Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jadi Bahagia dengan Gaya Hidup Minimalis

28 Maret 2023   11:02 Diperbarui: 28 Maret 2023   11:08 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hidup Minimalis. Foto: Shutterstock/Andrey_Popov via Kompas.com

Pemahaman tiap orang tentang kebahagian itu beragam. Ada yang bahagia lantaran faktor kepemilikan materi tertentu dan pencapaian status dan kondisi hidup tertentu. 

Namun, kenyataan sulit ditolak bahwa kebahagian itu tak kekal. Selalu sementara. 

Ada kalanya kita juga masuk dalam situasi tak bahagia walau ketersediaan materi mencukupi dan status tertentu tercapai. Sebabnya juga bervariasi. Misalnya, tak bahagia karena faktor masalah pribadi. Tak bahagia karena ketidakpuasan dengan apa yang dimiliki.  

Untuk itu, agar mencapai kebahagiaan yang benar-benar mutlak dan permanen sangatlah sulit. Kita perlu berdamai dengan kenyataan hidup, di mana kebahagian itu bisa berganti dengan musim kehidupan yang lainnya. 

Hemat saya, kebahagiaan melekat dengan cara hidup. Cara hidup yang melepaskan kita dari beban, baik beban pikiran dan hati. Kita tak terbelenggu oleh sesuatu atau juga oleh kondisi tertentu. 

Dan, saya memerhatikan bahwa salah satu cara untuk hidup bahagia adalah melepaskan diri dari keterikatan pada materi. Hidup sederhana. Tepatnya, hidup minimalis. 

Pasalnya, ketidakbahagian kerap muncul lantaran faktor keterikatan erat dengan materi dan status. Keterikatan itu memenjarakan kita pada pola pikir tertentu. Kita tak bebas. Pikiran kita penuh dengan pelbagai macam hal, terlebih kalau kita kekurangan atau pun kehilangan. 

Hidup minimalis sebaliknya menekankan keterlepasan dari penumpukan materi. Tepatnya, melepaskan keterikatan dari materi. Muara akhirnya agar kita pun hidup tenang dan bahagia. 

Memang, tak gampang untuk menjalankan tipe gaya hidup seperti ini. Paling kurang, kita membutuhkan kesiapan batin dan mental untuk melepaskan dari keterikatan. Makanya, untuk mencapai tingkat terbaik dari gaya hidup minimalis, kita membutuhkan proses yang tak pendek. Prosesnya agak lama dan bergantung pada konsistensi kita. 

Di awal tahun ini, saya coba menerapkan gaya hidup minimalis. Langkah pertama yang saya buat adalah membersihkan kamar tidur dari barang-barang yang umumnya tak dipakai dan tak dibutuhkan. Kalau masih baik, saya kumpulkan di salah satu box dan kemudian diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. 

Ternyata, melepaskan diri dari barang tertentu sangatlah sulit. Apalagi, barang itu mempunyai ikatan sejarah atau pun nilai sentimental. Makanya, butuh waktu untuk benar-benar melepaskan, termasuk mengolah perasaan pada barang-barang tertentu. 

Hampir tiga bulan berlalu saya coba mempraktikan hidup minimalis. Lemari pakaian mulai tampak lengang. Demikian juga kamar tidur. Walau masih banyak hal yang perlu diberikan dan dihilangkan, paling tidak saya mulai mempunyai sikap tak begitu bergantung pada barang tertentu. 

Efeknya cukup mendamaikan pikiran. Rasanya ringan. Tenang. Kebahagian diri dengan apa yang dimiliki pun mulai tumbuh. Bahkan, ada kecenderungan untuk tak begitu peduli dengan barang-barang. 

Apabila saya membeli barang baru, misalnya satu baju baru atau satu celana baru, saya pun harus menyumbangkan satu baju atau celana ke orang lain. Tujuannya, agar tak terjadi penumpukan.    

Setelah barang, saya coba melatih gaya hidup minimalis dengan makanan. Puas dengan makanan yang disiapkan dan yang tersedia. Juga, makan apa adanya, bukannya makan dengan gaya memilih. 

Keuntungannya tak hanya hemat anggaran. Akan tetapi, kita tak begitu memikirkan apa yang mau dimakan dan tak komplain apabila makanan yang disediakan tak sesuai dengan selera.  

Kadangkala pilihan makanan membebankan pikiran. Terlebih kalau kita berada pada level memilih. Karena terlalu memilih, kita menjadi tak bahagia dengan apa yang dimiliki dan disediakan. 

Namun, ketika kita puas dengan apa yang dimiliki, pikiran bisa tenang. Tak begitu peduli dengan apa yang dimiliki. 

Pendek kata, gaya hidup minimalis sangat menekankan kesediaan hati kita untuk melepaskan diri dari keterikatan pada materi. Kita puas dengan apa yang kita miliki. Kita juga senang dengan apa yang kita miliki. Ujung-ujungnya, kita menjadi bahagia dengan apa yang kita miliki. 

Gaya hidup minimalis merupakan cara membangun kebahagian dalam diri. Kita melepaskan keterikatan kita pada barang atau sesuatu yang membebankan hidup kita. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun