Pastinya, Muenchen menginginkan cara untuk memulihkan kondisi tim. Tuechel mau membuktikan diri sebagai sosok yang tepat menggantikan Nagelsmann. Juga, Muenchen mau memperbaiki situasi di ruang ganti di antara para pemain. Caranya adalah meraih kemenangan kontra Man City di stadion Allianz pada leg kedua Liga Champions Eropa.Â
Untuk itu, Man City perlu tetap waspada. Muenchen bisa saja membalikan keadaan. Ditambah lagi, faktor pengalaman Muenchen yang sudah "makan garam" di Liga Champions dan termasuk tim yang dari sisi tradisi sangat kompetetif kala bermain di Liga Champions.Â
Jalan di Liga Inggris dan Piala FA relatif agak menguntungkan Man City. Di Liga Inggris, Arsenal dihantui oleh masa lalu. Performa tim mulai tak konsisten. Ketakkonsistensi itu menyata saat performa Arsenal tak begitu meyakinkan selama 90 menit.Â
Dua laga terakhir menjadi bukti, di mana Arsenal sudah lebih dahulu unggul. Namun, keunggulan itu pupus lantaran Liverpool dan West Ham mampu menyamakan kedudukan. Akibatnya, Arsenal hanya mampu meraih 2 poin dari dua laga terakhir dan berbanding terbalik dengan Man City yang meraih 6 poin.Â
Oleh sebab itu, peluang Man City mengkudeta Liga Inggris dari tangan Arsenal sangat terbuka. Sama halnya, peluang Man City melajur ke babak final piala FA karena lawan Man City terbilang jauh dari sisi kualitas dengan Man City.Â
Akan tetapi, Man City bukannya tanpa tantangan dalam meraih tiga gelar pada musim ini. Hal itu sudah dibuktikan pada musim-musim sebelumnya, di Man City mempunyai peluang meraih tiga gelar dan bahkan empat gelar menjelang akhir musim, namun misi itu ambruk.Â
Tantangannya dari tim sendiri. Pada dua musim terakhir, Man City menghadapi tantangan kekurangan striker. Solusinya terjawab pada musim ini dengan kehadiran Erling Haaland dan Julian Alvarez. Kedua pemain muda ini menjawabi kebutuhan Man City dengan performa yang sangat mengagumkan.Â
Tantangan lainnya adalah metode eksperimen Pep Guardiola. Guardiola termasuk pelatih yang kerap melakukan eksperimen dalam soal taktik ketika melawan tim-tim kuat. Alih-alih mempertahankan taktik yang sama dengan komposisi pemain yang berada dalam kondisi terbaik, Guardiola kadang memainkan taktik yang mengejutkan.Â
Tak masalah ketika hal itu memberikan keuntungan untuk Man City. Misalnya, Guardiola memainkan John Stones sebagai gelandang jangkar bersama Rodri di lini tengah. Taktik itu berjalan manis karena pola penyerangan Muenchen tak bisa bergerak bebas.Â
Persoalannya, ketika eksperimen itu malah berujung petaka. Apalagi eksperimen itu dilakukan di laga-laga krusial, seperti saat bermain di semifinal atau partai final.Â
Contohnya, kala Man City bermain kontra Chelsea di partai Final Liga Champions tahun 2021. Dalam laga itu, Guardiola tak memainkan Fernandinho dan Rodri sebagai gelandang jangkar. Padahal, Fernandinho menjadi tulang punggung Man City pada musim itu.Â