Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilihan Cawapres Ganjar Perlu Searah dengan Jalan Jokowi

25 April 2023   18:33 Diperbarui: 26 April 2023   10:54 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi bersama Probowo Subianto dan Ganjar Pranowo.| Foto: Dokumentasi/Sekretariat Presiden via Kompas.com

Dinamika politik dalam tataran pemilihan umum presiden (pilpres) di tanah air kerap kali berada di luar prediksi. Prediksi politik di ruang publik selalu berjalan terbalik dengan keputusan para elit politik. 

Sebabnya pelbagai macam. Mulai dari faktor konsolidasi dari para kandidat hingga hasil diskursus politik partai-partai politik dalam mengusung kandidat tertentu. 

Pengusungan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden dari PDI-P memang sudah diprediksi oleh banyak pihak. Walau ada diskusi politik yang berseberangan dengan posisi Ganjar sebagai capres, namun pergerakan beberapa politikus sering kali terarah pada posisi Ganjar sebagai capres. 

Tentu saja, tugas PDI-P belum selesai. Pengusungan Ganjar sebagai capres belumlah kisah akhir dari langkah politik partai berlambang banteng itu. Tugas yang tak kalah beratnya adalah memilih tandem atau calon wakil presiden dari gubernur Jawa Tengah tersebut. 

Tugas ini cukup berat dan akan menyita perhatian publik. Ada beberapa alasan yang membuat tugas PDI-P dan Ganjar agak sulit dalam memilih cawapres. 

Bagaimana pun, cawapres mempunyai peran tersendiri dalam menaikan popularitas di capres. Jadi, cawapres harus menjadi faktor X untuk mengangkat elektabilitas. 

Makanya, sosok yang terpilih sebagai cawapres mempunyai kriteria seperti popularitas kuat di kalangan pemilih, diterima secara umum, dan ketokohannya bisa mengimbangi capres. Tak ayal, tugas PDI-P untuk menentukan cawapres Ganjar agar rumit. 

Selain itu, ada beberapa alasan yang mengitari pencarian PDI-P dari sosok cawapres. 

Alasan pertama adalah relasi politik dengan partai-partai politik lainnya. Pastinya, tak sedikit partai yang sudah menyiapkan nama dan menyodorkan nama itu apabila PDI-P merapat untuk berkoalisi. 

Tantangannya, ketika nama yang disodorkan tak sepaham dengan pikiran PDI-P. Pada titik itu, relasi politik tak terjadi dan malahan pecah. 

Alasan lainnya adalah banyaknya figur yang mempunyai elektabilitas tinggi apabila ditilik dari peluang mereka menjadi cawapres. Melansir survei Kompas id tertanggal, nama Ridwal Kamil, masuk dalam daftar tertinggi untuk cawapres. 

Keuntungan dari banyak nama yang tersedia memberikan Ganjar dan PDI-P untuk melakukan evaluasi politik dan segala kemungkinan yang terjadi. Namun, di balik keuntungan itu, PDI-P juga pasti kerumitan karena mereka bisa saja digodok oleh koalisi partai lainnya. 

Lalu, alasan ketiga yang menyulitkan dalam pemilihan cawapres adalah belum adanya relasi politik yang nyata dengan partai lain. Sejauh ini, belum ada partai yang secara terang-terangan menyodorkan nama cawapres. Umumnya, masih berkutat pada capres. 

Tugas PDI-P adalah melobi partai-partai lain untuk melihat kemungkinan untuk menjadi cawapres. Lobi politik itu pastinya dengan kesediaan PDI-P menerima konsekuensi politik sewaktu meraih kemenangan. 

Di balik tantangan-tantangan dalam memilih cawapres, langkah politik Ganjar bisa saja menjejaki langkah politik Jokowi di periode kedua. Tak sedikit yang terkejut dengan langkah PDI-P yang memilih Maruf Amin sebagai cawapres. 

Jokowi melepaskan relasi politik dengan Jusuf Kala yang menjadi wakilnya di periode pertama. Lalu, pada periode kedua, secara tak terduga, Jokowi mengandeng Maruf Amin yang waktu itu menjabat sebagai ketua MUI. 

Langkah itu bermuatan politik sekaligus memberikan keuntungan politik untuk Jokowi. Sosok Maruf yang mewakili wajah keislaman menjadi salah satu faktor penting dalam menaikan suara dari level pemeluk agama Islam. 

Juga, hal itu menjadi salah satu "hantaman" halus untuk pihak-pihak yang memainkan politik identitas, termasuk meragukan keislaman Jokowi. Namun, ketika Jokowi memilih seorang pemuka agama sebagai tandemnya, politik identitas dimentahkan dan keraguan pun makin pudar. 

Maka dari itu, pilihan Ganjar untuk cawapres bisa saja sealiran dengan langkah yang diambil Jokowi. Dalam arti, yang dipilih sebagi tandem bukan saja dari sisi popularitas di mata publik, tetapi juga sosok yang bisa merangkul setiap elemen masyarakat. 

Terlebih khusus, konteks masyarakat Indonesia yang masih lekat dengan jalan politik primodialisme. Dalam mana, pilihan sering diambil berdasarkan pada pertimbangan latar belakang tertentu, seperti soal agama, budaya, dan status sosial tertentu. 

Maka dari itu, pertimbangan dalam pemilihan seseorang yang melekat dengan latar belakang tertentu bisa menjadi salah satu pertimbangan. Hal itu bisa menjadi langkah Ganjar dalam mencari sosok yang patut dipertimbangkan sebagai cawapresnya di pilpres 2024 mendatang. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun