Kekalahan Paris Saint Germain (PSG) 1-3 dari Real Madrid (10/3/22) menunjukkan lemahnya kewaspadaan PSG. PSG terlihat merasa diri nyaman ketika Mbappe mencetak gol pertama di babak pertama.
Intensitas permainan PSG berada di bawah level performa Real Madrid. Pasukan Real Madrid terus bermain dengan penuh intens, mencari celah kesalahan pemain PSG yang cenderung bermain dari kaki ke kaki, dan akhir cerita 3 gol pun bersarang di babak kedua.
Klub kaya asal Paris yang menjadi finalis di dua tahun lalu ini harus angkat kaki lebih awal dari Liga Champions. Kekalahan ini sepertinya menjadi tambahan kekecewaan bagi PSG yang sudah menginvestasikan banyak uang untuk membangun tim demi persaingan di Liga Champions.
Pada titik lain, kekuatan uang bukanlah satu-satunya jaminan sukses di Liga Champions. Mentalitas dan tradisi tim tetap menentukan.
Hal ini terbukti lewat performa Real Madrid. Madrid sudah makan garam di Liga Champions.Â
Sebagai pemegang gelar terbanyak trofi Liga Champions, Real Madrid mengajarkan kepada PSG bahwa prestasi harus diraih dengan mentalitas tim dan bukannya lewat silau kumpulan para pemain bintang.
Real Madrid tampil sebagai tim yang bermentalkan pemenang dan bertradisikan kuat di Liga Champions. PSG yang mengandalkan trio Mbappe, Messi, dan Neymar harus tunduk pada ambisi, kerja keras, dan semangat para pemain Real Madrid.
Kendati PSG unggul di babak pertama, performa Real Madrid tak melemah. Malahan Madrid tampil ngotot.Â
Dukungan suporter di rumah sendiri menjadi suntikan tambahan yang meningkatkan performa Real Madrid.
Ancelotti berhasil membangun organisasi tim dengan arah yang cukup jelas. Lini belakang dan para gelandang Real Madrid tampil apik dalam menghalau dan mengantisipasi umpan-umpan para pemain PSG.