Berapa jam Anda menghabiskan waktu di media sosial selama satu hari? Pastinya, kita mempunyai jawaban yang berbeda-beda.
Saya sendiri menghabiskan banyak waktu di medsos saat tidak ada kesibukan, menghadapi kebosonan, atau mengisi kekosongan saat menunggu sesuatu atau orang di suatu tempat. Bisa 3-4 jam sehari berselancar di media sosial.
Media sosial serupa dunia baru bagi sebagian besar dari hidup kita. Banyak hal yang kita jumpai di medsos. Tak sedikit yang mengatakan bahwa kalau mau mengetahui keberadaan seseorang, apa yang dipunyai, atau di mana/ke mana dia pergi, kita hanya tinggal mengecek status di medsos orang tersebut.
Medsos juga sudah menjadi dunia kaum muda. Boleh jadi, sebagian besar dari kaum muda saat ini memiliki medsos dan sekaligus aktif terlibat di medsos. Tak heran, banyak kaum muda yang terjebak pada aktivitas yang cukup sibuk di medsos.
Pelbagai aktivitas yang bisa dilakukan oleh kaum muda di medsos. Ada yang hanya bermedsos ria guna membangun pertemanan dan jaringan. Namun, ada pula yang memanfaatkan medsos sebagai tempat untuk membangun usaha/karir dan belajar tentang dunia usaha.
Tak masalah apabila kita memiliki dan menggunakan medsos. Menjadi tantangan ketika tidak adanya keseimbangan antara pemanfaatan medsos dengan memaknai kehidupan di dunia nyata.
Seorang teman, bukan kaum muda tetapi seorang ibu berusia 40 tahun, memutuskan untuk meninggalkan beberapa platform medsosnya. Dia cukup sibuk menggunakan medsos karena dia menjadi salah satu admin beberapa grup rohani.
Agar grup rohaninya tetap eksis, dia selalu memposting pelbagai tulisan rohani. Namun, kebiasannya ini seolah membuatnya terperangkap oleh hiruk pikuk medsos.
Maksudnya, setiap kali tulisan rohani diposting, dia selalu mau tahu berapa orang yang sudah "like" dan "share". Belum lagi, dia harus bereaksi pada setiap komentar dari postingannya. Tanpa disadari, hal ini menjadi kebiasaa dan membuatnya begitu sibuk.
Persoalannya, ketika kebiasannya itu membuatnya lupa dengan dunia nyata. Beberapa kali sewaktu duduk bersama suaminya atau anggota keluarganya, dia lebih sibuk dengan phone daripada meladeni pembicaraan dengan suaminya. Belum lagi, kecemasan yang tak jelas ketika tak menyentuh phone untuk sekian waktu. Â
Karena situasi seperti ini, dia memilih untuk berhenti untuk menggunakan media sosial. Awalnya tidak gampang. Namun, Â perlahan dia biasa menguasai diri dan kemudian mengontrol diri dari ketergantungannya menggunakan medsos.
Situasi teman ini barangkali juga terjadi pada kaum muda. Agar medsos tak menjadi satu-satunya dunia hidup dan sumber kesibukan kaum muda, saya kira beberapa hal berikut bisa menjadi tuntutan bagi kaum muda untuk menyadari eksistensi dunia nyata.
Pertama, Kedisiplinan diri dalam berselancar di medsos
Membangun kedisiplinan diri dalam bermedsos itu sangatlah penting. Kedisiplinan diri itu meliputi manajemen waktu dalam menggunakan dan memanfaatkan medsos.
Sangatlah penting kita mempunyai waktu tersendiri dalam bermedsos. Salah satu cara adalah kita perlu menonaktifkan phone kita dari koneksi dengan internet untuk waktu-waktu tertentu. Atau juga, kita sudah mengalokasikan berapa jam sehari dan kapan kita menyentuh phone untuk bermedsos.
