Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Jalan Terbalik Barcelona dan Cara Instan Xavi Hernandez

16 Juli 2022   12:49 Diperbarui: 19 Juli 2022   14:30 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Barcelona. Foto: Lluis Gene via Kompas.com

Akademi sepak bola La Masia menjadi lumbung tim senior Barcelona dan juga menjadi incaran pencari bakat klub-klub Eropa. 

Barangkali puncak kejayaan La Masia ketika trio Lionel Messi, Xavi Hernandez, dan Andres Iniesta masuk tiga besar pemain terbaik versi Ballon d'Or tahun 2010.

Keberhasilan ketiganya mengangkat derajat La Masia sebagai sebuah akademi sepak bola. Ditambah lagi, beberapa pemain yang diorbitkan dari La Masia ke tim inti senior atau pun bermain di klub lain seperti Sergio Busquests, Gerard Pique, Charles Puyol, Cesh Fabregas, Thiago Alcantara dan beberapa pemain didikan lainnya tampil gemilang.

Pola permainan Tika-taka yang dibangun di Barca pun menjadi buah bibir sekaligus referensi banyak pihak. Banyak tim yang menghadapi Barca lebih memilih bermain bertahan daripada bermain terbuka.

Akan tetapi, masa kejayaan Barca itu perlahan menurun seturut dengan persaingan tim-tim Eropa, penemuan solusi tim-tim Eropa dalam menghadapi Barca, dan tuntutan pola permainan setiap tim. 

Akademi La Masia tetap menyuplai pemain untuk Barca, namun kualitasnya tak sebanding di era awal karir Lionel Messi dan Andres Iniesta berkarir di Barca.

Yang cenderung terjadi saat ini adalah membuat perbandingan. Setiap kali ada pemain didikan akademi yang dipromosi, ramai-ramai pendukung Barca mulai membuat perbandingan dengan pemain generasi sebelumnya. 

Bahkan Barca juga cenderung mencari pemain yang identik dengan gaya Andre Iniesta dan Xavi Hernandez. Situasi bukannya memberikan keuntungan untuk tim, tetapi menciptakan kelemahan dalam membangun tim. 

Alhasil performa Barca tak stabil sampai saat ini. Pelaih muda yang merupakan didikan akademi La Masia,  Xavi Hernandez juga kesulitan untuk memberikan jalan keluar. Para pemain didikan akademi perlu berjuang dengan eksodus para pemain dari luar akademi.  

Barcelona. Foto: Lluis Gene via Kompas.com
Barcelona. Foto: Lluis Gene via Kompas.com

Terlihat Xavi mencoba jalan baru. Cara yang agak instan untuk mendapatkan kesuksesan. Hal itu terlihat dari langkahnya dalam merekrut pemain baru. 

Ketika Barca merekrut Dani Alves, Pierre Aubameyang, dan Adama Troere di bulan Januari tahun ini bisa menunjukkan upaya Xavi agar Barca bisa keluar dari keterpurukan. Kendati gagal menyaingi Real Madrid di puncak klasemen, Barca berhasil duduk di peringkat ke-2 akhir klasemen musim 2021/22.

Gaya Xavi agak berbeda. Nama yang masuk ke skuad Barca juga tak begitu selaras dengan DNA Barca yang bermain bola dari kaki ke kaki. 

Xavi terlihat mau membangun lini depan yang cenderung bermain direct  dan tak terlalu mengontrol bola di pertahanan lawan. 

Cara ini makin menyata ketika Barca sudah berhasil mendapatkan Raphinha dari Leeds United dan masih berupaya untuk mendatangkan Roberto Lewandowski dari Bayern Munchen. 

Kemungkinan besar Rapinha akan bersaing dengan Ansu Fati di sisi kiri permainan Barca. Musim lalu, Fati yang merupakan didikan La Masia sering menepi karena faktor cedera. 

Lewandowski bisa bersaing dengan Aubameyang atau pun Ferran Torres sebagai striker di lini depan.  

Lalu, O. Dembele kabarnya sepakat untuk tetap bertahan di Barca. Dembele juga mempunyai karakter yang persis sama dengan Rapinha, di mana kedua pemain cenderung bermain langsung dalam melakukan serangan. 

Prospek lini depan Barca pada musim depan cukup menjanjikan. Xavi mempunyai pemain pelapis yang seimbang. 

Dengan ini juga, Barca akan mengedepankan permainan menyerang dan langsung. Barangkali Xavi hanya memoles lini tengah agar kontrol bola tak terlalu hilang.  

Konsekuensinya, Barca akan berjalan jauh dengan identitas yang terbangun di akademi klub. Pemain akademi akan sulit berkembang di tim senior karena langkah klub yang mengedepankan pemain dari klub-klub lain. 

Belum lagi, Barca lebih memilih pemain senior seperti Lewandowski (34 tahun) yang sebentar lagi akan menghadapi masa-masa akhir dari karirnya. 

Lebih jauh, gaya permainan mulai berbeda. Bukan tak mungkin, Barca juga membangun tim yang sungguh-sungguh menekankan aspek kekuatan fisik dalam meladeni permainan keras lawan daripada permainana Tika-taka.

Pada titik ini, gaya permainan pun Barca baik itu di akademi klub pun harus beradaptasi. Bisa jadi, sentuhan permainan Tika-taka mengabur dan Barca lebih mengedepankan hasil di lapangan hijau. 

Hal ini tentu berseberangan dengan ide klub sendiri. Pola permainan di Barca sudah terbangun sejak masa akademi. Pemain yang datang dari klub lain pun harus selaras dengan identitas klub dan bahkan berupaya untuk beradaptasi dengan gaya permainan tim yang sudah lama terbangun.  

Upaya tim senior yang mulai merekrut pemain yang berkarakter berbeda menjadi langkah berbeda dari Barca. Ini juga bisa menjadi cara instan Xavi Hernandez dalam meraih prestasi bersama Barca pada musim depan. 

Salam Bola 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun