Terang saja, timnas Palestina pun mempersembahkan partisipasi mereka di Piala Asia 2023 untuk memberikan ketenangan batin bagi keluarga mereka yang dilanda oleh konflik.
Pada tempat pertama, performa timnas Palestina tak bisa lepas dari kecintaan para pemain atas negara di mana mereka lahir dan dibesarkan. Situasi di dalam negeri bisa saja menjadi motor yang menggerakkan energi mereka untuk memberikan yang terbaik. Persembahan yang terbaik itu merupakan jalan untuk memberikan dukungan bagi sama saudara mereka yang sementara didera konflik.
Bahkan, kalau menilik sejarah perkembangan sepak bola di Palestina, olahraga sepak bola di Palestina lebih sebagai simbol perjuangan. Sepak bola sudah diperkenalkan sejak tahun 1920-an di Palestina. Di tahun 1952, Palestina sudah mempunyai badan sepak bola, tetapi baru di tahun 1998, badan sepak bola itu diakui oleh Asosiasi Sepak Bola Internasional atau FIFA.
Sejak awal keberadaannya, sepak bola dijadikan sebagai alat untuk menunjukkan perjuangan Palestina sebagai negara. Tentu saja, banyak tantangan terjadi, terlebih khusus dari relasi konflik Israel. Bahkan, ada pemain asal Palestina yang kehilangan nyawa akibat dari konflik yang terjadi antara kedua negara. Â
Kendati demikian, semenjak badan sepak bola Palestina diakui FIFA, jalan Palestina untuk menunjukkan perjuangannya sebagai negara pun makin lebar. Bermotifkan dengan semangat itu, para pemain yang beberapa di antaranya merupakan diaspora di beberapa negara berupaya untuk tampil maksimal dan menunjukkan kualitasnya. Tujuannya agar nama negara diakui, diapresiasi, dan dipandang positif oleh dunia internasional. Â Â
Dengan ini, semangat untuk bermain tak bisa lepas dari kecintaan seorang pemain pada negaranya. Makanya, sangat sulit seseorang membela timnas apabila si pemain tak memiliki ikatan batiniah yang kuat dengan negara yang dibela. Namun, ketika ada ikatan batiniah yang kuat terlebih lagi untuk konteks negara-negara yang sementara konflik, hal itu bisa menjadi motor yang menggerakan untuk tampil lebih konsisten.
Secara tak langsung hal ini seperti menjadi gugatan halus untuk proses naturalisasi pemain di Indonesia. Memang, peran pemain naturalisasi dalam menaikan level permainan Indonesia tak bisa diragukan. Namun, hal itu tak cukup apabila ikatan batin antara si pemain dengan negara yang dibela tak begitu kuat. Kecenderungannya adalah bermain untuk membela seragam yang dikenakan tetapi bukan negara yang sudah tertulis kuat dalam batin mereka.
Oleh sebab itu, pelajaran paling pertama dan utama dari kelolosan Palestina adalah bukan soal kualitas tim, tetapi juga soal kecintaan dan keteguhan hati pemain dalam membela negara yang melekat pada seragam timnas. Kedekatan emosional yang kuat bisa menggerakan para pemain untuk berjuang tampil maksimal. Â
Piala Asia menjadi medium untuk menunjukkan perjuangan Palestina dan pesan kemanusiaan untuk situasi yang terjadi di negara ini. Harapannya, berkat jalan timnas Palestina di Piala Asia 2023, dunia internasional makin buka mata dan membantu Palestina keluar dari kemelut kemanusiaan yang sementara terjadi.
Salam Bola
Â