Manchester City berhasil menjadi juara Liga Inggris musim 2022/23. Keberhasilan tim asuhan Pelatih Pep Guardiola ini mempertegas dominasi Manchester City di Liga Inggris dalam 6 musim terakhir. Trofi Liga Inggris musim ini menjadi raihan Man City dalam tiga musim berturut-turut.Â
Dominasi Man City tampak sulit dipatahkan lantaran tim-tim lain seperti Arsenal, Manchester United, Tottenham Hotspur, Liverpool, dan Chelsea menghadapi ritme yang tak konsisten. Arsenal yang sempat kokoh di puncak klasemen hingga paru kedua Liga Inggris musim ini perlahan menghadapi masa-masa tampil tak konsisten.Â
Sama halnya dengan MU. MU sempat memberikan warna persaingan di antara Arsenal dan Man City. Namun, tim asuhan Pelatih Erik Ten Hag ini juga dihantui oleh ketidakstabilan di dalam skuadnya. Ketakstabilan itu disebabkan oleh absennya para pemain penting karena faktor cedera atau pun akumulasi sanksi kartu.Â
Kendati demikian, pengaruh Erik Ten Hag sebagai pelatih MU tak boleh dipandang sebelah mata. Pada musim pertamanya, Ten Hag mampu menuntun MU di empat besar dan kemudian berhak bermain di Liga Champions pada musim depan.Â
MU berhasil duduk di peringkat ke-3 dengan raihan 70 poin dari 37 laga. Prestasi yang tak begitu buruk untuk kategori pelatih yang baru berkiprah di Liga Inggris.Â
Tak gampang untuk mencapai prestasi seperti itu lantaran iklim MU kala Ten Hag datang dan juga ketatnya persaingan di Liga Inggris. Terbukti, pada dua laga perdana musim ini, MU langsung mendapatkan kekalahan. Kekalahan itu seperti memberikan alarm kepada Ten Hag mengenai iklim persaingan di Liga Inggris.Â
Pelan tetapi pasti, Ten Hag mencari formula yang tepat untuk membangun konsistensi performa MU. Upaya itu mulai berbuah saat para pemain mampu menerjemahkan ide dan menuruti aturan Ten Hag dan juga para pemain yang dibeli di awal musim ini mampu beradaptasi dengan baik.Â
Ten Hag datang dengan sejumlah aturan yang mesti dipatuhi oleh para pemain. Mulai dari kedispilinan hingga cara berelasi di antara satu sama lain. Bahkan, Ten Hag tak segan memberikan sanksi pada pemain yang tak patuh.Â
Terbukti, saat Ten Hag memberikan sanksi pada Cristiano Ronaldo yang memilih keluar lebih awal dari lapangan saat MU masih berlaga kontra Tottenham Hotspur.Â
Dengan aturan tersebut, Ten Hag mampu mengontrol ruang ganti. Para pemain tahu siapa yang menjadi "bos" di tim dan bagaimana harus mengikutinya.Â
Cara itu pun melapangkan jalan Ten Hag dalam mengatur skema permainannya. Mengandalkan formasi 4-2-3-1, Ten Hag kerap memainkan skema yang sama dan pemain yang relatif yang sama. Jadinya, konsistensi dan intensitas permainan tak begitu berubah lantaran Ten Hag tak sering mengubah formasi permainan.Â
Masalah yang dihadapi Ten Hag saat ada pemain yang absen karena faktor cedera dan akumulasi kartu. Apalagi, pemain yang absen sudah menjadi pemain andalan dan posisinya sudah sangat tak tergantikan dalam formasi yang diterapkan.Â
Masalah makin panjang saat Ten Hag tak mempunyai pelapis yang sepadan. Misalnya, saat Bruno Fernandes dan Casemiro absen, Ten Hag tak memiliki pemain berkualitas yang sepadan untuk menutup para pemain tersebut.Â
Sama halnya dengan realitas keabsenan dengan duo bek penting, Lisandro Martinez dan Raphael Verane menjelang akhir musim ini. Kedua bek ini kerap dimainkan Ten Hag dalam laga-laga besar. Namun, keduanya harus absen karena faktor cedera.Â
Memang, Ten Hag mempunyai bek pelapis, yang nota bene umumnya bek-bek peninggalan era pelatih sebelumnya. Masalah lini belakang menjadi salah satu persoalan terbesar MU sejak musim lalu. Makanya, saat bek-bek itu dimainkan, performa MU ikut terpengaruh.Â
Masalah agak terpecahkan kala Ten Hag menduetkan Martinez yang dibeli dari Ajax awal musim ini dengan Verane. Juga, Malacia memberikan persaingan untuk Luke Shaw di sisi kiri. Begitu pun lini tengah mulai tampil solid bersamaan dengan proses adaptasi Casemiro dan Erikssen yang berjalan lancar.Â
Namun, saat pemain penting itu absen, intensitas permainan MU menurun. Bahkan, kesolidan lini belakang juga ikut terpengaruh.Â
Hal itu menjadi masalah besar MU yang patut terpecahkan pada musim depan. Pada tempat pertama, Ten Hag mencari pemain yang memberikan keseimbangan untuk tim. Paling tidak, tak ada gap yang cukup lebar antara pemain regular dan pemain di bangku cadangan.
Juga, hal itu bertujuan agar proses rotasi berjalan lancar. Bagaimana pun, proses rotasi perlu dibuat di tengah ketatnya persaingan di antara tim.Â
Untuk itu, pada tempat kedua, Ten Hag perlu memberikan pintu keluar untuk para pemain yang tak memberikan kontribusi kuat untuk tim. Tujuannya, agar Ten Hag mempunyai pilihan yang pasti dalam membangun keseimbangan tim.Â
Ya, musim depan Ten Hag perlu mencari solusi dari ketidakseimbangan di dalam skuadnya. Caranya dengan kembali aktif di bursa transfer pemain dan berani menanggalkan para pemain yang tak begitu berkontribusi besar untuk tim.Â
Ten Hag tampil meyakinkan di musim pertamanya di Liga Inggris sebagai pelatih MU. Berbekal pengalaman musim ini, Ten Hag bisa saja menantang dominasi kuat Man City pada musim depan.Â
Salam Bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H