Barangkali untuk PSI kehadiran Kaesang bisa menaikan pamor untuk partai di mata masyarakat. Namun, efek lain dari jalan politik yang diambil oleh PSI dengan menetapkan Kaesang sebagai ketum berjalan terbalik dengan proses kaderisasi di dalam partai.
Kaderisasi biasanya berjalan dalam sebuah proses yang sudah diatur dan ditentukan oleh sebuah organisasi. Agar seorang politikus bisa sampai pada posisi politik dan juga mendapatkan pengakuan politik, dia mesti melalui proses yang telah diatur partai. Tujuan akhirnya agar marwah partai melekat kuat dengan kader.
Dengan kata lain, proses yang makin baik dan lama bisa menempah kader menjadi politikus yang mengerti tentang visi dan misi partai serentak bisa menghidupkan nama partai dalam kontestasi politik.
Menilik langkah PSI dengan menetapkan Kaesang sebagai ketum partai tampaknya melangkahi makna dari kaderisasi dalam partai politik.Â
Memang, PSI identik dengan partai kaum muda, namun kaderisasi di antara kaum muda juga perlu agar setiap anggota memahami status keanggotaan dan peran mereka dalam partai.
Untuk itu, sangat sulit dimengerti ketika Kaesang yang baru diterima sebagai anggota partai langsung ditetapkan sebagai ketum.Â
Lantas, bagaimana dengan kader partai yang sudah lama berada dalam partai dan berjuang kuat untuk menghidupkan nama partai?
Bukan tak mungkin, ada nada protes karena upaya dan kerja keras mereka sebagai kader partai bertepuk sebelah tangan lantaran partai mengambil langkah instan dalam menentukan pemimpin dari organisasi.
Juga, hal itu melemahkan daya tarik publik pada partai. Termasuk persepsi negatif pada kaderisasi partai lantaran partai malah mengambil langkah instan dalam menetapkan ketum partai.
Boleh saja, dari sisi popularitas Kaesang memberikan efek positif untuk nama partai. Namun, langkah yang diambil partai yang langsung menetapkan Kaesang sebagai ketum partai setelah tiga hari penerimaannya sebagai anggota partai sangat berseberangan dengan makna kaderisasi dalam partai politik.
Salam