Pada laga Trophee des Champions atau Piala Super Perancis yang berlangsung di stadion Bloomfield, Tel Aviv, Israel (1/8/22), Lionel Messi dinobatkan sebagai pemain terbaik. Titel individual ini diberikan berkat kontribusi Messi yang membantu timnya, Paris Saint-Germain (PSG) mengalahkan Nantes dan sekaligus meraih trofi pertama mereka musim ini.
Messi berhasil mencatatkan 1 gol dalam laga ini. Selain itu, Messi ikut memberi andil dari dua gol lainnya. Juga, pergerakan dan umpan akurat sepanjang laga kerap merumitkan barisan belakang Nantes.
Tentu saja, performa Messi ini memberikan aura positif untuk PSG. Messi yang diharapkan terlihat mulai kembali. Â Betapa tidak, musim lalu Messi tampil di bawah standar terbaik. Catatan golnya menurun drastis.
Apabila di klub sebelumnya, Barcelona, Messi terbiasa mencetak lebih dari 20 gol dalam satu musim, pada musim pertamanya di Liga Perancis Messi terlihat melempem. Musim lalu, Messi hanya mencetak 6 gol di League I Perancis.
Catatan ini terlihat tak begitu bagus untuk Messi. Hal yang sama juga terjadi di Liga Champions. Dari 7 laga yang dimainkan oleh pemain berjuluk La Pulga (si kutu) ini, dia hanya mencatatkan 5 gol, dan tak sekalipun menorehkan assist.
Sontak saja, performa Messi itu menuai sindiran dan kritikan, bahkan kritikan itu muncul dari suporter PSG sendiri.
Puncaknya, ketika PSG gagal tembus babak 16 besar Liga Champions musim lalu, di mana PSG disingkirkan dengan sangat menyakitkan oleh Real Madrid.
Messi diejek oleh suporternya PSG. Dia juga dikritik oleh pelbagai pihak di luar lapangan.
Situasi ini merupakan konsekuensi dari harapan yang terlalu besar disematkan untuk pemain yang sudah meraih 6 trofi Ballon d'Or dalam masa karirnya sebagai pesepak bola.
Ketika Messi tiba di Paris, Messi disambut begitu meriah. Â Suporter PSG seolah berasa jika mantan pemain yang menghabiskan lebih dari 20 tahun di Barca ini adalah jawaban atas harapan PSG untuk juara di Liga Champions.
Harapan itu berakhir hampa. Messi terlihat gagap di tim barunya. Ternyata, tak begitu gampang beradaptasi dengan situasi baru.
Barca adalah tempat nyaman untuk Messi. Dia diaggungkan dan dipuja bak raja kecil di Barca.
Pemain timnas Argentina ini bahkan jarang mendapatkan kritikan apabila Barca mengalami kekalahan. Malahan, pemain lain yang kerap dikambinghitamkan.
Menjadi hal sangat membebankan untuk Messi ketika kepergiannya dari Barca bukan semata-mata kemauannya sendiri, tetapi karena situasi krisis keuangan di Barca.Â
Messi sudah berkorban dengan mengurangi gajinya agar bisa tetap bertahan di Barca. Namun, upayanya itu tak cukup dan relasinya dengan Barca pupus di menit-menit akhir sebelum penandatanganan kontrak.
Akhir kisah, Messi seolah dipaksa angkat kaki dari Barca. Tangisan Messi di ajang perpisahan bisa menandakan kesedihan dan juga kondisi hati atas pengalaman yang tak mengenakan.
Pastinya, ada beban dan sekaligus luka batin karena kenyataan yang harus diterima tanpa didugai sebelumnya. Akibat lanjutnya, performa Messi di lapangan hijau pun bisa ikut terpengaruh.
Semusim Messi melalui masa-masa sulit di PSG. Pada beberapa laga terakhir di Liga Perancis musim lalu, Messi, Neymar, dan Kylian Mbappe bermain apik dan kompak.
Situasi ini menunjukkan bahwa trio ini mulai menemukan satu ritme untuk bekerja bersama. Ini secara tak langsung membahasakan situasi batin Messi yang terlihat mulai at home di PSG.
Buktinya semakin jelas terlihat lewat performa Messi dalam laga kontra Nantes di Piala Super Perancis. Gol yang dibuat oleh Messi ke gawang Nantes merupakan tipikal gol yang selalu dibuat Messi bersama Barca. Tenang melewati pemain belakang, mengecoh kiper, dan kemudian menjeblos bola ke gawang Nantes.
Performa seperti itu sangatlah dinantikan oleh suporter PSG. Juga, itu menjadi langkah awal Messi untuk membungkam kritik dan membangkitkan pujian di PSG untuknya pada musim ini.
Secara umum, musim kompetesi 2022/23 bisa menjadi titik balik Messi pada level terbaik. Pemain yang sudah meraih 2 trofi bersama PSG ini bisa membuktikan performa terbaiknya, sebagaimana yang pernah ditampilkannya di Barca dan yang diharapkan suporter PSG.
Pengalaman semusim pastinya sudah membentuk Messi. Beban batin karena dipaksa pergi dari Barca pasti surut bersamaan dengan bergulirnya waktu di PSG.
Lalu, Messi juga sudah terbiasa dengan iklim yang berbeda. Gap karena perbedaan bahasa atau pun iklim klub yang cukup berbeda dengan Barca pastinya tak lagi menjadi tantangan yang mendasar.
Selain Messi memiliki Neymar sebagai sahabatnya, mau tidak mau Messi juga harus bersahabat dengan Kylian Mbappe yang mendapat tempat pertama di hati suporter PSG. Dengan kata lain, Messi harus menyesuaikan dengan sistem dan iklim kompetesi di Perancis.
Hal itu bisa terlihat dalam laga Nantes. Alih-alih mengambil penalti atau pun menjadi penendang bebas, Messi membiarkan tugas itu dijalankan oleh Neymar.
Artinya, kendati peran Messi berkurang tetapi pengaruhnya tak surut. Malahan, Messi bisa tampil lebih efektif, di mana menjadi pemain yang memberikan peluang bagi rekan-rekan setim untuk mencetak gol dan mengatur ritme permainan tim.
Messi berpeluang bangkit dari keterpurukan pada musim depan. Tanda-tandanya mulai terlihat dalam laga kontra Nantes, di mana Messi tampil penuh dinamik, menjadi salah satu kreator serangan PSG, dan tampil tenang dalam melakukan penetrasi di daerah pertahanan lawan.
Kebangkitan Messi berkaitan dengann kesuksesannya melewati masa-masa sulit di musim pertama. Masa-masa sulit itu tak hanya dipengaruhi oleh iklim klub baru, tetapi juga situasi batin karena meninggalkan klub yang sudah menjadi rumahnya.
Semusim menjadi waktu yang cukup melelahkan untuk Messi bisa move on dari pelbagai kenyataan sulit. Musim 2022/23 ini menjadi babak baru untuk Messi membuktikan diri sebagai salah satu pemain yang bisa dikenang di klub yang berjuluk Les Perisiens ini.
Salam Bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H