Kekalahan Manchester United (1-2) dari Brighton (6/8/22) dalam laga perdana premier league di Old Trafford seolah menggores luka lama. Kesannya, performa MU di bawah kendali pelatih baru Erik Ten Hag tak begitu jauh berbeda dari musim lalu.
Lini belakang rapuh, walau L. Martinez yang jadi pembelian Ten Hag musim panas ini, diduetkan dengan H. Maguire. Lini tengah kehilangan visi untuk membangun serangan. Dan, lini depan juga tampil tak begitu menggigit.Â
Ten Hag pun seperti melewati jalan yang cukup terjal sebagai pelatih MU. Tak heran, kekalahan MU itu ikut menyoroti keputusan dan taktik asal Belanda ini.Â
Makanya, tak sedikit yang membandingkan Ten Hag dengan rekan senegaranya, Louis van Gal yang juga gagal menang di laga perdana sebagai pelatih MU. Kecemasannya apabila Ten Hag juga hanya mengulangi jalan yang ditempuh Van Gal. Â
Ternyata, performa positif MU di beberapa laga uji coba selama pramusim di Thailand dan Australia tak terulang di Liga Inggris. MU kembali pada wajah lamahnya, yang mana terlihat kurang bermotivasi, tanpa strategi yang teratur, dan tak bermain agresif.Â
Duo gelandang tengah MU, Fred dan S. McTominay menjadi sasaran kritik. Kedua gelandang ini tak bisa menguasai lini tengah, malahan cenderung kalah cepat dari para pemain depan Brighton saat melakukan serangan balik.Â
Pada titik ini, target kuat Ten Hag pada Frenkie de Jong bukanlah isapan jempol. Pemain Barcelona ini dipandang oleh Ten Hag sebagai sosok yang tepat untuk menjadi diregen di lini tengah MU.Â
De Jong bisa ditempatkan sebagai gelandang jangkar yang menghubungkan bek dan pemain depan, juga mengatur ritme permainan tim.Â
Hal ini terlihat agak muncul saat Erikssen di tarik mundur ke area tengah permainan MU. Dan, Fred pun digantikan oleh Cristiano Ronaldo. Akan tetapi, hal itu seolah terlambat untuk mengubah keadaan.Â
Upaya MU mendapatkan De Jong masih sulit. Malahan, De Jong semakin santer dikabarkan merapat ke Chelsea. Apabila De Jong mendarat ke Chelsea, hal ini menjadi pukulan telak untuk MU.
Tampaknya, Ten Hag sangat membutuhkan sosok gelandang sebagai bagian dari skema permainannya. Ketika negosiasi dengan De Jong sulit tercapai, kabarnya Ten Hag mulai menjajaki kemungkinan lain.
Adalah Adrien Rabiot, gelandang yang sementara berseragam Juventus, menjadi target MU. Kabarnya, MU dan Veronique agen Rabiot, yang nota bene mama kandung dari Rabinot sendiri sementara melakukan melakukan perundingan tentang gaji yang mau diperoleh Rabiot di MU.
Rabiot yang bergabung dengan Juventus dari PSG di tahun 2019 akan mengakhiri kontraknya di musim depan. Pastinya, Juve tak mau membiarkan Rabiot begitu saja pergi. Untuk itu, si Nyonya Tua pun mau memperoleh keuntungan dari penjualannya. Â
Pemain timnas Perancis ini dipandang sebagai sosok yang bisa memberikan persaingan untuk S. McTominay dan Fred. Atau juga, menjadi pilihan dari ketidakcapaian dalam mendapatkan De Jong. Â
Selain Rabiot, MU juga sempat menargetkan pemain Bologna Marko Arnautovic. penyerang berusia 33 tahun ini dinilai bisa menguatkan lini serang MU.Â
Akan tetapi, sebagaimana dikutip dari halaman sosial media Fabrizio Romano (2/8), proses negosiasi dengan Arnautovic tak dilanjutkan. Aranautovic sendiri mau pindah ke MU, namun negosiasi itu tak disepakai sepenuhnya dari pihak interen MU.Â
Mencermati langkah MU, sepertinya MU seolah terjangkit sindrom panic buying. Situasi ini terjadi gegara MU tak mendapatkan pemain yang ditargetkan atau juga karena shock dengan performa perdana MU di laga perdana.Â
Baik Rabiot maupun Aranautovic sebelumnya tak masuk dalam radar MU. Kedua pemain ini tiba-tiba muncul ke permukaan setelah MU mengalami kekalahan yang menyakitkan di laga perdana di Liga Inggris di Old Trafford.Â
Langkah MU ini sangat beresiko untuk MU. Alih-alih ingin memperbaiki situasi dan mendapatkan solusi, malahan langkah ini memberikan beban tambahan karena (para) pemain itu tak dievaluasi dengan seksama sebelum direkrut.Â
Memang, mereka direkrut karena faktor kebutuhan tim. Akan tetapi, kualitas yang mereka miliki belum tentu menjawabi kebutuhan tersebut.Â
Rabiot yang pernah dijuluki sebagai "Gerrrad of PSG" mempunyai rekam jejak yang tak meyakinkan. Memang, Rabiot dipandang sebagai gelandang pekerja keras, dan mempunyai teknik di atas rata-rata.Â
Tiga musim di Juve, Rabiot memiliki jam terbang bermain yang cukup regular. Berkat itu, Rabiot pun mendapat panggilan ke timnas Perancis.Â
Akan tetapi, salah satu kesan yang mencuat tentang  Rabiot, terlebih sewaktu di PSG, adalah dia masih gagal mengeluarkan kemampuan terbaiknya ketika diturunkan, kadang tak mengikuti instruksi pelatih, dan kerap komplain ke rekan setimnya serta masalah tak disiplin waktu.Â
Situasi ini bisa menjadi tantangan baru, tepatnya batu sandungan, untuk MU apabila Ten Hag gagal mengolah Rabiot dengan baik.Â
Untuk itu, proses pembelian pemain MU ketika kompetesi Liga Inggris sudah dimulai dan tanpa pertimbangan yang kuat bisa menjadi batu sandungan yang bisa membuat MU terjun bebas dalam kemerosotan.Â
Salam Bola
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI