Dramatis, barangkali salah satu kata sifat yang bisa menggambarkan hasil big match antara Manchester United (MU) kontra Liverpool (4-3) di Old Trafford (17/3/24) dalam laga perempat final Piala FA.Â
Sebenarnya, lebih dari kata dramatis, laga ini menunjukkan arti dari persaingan dalam sebuah derby. Bukan rahasia lagi jika yang namanya derby selalu penuh tensi dan sulit diprediksi.
Liverpool yang sementara tampil konsisten datang dengan rasa optimis ke Old Trafford. Sebaliknya, pasukan pelatih Erik Ten Hag masih dinaungi oleh inkonsistensi sehingga lawatan Liverpool seperti menjadi ancaman yang merusak citra Old Trafford.Â
Namun, prediksi sebelum laga itu berbanding terbalik. Bruno Fernandes dan kawan-kawan berhasil memberikan perlawanan ketat pada tim asuhan Jurgen Klopp. Jual beli serangan dan gol pun tak terelakan dari laga yang terjadi hingga babak perpanjangan waktu.Â
Performa Terbaik MU
Mengandalkan formasi 4-2-3-1, Ten Hag coba meladeni kesolidan dan agresivitas dari permainan Liverpool. Bertandang ke Old Traffford, Klopp menurunkan skuad terbaik, termasuk Mohamed Salah di barisan penyerang.Â
Namun, MU yang lebih beramain bertahan dan efektif mampu membuat Liverpool kesulitan. Liverpool boleh saja mendominasi jalannya laga, tetapi, MU kerap mengancam gawang Liverpool yang dikawal oleh kiper kedua, C. Kelleher.Â
Salah satu  kelebihan MU pada laga ini adalah bermain berani menghadapi Liverpool. Ketika Liverpool melakukan serangan, MU juga tak ragu untuk bergorganisasi untuk melakukan serangan balasan.Â
Di sini, MU tak terprovokasi oleh dominasi Liverpool yang lebih cenderung bermain bertahan. Akan tetapi, MU juga tak targu untuk mengambil inisiatif untuk melakukan serangan atau pun menciptakan peluang.Â
Tak pelak, MU mencatatkan 28 tembakan ke gawang Liverpool dengan 11 yang tepat sasar. Semantara itu, Liverpool menciptakan 25 tembakan dengan 11 yang juga ke arah gawang Andre Onana.Â
Performa MU kontra Liverpool terbilang sebagai salah satu performa terbaik MU pada musim ini. Rasanya iklim inkonsistensi yang sementara bergelatut di kubu Setan Merah tak begitu tampak pada performa MU saat menjamu Liverpool.Â
Sebaliknya, MU tampil penuh dedikasi. Para pemain seperti Scott McTominay yang menggantikan posisi Casemiro dan K. Mainoo berhasil menjadi duo gelandang jangkar yang solid dalam berduel dengan para gelandang Liverpool. McTominaty bahkan mencetak gol pertama MU.Â
Begitu pula peran pemain pengganti yang dimainkan oleh Ten Hag. Antony dan dan Diallo yang masuk sebagai pemain pengganti mampu memberikan kontribusi, termasuk mencetak gol untuk MU.Â
MU menunjukkan performa yang cukup meyakinkan saat menjamu Liverpool di Old Trafford. Tak berlebihan jika performa MU menjadi penampilan yang terbaik MU pada musim ini lantaran para pemain mampu meladeni gempuran Liverpool dengan serangan yang tak kalah gesit dan terorganisir.Â
Efek untuk Erik Ten Hag
Laga kontra Liverpool bisa menjadi salah satu referensi MU dalam menilai keberadaan Erik Ten Hag sebagai pelatih. Apabila bila kalah, suara "cerewet" suporter Setan Merah bisa saja makin menguat dan meminta salah satu pemilik klub Sir Jim Ratcliffe untuk menggantikannya di akhir musim.Â
Namun, kemenangan MU seperti menghadirkan nasib baik untuk Ten Hag. Performa MU kontra Liverpool seperti membangunkan kembali performa ala Theatre of Dreams, julukan tim yang pernah sukses di era pelatih Sir Alex Ferguson di tahun 90-an.Â
