun, gerak seorang pemimpin bergantung pada sistem kerja bawahan. Ketika bawahan membangun sistem kerja yang membuat pemimpin bisa melihat dan mengevaluasi sistem kerjanya, bukan tak mungkin si pemimpin juga tak gampang terjebak pada sikap playing victim. 

Lebih jauh, hal itu bisa terbangun apabila setiap pihak, terlebih khusus bawahan membangun kerja sama yang satu dan sama. Dalam mana, ada kontrol sosial di lingkungan kerja dalam melihat, membedah, dan mendiskusikan masalah yang terjadi. 

Yang terpenting, ketika masalah terjadi, perlu menunjukkan bukti dan pendasaran yang kuat agar menghindari  seseorang, termasuk seorang pemimpin dari upaya mencari sebab dari kesalahan dari orang lain. 

Sikap playing victim adalah toksik di dunia kerja. Sikap ini perlu dihindari agar kepercayaan di antara setiap pihak, terlebih khusus antara bawahan dan pemimpin selalu terjaga dan harmonis.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun