Sevilla berhasil keluar sebagai juara Liga Eropa musim 2022/23. Prestasi itu adalah untuk ketujuh kalinya dalam sejarah klub asal La Liga Spanyol itu. Reputasinya sebagai raja dari turnamen Liga Eropa makin menguat.Â
Sebaliknya, kekalahan AS Roma menodai rekor Pelatih Jose Mourinho di segala turnamen di benua Eropa. Sebelum bermain kontra Sevilla, Mourinho mempunyai rekor yang cukup fantastis sebagai pelatih saat masuk turnamen di level Eropa.Â
Dari lima kali masuk final, Mou mampu membawa timnya menang. Termasuk musim lalu saat Mou berhasil mengantarkan AS Roma sebagai juara Euro League Confrence.Â
Sejauh ini, dari karir kepelatih Mou, tercatat pelatih asa Portugal ini sudah mendapatkan 2 trofi Liga Champions, 2 trofi Piala Eropa, dan Euro League Confrence.Â
Tak pelak, Mou terbilang sebagai pelatih yang cukup spesialis apabila bermain partai final untuk level Eropa. Taktik pragmatis, yang mana lebih menekankan hasil akhir kerap merepotkan lawan.Â
Namun, kontra Sevilla taktik itu tak berjalan lancar. AS Roma sempat unggul lebih dahulu dari Sevilla. Namun, malang tak bisa dihindari kala Roma kebobolan karena gol bunuh merah.Â
Pendek kisah, spesialisasi Mou di turnamen Eropa ternoda lantaran kalah dari Sevilla lewat drama adu penalti. Tampaknya, tuah Sevilla yang tak pernah kalah di tujuh partai final lebih kuat daripada rekor yang dipegang oleh Mou.Â
Laga kedua tim ini diwarnai oleh pelbagai nuansa. Mulai dari hujan kartu kuning dari wasit asal Inggris Antony Tailor, ketidakpuasan Mou dengan Taylor setelah laga, sampai aksi Mou yang melepas medalinya dan melemparkannya kepada salah satu suporter AS Roma.Â
Lantas, apakah Mou tak menghargai prestasi timnya itu?Â
Dalam wawancara selepas partai final, selain mengeritik kepemimpinan wasit, Mou juga menyampaikan kebangaan pada pencapaian dan prestasi timnya AS Roma.Â
Jadinya, aksinya membuang medali bukan karena kekecewaan pada perjuangan timnya, tetapi lebih pada penghargaan pada si penerima, dalam suporter AS Roma. Â
Beberapa inteprestasi yang bisa diambil dari aksi Mou tersebut kala melemparkan medalinya ke salah satu suporter.
Tampak jelas, aksi Mou terlahir dari kehendak yang cukup bebas lantaran dia mendekati tribun suporter AS Roma dan melemparkan medalinya kepada salah satu suporter.Â
Boleh jadi, di satu sisi aksi itu membahasakan ketidakpuasan Mou pada apa yang tercapai oleh timnya.Â
Selain itu, aksi Mou itu pun bisa membahasakan langkah Mou pada di musim depan. Tak sedikit klub yang masih melirik Mou, seperti Paris Saint Germain dan merekrutnya sebagai pelatih.Â
Oleh karena itu, aksi Mou itu sebagai tanda perpisahan. Medali itu pun sebagai kenangan untuk suporter Roma yang telah mendukung timnya di partai final.Â
Aksi yang dilakukan oleh Mou hampir sama dilakukan oleh pemain timnas Thailand U-22, Jonathan Khemdee. Thailand meriah medali perak setelah kalah 5-2 dari Indonesia.Â
Setelah menerima medali perak, Khemdee membuang medali tersebut beserta maskot SEA Games ke arah tribun penonton. Besar kemungkinan, Khemdee kecewa dengan hasil yang diperoleh oleh timnya yang gagal di final dan hanya meraih runner up.Â
Situasi persis sama dengan Mou. Akan tetapi, Khemdee membuang medali tanpa melihat siapa yang dituju. Kabarnya, medali perak Khemdee didapatkan oleh remaja Kamboja bernama Chhay Sathya.Â
Sathya tak ragu mengungkapkan kebanggaannya setelah mendapatkan medali tersebut karena tertera lambang negaranya Kamboja. Bahkan, medali itu ditawar dengan harga tinggi.
Sontak saja, aksi Khemdee mendapat kritikan karena dinilai tak menghargai maskot pemberian negara penyelenggara serentak upaya tim yang sudah sampai ke final.Â
Mou tampak membuang medali pada salah satu fans Roma. Barangkali Mou memberikan hormat kepada suporter yang mendukung Roma di Budapest, Hungaria tetapi timnya kalah.Â
Bagaimana pun, medali yang diberikan oleh Mou pasti mempunyai kenangan dan bisa memberikan penghargaan pada suporter yang datang. Toh, tak sedikit yang menghargai langkah Mou itu dengan memberikan tepuk tangan. Â
Sebaliknya, Khemdee melemparkan medalinya tanpa peduli siapa yang menerima. Terbukti, bukan suporter Thailand yang menerimanya, tetapi suporter Kamboja.Â
Jadi, tanda penghargaan pada medali itu begitu kentara. Tampak hal itu lebih pada peluapan kekecewaan dari hasil yang diperoleh dan tak menghargai apa yang telah tercapai.Â
Salam Bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H