Untuk konteks pribadi, terlalu mengharapkan orang dalam untuk mendapatkan kerja atau pun agar tembus masuk dunia pendidikan secara tak langsung membahasakan perendahan pada diri sendiri.Â
Tentu saja, ejekan dan sikap sinis hadir dari orang lain saat diketahui kalau kita berhasil masuk kerja, lulus masuk dunia pendidikan, atau pun mendapat promosi jabatan karena faktor orang dalam.Â
Sikap sinis dan ejekan itu lebih pada sikap hilangnya rasa respek untuk kita. Pada titik ini, keberhasilan kita tak begitu bernilai di mata orang lain gegara jalan yang diambil karena bergantung pada peran orang dalam.Â
Lantas, bagaimana mengatasi fenomena orang dalam?
Jalan paling pertama dan utama adalah pengawasan ketat dalam proses seleksi. Pengawasan ketat itu mesti menjadi sistem kerja yang kuat dalam sebuah institusi.
Tentu saja, faktor pemimpin yang berintegritas sangatlah diperlukan. Integritas diri itu muncul ketika seorang pemimpin bekerja demi institusi dan bukannya demi kepentingan pribadi atau pun golongan.
Pengawasan ketat juga melibatkan transparansi dalam melakukan seleksi. Tiap orang mempunyai akses untuk melihat dan mengevaluasi setiap proses seleksi.
Transparansi hadir ketika setiap peserta yang mendaftar untuk bekerja atau pun mendaftar di sekolah bisa dipantau secara merata. Tak ada yang mendapat tempat spesial.
Juga, institusi perlu menekankan kerahasiaan dalam proses seleksi. Hanya petugas tertentu yang berwenang, berintegritas, dan bertanggung jawab dalam mengecek proses seleksi.
Tentu saja, mereka yang bertugas ini sungguh-sungguh terbebaskan dari praktik nepotisme dan menekankan profesionalitas dalam bekerja.
Menghapus fenomena orang dalam bukanlah perkara gampang. Hal itu membutuhkan komitmen bersama, terlebih khusus komitmen sebagai institusi.