Posisi Ten Hag bisa saja ikut terpengaruh. Tempatnya di kursi pelatih MU bisa bertahan, apalagi bisa meraih gelar Piala FA, satu-satunya gelar yang masih menjadi kejaran MU musim ini, dan mempertahankan performa yang sama hingga akhir musim.Â
Jika kekalahan yang terjadi, Ten Hag bisa mengikuti jejak para pelatih terdahulu seperti Jose Mourinho dan Ole Gunnar Solskjaer yang dipecat setelah menderita kekalahan dari Liverpool. Mourinho dipecat MU setelah kalah dari Liverpool di Anfield tahun 2018. Sementara itu, Solskjaer dipecat pada November 2021, sebulan setelah MU kalah 5-0 dari Liverpool di Old Trafford.Â
Oleh karenanya, kemenangan dramatis kontra Liverpool menjadi salah satu berkat baik untuk Ten Hag. Tempatnya di kursi pelatih bisa saja aman, baik dari bidikan kritik suporter MU, maupun dari pertimbangan pemilik klub.Â
Pelajaran untuk Liverpool dari Old Trafford
Tersingkirnya Liverpool dari ajang Piala FA mengakhiri ambisi tim berjuluk The Reds itu meraih empat piala pada musim ini. Tertinggal dua piala yang masih bisa diperebutkan Liverpool, yakni Liga Inggris dan Piala Liga Eropa.Â
Jalannya tak begitu gampang. Untuk konteks Liga Inggris, persaingannya cukup ketat lantaran Liverpool yang sementara berada di peringkat kedua klasemen sementara didempat ketat oleh Manchester City di posisi ketiga. Kedua tim hanya terpaut 1 poin.Â
Jalan Liverpool untuk mengangkat trofi Liga Inggris musim ini sangat menantang karena Arsenal yang sementara di puncak sementara tampil konsisten. Begitu pula, juara bertahan Man City yang tak mau tolak tunduk dalam merelakan trofi Liga Inggris musim ini berlabuh ke klub lain.
Oleh sebab itu, Liverpool perlu menjaga konsistensi hingga akhir musim. Masih ada 10 laga yang perlu dimainkan di Liga Inggris, dan beberapa laga itu, Liverpool akan bermain kontra tim-tim kuat seperti Arsenal dan Man City.Â
Barangkali peluang terbesar Liverpool untuk mengangkat trofi bisa terjadi di Piala Liga Eropa. Secara umum, Liverpool dipandang sebagai favorit juara apabila menimbang performanya hingga melaju ke babak 8 besar Liga Eropa.Â
Kendati demikian, bertolak dari kekalahan di Old Trafford, Liverpool sekiranya perlu berwaspada. Faktor favorit bukan menjadi satu-satunya takaran bisa meraih hasil kemenangan.Â
Sebelum bermain kontra MU, Liverpool dipandang sebagai favorit karena mempunyai skuad yang cukup berimbang. Namun, tak disangka MU mampu memberikan perlawanan yang ketat hingga menyingkirkan Liverpool dari kompetesi sepak bola tertua di dunia tersebut.Â
Hal yang sama bisa saja terjadi di Liga Inggris dan Liga Eropa. Dengan ini, Liverpool yang sudah mengoleksi satu trofi, Piala Carabao pada musim ini tak boleh jumawa dengan konsistensi yang ditampilkan. Masih ada pekerjaan rumah yang perlu dibenahi, termasuk saat bermain tim-tim solid.Â
Dalam satu bulan terakhir, Liverpool sebenarnya sudah tumbang dua kali,. Selain dari tangan MU tadi malam, juga Liverpool kalah dari Arsenal (3-1) dalam lanjutan Liga Inggris. Kemenangan Arsenal itu membuka lebar-lebar pintu persaingan di tiga besar Liga Inggris pada musim ini.Â
Untuk itu, kekalahan dari Old Trafford menjadi pelajaran berharga untuk kembali membangun tim serentak menjaga konsistensi dan mentalitas tim.  Alih-alih  bermimpi untuk meraih trebel, Liverpool perlu melihat faktor-faktor yang membuat timnya kalah saat melawan tim yang bermain solid dan agresif seperti yang ditampilkan oleh MU.Â
Salam Bola
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI