Peta politik menjelang pemilihan umum 2024, terlebih khusus pemilihan presiden dan wakilnya (pilpres) mulai mendapatkan titik terang. Beberapa partai politik sudah membentuk barisan koalisi demi kepentingan pilpres 2024.
Koalisi itu bisa menunjukkan kekuatan politik yang akan dibangun pada pilpres 2024. Tentu saja, koalisi itu terbangun lantaran kepentingan politik yang satu dan sama, disertai kontrak politik ketika kepentingan politik tercapai lewat pilpres.
Koalisi itu sendiri sangat bermanfaat untuk partai politik dalam pengusungan dan penglolosan kandidat tertentu maju pilpres. Ketika koalisi itu mencapai persentasi suara yang mencukupi seturut aturan pemilu, maka langkah dan strategi politik pun dibangun.
Kesolidan sebuah koalisi sangatlah penting. Paling tidak, koalisi itu menunjukkan dan membuktikan kepada masyarakat mengenai komitmen politik dalam mendukung sosok atau figur tertentu dalam pilpres.
Namun, ketika koalisi tak kuat, persepsi politik masyarakat ikut terpengaruh pada kualitas koalisi itu dalam menjalankan politik praktisnya. Bahkan, efek sampingnya berujung pada keraguan tentang komitmen koalisi itu dalam mengusung sosok tertentu dalam kontestasi politik.
Oleh sebab itu, kekuatan koalisi bukan bergantung semata-mata pada kuantitas partai yang bergabung di dalamnya. Juga, bukan bergantung pada faktor apakah koalisi gemuk ataukah ramping.
Hal itu sangat bergantung pada komitmen bersama dari koalisi yang bergabung dalam satu atap. Dalam mana, koalisi itu kuat dan solid dalam mendukung satu agenda politik hingga pilpres 2024.
Dari koalisi yang ada saat ini, kekuatan mereka belum sepenuhnya teruji. Dinamika perubahan koalisi masih bisa saja terjadi. Hal itu sangat bergantung pada lobi dan komunikasi politik di antara partai politik.
Ujian komitmen koalisi itu, hemat saya, bisa terjadi sewaktu penentuan bawacapres. Bagaimana pun, partai politik mau bergabung dengan partai yang mengusung capres lantaran partainya ingin dilirik sebagai cawapres.
Ketika target politik itu tak tercapai, saat itu pula perpecahan bisa saja terjadi. Efek lanjutnya adalah persepsi negatif pada partai politik yang memisahkan diri dan juga keraguan pada kualitas koalisi yang terbentuk.