Lantas, apakah natal harus mahal?
Seturut maknanya, natal selalu melekat dengan kesederhanaan. Seturut keyakinan iman, Tuhan dilahirkan di kandang natal, berpartisipasi dalam kehidupan manusia sebagai ungkapan kerendahan hatinya.Â
Terlebih lagi, Tuhan tak datang dalam keluarga yang berharta, tetapi keluarga sederhana dari Nazareth. Tuhan dilahirkan di Betlehem, tepatnya di kandang natal.Â
Tak heran, konsep natal selalu melekat dengan kandang natal. Hal ini sebenarnya mengingatkan kerendahan hati Tuhan sekaligus kesederhanaan hidup yang patut dicontohi. Â
Seturut latar belakang singkat ini, sangat jelas natal mesti mengedepankan kesederhanaan. Kesederhanaan itu terpancar lewat persiapan hati dan pikiran di masa natal.Â
Memang, persiapan fisik tak bisa  dihindari pada masa natal. Belanja untuk keperluan merayakan natal bukanlah sesuatu yang dilarang.Â
Sejauh apa yang dilakukan itu sebagai wadah untuk memperkuat pemaknaan masa natal, maka hal itu sah-sah saja untu dilakukan.Â
Persoalannya, ketika apa yang dilakukan keluar dari spirit natal. Misalnya, berbelanja banyak hal tetapi hal itu malah tak berimbang dengan kekuatan finansial keluarga.Â
Sama halnya dengan berutang hanya demi membeli baju baru atau pun barang-barang yang bisa dipakai pada natal.Â
Jadinya, hal ini cenderung menjadikan natal sebagai perayaan yang mahal. Pasalnya, orang memaksakan kebutuhan demi memuaskan keinginan sesaat.Â
Untuk itu, seyogianya kita perlu benar-benar berjalan pada spirit natal yang sesungguhnya. Kerendahan hati yang dibaluti oleh kesederhanaan.Â