Manchester City menjadi salah satu tim yang berpeluang meraih tiga gelar pada musim ini. Piala Liga Champions Eropa, Liga Inggris, dan Piala FA.Â
Selain Man City, Manchester United juga berpeluang sama, tetapi hanya bedanya MU masih berpeluang di Liga Eropa dan Piala FA. Sebelumnya, MU sudah meraih trofi Piala Carabao atau trofi Liga Inggris.Â
Peluang Man City ke treble sangat terbuka. Di Liga Champions, Man City berhasil menang meyakinkan 3-0 atas Bayern Muenchen pada leg pertama di stadion Etihad.Â
Man City hanya perlu waspada pada misi comeback Muenchen di leg kedua tengah pekan ini. Hal itu sudah terjadi di musim-musim sebelumnya, di mana keunggulan 3 gol tak serta merta melapangkan jalan menuju ke babak selanjutnya.Â
Di Liga Inggris, Man City terus "meneror" Arsenal di puncak klasemen sementara Liga Inggris. Gap kedua tim hanya terpaut 4 poin, dan Man City memiliki satu tabungan laga. Apabila Man City memenangi laga tersisa, gap itu bisa terpangkas menjadi 1 poin.Â
Peluang untuk menyalib Arsenal makin besar karena kedua tim akan bertemu pekan depan. Laga kontra Arsenal bisa berasa final dan menentukan tim yang pantas meraih trofi Liga Inggris musim ini.Â
Lalu, di Piala FA, Man City sudah berada di semifinal. Selangkah lagi tim yang dilatih oleh Pep Guardiola ini bisa tembus final apabila mengalahkan Sheffield United pekan depan. Misi itu terlihat mungkin apabila menimbang kekuatan kedua tim. Hanya saja, Man City perlu mewaspadai semangat dari tim yang berada di level championship atau divisi dua Liga Inggris ini.Â
Untuk itu, menjelang akhir bulan ini, Man City tak hanya menghadapi jadwal yang padat dan ketat, tetapi juga menghadapi masa penentuan nasib di tiga kompetesi berbeda.Â
Bagaimana pun, Man City tak boleh menganggap enteng Man City karena keunggulan 3 gol di leg pertama. Segala sesuatu menjadi mungkin.Â
Terlebih lagi, Muenchen sementara terluka karena kondisi tim, baik di dalam lapangan maupun di ruang ganti. Luka itu terjadi karena performa tim yang mulai tak konsisten semenjak keputusan mengejutkan dengan pemecatan Julian Nagelsmann hingga konflik antara Sadio Mane dengan L. Sane di ruang ganti.Â
Pastinya, Muenchen menginginkan cara untuk memulihkan kondisi tim. Tuechel mau membuktikan diri sebagai sosok yang tepat menggantikan Nagelsmann. Juga, Muenchen mau memperbaiki situasi di ruang ganti di antara para pemain. Caranya adalah meraih kemenangan kontra Man City di stadion Allianz pada leg kedua Liga Champions Eropa.Â
Untuk itu, Man City perlu tetap waspada. Muenchen bisa saja membalikan keadaan. Ditambah lagi, faktor pengalaman Muenchen yang sudah "makan garam" di Liga Champions dan termasuk tim yang dari sisi tradisi sangat kompetetif kala bermain di Liga Champions.Â
Jalan di Liga Inggris dan Piala FA relatif agak menguntungkan Man City. Di Liga Inggris, Arsenal dihantui oleh masa lalu. Performa tim mulai tak konsisten. Ketakkonsistensi itu menyata saat performa Arsenal tak begitu meyakinkan selama 90 menit.Â
Dua laga terakhir menjadi bukti, di mana Arsenal sudah lebih dahulu unggul. Namun, keunggulan itu pupus lantaran Liverpool dan West Ham mampu menyamakan kedudukan. Akibatnya, Arsenal hanya mampu meraih 2 poin dari dua laga terakhir dan berbanding terbalik dengan Man City yang meraih 6 poin.Â
Oleh sebab itu, peluang Man City mengkudeta Liga Inggris dari tangan Arsenal sangat terbuka. Sama halnya, peluang Man City melajur ke babak final piala FA karena lawan Man City terbilang jauh dari sisi kualitas dengan Man City.Â
Akan tetapi, Man City bukannya tanpa tantangan dalam meraih tiga gelar pada musim ini. Hal itu sudah dibuktikan pada musim-musim sebelumnya, di Man City mempunyai peluang meraih tiga gelar dan bahkan empat gelar menjelang akhir musim, namun misi itu ambruk.Â
Tantangannya dari tim sendiri. Pada dua musim terakhir, Man City menghadapi tantangan kekurangan striker. Solusinya terjawab pada musim ini dengan kehadiran Erling Haaland dan Julian Alvarez. Kedua pemain muda ini menjawabi kebutuhan Man City dengan performa yang sangat mengagumkan.Â
Tantangan lainnya adalah metode eksperimen Pep Guardiola. Guardiola termasuk pelatih yang kerap melakukan eksperimen dalam soal taktik ketika melawan tim-tim kuat. Alih-alih mempertahankan taktik yang sama dengan komposisi pemain yang berada dalam kondisi terbaik, Guardiola kadang memainkan taktik yang mengejutkan.Â
Tak masalah ketika hal itu memberikan keuntungan untuk Man City. Misalnya, Guardiola memainkan John Stones sebagai gelandang jangkar bersama Rodri di lini tengah. Taktik itu berjalan manis karena pola penyerangan Muenchen tak bisa bergerak bebas.Â
Persoalannya, ketika eksperimen itu malah berujung petaka. Apalagi eksperimen itu dilakukan di laga-laga krusial, seperti saat bermain di semifinal atau partai final.Â
Contohnya, kala Man City bermain kontra Chelsea di partai Final Liga Champions tahun 2021. Dalam laga itu, Guardiola tak memainkan Fernandinho dan Rodri sebagai gelandang jangkar. Padahal, Fernandinho menjadi tulang punggung Man City pada musim itu.Â
Namun, secara mengejutkan, termasuk Thomas Tuchel pelatih Chelsea kala itu juga terkejut, membangkucadangkan Fernandinho dan memainkan Ilkay Gudogan di posisi tersebut. Alih-alih mau membangun permainan agresif, lini tengah keropos lantaran tak ada perlindungan yang kuat dari pemain seperti Fernandinho maupu Rodri.Â
Hal ini menjadi salah satu contoh dan tantangan bagi Man City, di mana Guardiola termasuk pelatih yang kadang melakukan kejutan dalam menyeleksi pemain. Termasuk, eksperimen di laga-laga krusial.Â
Tantangan lainnya adalah relasi dengan para pemain. Secara umum, Guardila mempunyai relasi akrab dengan para pemain karena umumnya para pemain di skuadnya adalah preferensi pribadinya sebagai pelatih Man City.Â
Kendalanya, kala pemain tak mengikuti instruksinya. Tanpa peduli reputasi dan kualitas dari si pemain, Guardiola tak segan untuk membangkucadangkan atau pun menyingkirkan si pemain.Â
Contohnya, Cancelo yang tampil apik tahun lalu, secara mengejutkan dibiarkan untuk dipinjamkan ke Muenchen pada bulan Januari lalu. Kabarnya, hal itu tak lepas dari relasi yang agak retak antara si pelatih dan pemain.
Gaya ini bisa menggoncangkan ruang ganti. Apalagi, jika hal itu berpengaruh pada para pemain penting seperti Kevin de Bruyne dan Erling Haaland. Bukan tak mungkin, hal itu mempengaruhi performa mereka.Â
Relasi dengan para pemain menjelang akhir musim sangat perlu terjaga agar upaya untuk mengejar gelar hingga akhir laga bisa tercapai.Â
Salam BolaÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI