Hari Minggu ini (24/7/22), pemimpin umat agama Katolik seluruh dunia, Paus Fransiskus menetapkan sebagai hari untuk kakek dan nenek dan untuk para lansia umumnya. Ini merupakan perayaan kedua kalinya bagi gereja untuk merayakan hari penuh bermakna ini.
Sebagaimana yang ditetapkan di Indonesia, untuk konteks Filipina juga, seseorang disebut lansia ketika sudah masuk usia 60 tahun. Di Filipina, ketika seseorang berusia 60 tahun, dia pun mendapat status baru, senior citizen.
Selain status baru, dia juga mendapat kemudahan berupa persentasi dari sisi pembyarang ketika menggunakan fasilitas publik dan mengunjungi restauran.
Tema perayaan hari lansia tahun ini diambil dari Kitab Mazmur 92: 15 yang menyatakan "Pada masa tua pun mereka masih berbuah."
Dalam pesannya, Paus Fransiskus mengedepankan bahwa menjadi tua bukanlah menjadi orang buangan, tetapi itu merupakan berkat dari Tuhan.
Lebih jauh, menjadi lansia merupakan tanda-tanda hidup atas kemurahan dan kebaikan Tuhan untuk kita umat-Nya.
Selain itu, Paus Fransiskus juga menekankan bahwa menjadi lansia bukanlah akhir dari perjalanan hidup.Â
Artinya, pada usia apa pun, termasuk di kala lansia, kita tak boleh berhenti melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk diri sendiri, sesama, dan relasi kita dengan Sang Kuasa.
Merenungkan surat Paus Fransikus pada umat Katolik di hari untuk para lansia hari ini, salah satu refleksi singkat mencuat. Tak boleh ragu dan takut untuk menjadi lansia.
Dengan ini, kita tak boleh menyembunyikan gambaran diri dan status kita sebagai lansia. Sangatlah penting untuk menerima diri kita sebagaimana adanya.
Apa pun yang terjadi di dalam diri kita seturut pertambahan usia, terlebih khusus ketika kita masuk usia lanjut, kita perlu membuka diri dan menerima kenyataan itu dengan tangan terbuka.
Penerimaan diri merupakan ungkapan syukur kita atas anugerah hidup yang kita miliki. Dalam bahasa Paus Fransiskus, berada usia lanjut merupakan momen mengalami kemurahan Tuhan pada hidup yang terjadi. Â
Tak menerima diri dalam kondisi diri sebagai lanjut usia bisa menjadi batu sandungan terbesar untuk hidup kita. Misalnya, gegara melihat kulit wajah yang mulai keriput dan rambut yang keputihan, kita berupaya mencari cara untuk mengencangkan kulit kita dan menghitamkan rambut kita.
Persoalannya, ketika hal itu tak menyelesaikan persoalan kita secara permanen, tetapi menimbulkan masalah lain.
Tetangga rumah saya hampir kehilangan nyawanya gegera nekat operasi plastik. Berada di usia wala 50-an, tanda-tanda ketuaan sudah mulai nampak dari wajahnya.
Karena mau menghilangkan tanda-tanda ketuaan, tanpa berkonsultasi dengan ahli yang kompeten, ibu ini pergi ke ke klinik untuk melakukan operasi plastik. Â
Tak disangka kondisi fisiknya yang menderita sakit tertentu tak kuat untuk menopang tuntutan dari operasi plastik.
Bukannya mendapat keuntungan dari apa yang dilakukannya, dia malah menderita sakit yang hampir menghilangkan nyawanya. Harus dirumahsakitkan untuk sekian bulan.
Contoh seperti ini adalah salah satu contoh tidak menerima kondisi diri yang terus bertumbuh seturut usia. Juga, ini menunjukkan kecemasan yang cukup mendalam untuk menghadapi usia lanjut.
Seharusnya, kita mau menerima dan mengakui kenyataan diri . Kita tak boleh cemas dan takut untuk menjadi lansia. Menjadi lansia adalah berkat yang harus kita terima dan alami, dan bukannya beban yang harus dipinggul.
Apabila kita menyadari bahwa berusia lanjut merupakan rahmat Sang Khalik, kita pun melihat itu sebagai sesuatu yang berharga yang harus kita syukuri. Sembari berterima kasih atas anugerah usia itu, kita juga berupaya mencari cara untuk mengisi waktu-waktu di usia lanjut.Â
Selain itu, kita yang nota bene berada pada usia muda, juga diminta untuk memperhatikan kakek dan nenek dan para lansia yang berada di sekitar kita. Tak boleh memandang sinis atas keberadaan mereka atau juga menolak keberadaan mereka di tengah kita.
Perlakuan kepada para lansia merupakan bentuk kasih sayang kita, dan juga cara kita mengajari pada generasi muda tentang memperhatikan kaum lansia.
Menjadi lansia merupakan realitas yang mesti dihadapi dan diterima dengan tangan terbuka. Oleh karena itu, kita tak boleh cemas dan takut untuk menjadi lansia, sekaligus kita pun perlu mempunyai hati yang melayani pada setiap orang yang sudah lanjut usia.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H