Pola laku seperti ini membutuhkan latihan dan kedisiplinan diri. Kita disiplin untuk memanfaatkan phone untuk waktu yang sudah ditetapkan. Dan, kita juga tahu kapan melepaskan phone dari kesibukan kita.
Misalnya, kita berselancar medsos saat kita sudah menyelesaikan pekerjaan kita. Juga, kita tak bermedsos saat kita berada bersama dengan teman atau pun anggota keluarga.
Prinsipnya, latihan kedisiplinan diri awalanya sulit. Namun, kalau hal ini dilakukan secara konsisten, lama-lama kita terbiasa dan itu menjadi bagian dari rutinitas harian kita. Â Â
Kedua, Upayakan untuk tak selalu membawa phone
Barangkali salah satu barang yang sulit kita lupakan adalah phone. Sangat jarang seseorang melupakan phone saat bepergian. Umumnya, seseorang lupa alat charger atau power bank. Namun, phone itu sendiri selalu melekat di dalam diri.
Hal ini menunjukkan keterikatan diri pada phone. Tanpa phone, situasi terlihat menjadi kering.
Kalau dipikir-pikir jauh sebelum phone eksis dan menjadi barang yang gampang didapatkan, orang sudah terbiasa pergi tanpa phone.
Saya termasuk salah satu remaja yang hidup tanpa memegang phone. Pertama kali saya memaki phone sewaktu di bangku kuliah tahun 2007. Itu pun bukan phone layar sentuh.
Kalau kita kembali pada situasi-situasi awal tanpa keberadaan phone, saya yakin kita bisa melepaskan phone saat kita berada bepergian atau pun berada di tempat lain. Juga, menjadi sangat mungkin kalau kita melepaskan phone saat kita berada dengan orang-orang sekitar seperti teman dan anggota keluarga.
Tujuannya agar kita bisa fokus berbicara dan berbagi kisah dengan orang-orang di depan mata. Dengan pola seperti ini, kita membangun kedekatan yang lebih intens daripada membangun kedekatan dengan orang-orang yang berada jauh di medsos. Â
Ketiga, Tanamkan pola pikir bahwa dunia nyata lebih berharga daripada dunia medsos
Kita perlu menanamkan pola pikir bahwa dunia nyata selalu lebih bernilai daripada dunia medsos. Makanya, kita perlu memaknai kehidupan dunia nyata daripada dunia medsos yang belum tentu benar.
Maka dari itu, saat berada dengan anggota keluarga dan teman, sedapat mungkin untuk menghindari diri dari penggunaan phone dan berselancar di medsos secara berlebihan. Kalau boleh, phone disingkirkan. Lalu, mulai berbicara dan berbagi cerita.
Salah satu tantangan kaum muda adalah berbicara dari muka ke muka tanpa memegang phone di tangan.
Secara pribadi, saya sangat jarang melihat situasi ini. Umumnya, saat kaum muda berkumpul, salah satu pandangan yang hadir adalah beberapa kaum muda atau bahkan semua sementara memegang phone. Bahkan ada yang berbicara sambil mata memperhatikan phone atau berselencar di medsos.
Jadi, secara fisik memang berada di tengah kelompok massa, namun hati dan pikiran bisa saja berada di tempat lain, termasuk berada di medsos. Padahal, dunia medsos tak luput dari kepalsuan dan bahkan mempengaruhi pola pikir.
Sementara berada langsung dan berbagi kisah dengan teman dan anggota keluarga malah bisa menambah wawasan dan pengalaman. Hal itu bahkan jauh lebih kaya daripada yang diperoleh lewat medsos.
Tantangan terbesar kaum muda adalah membangun keseimbangan antara dunia medsos dan dunia nyata. Ya, tak bisa disangkal bahwa mengontrol diri dalam penggunaan medsos membutuhkan kedisiplinan diri dan pola pikir tentang makna dari dunia nyata daripada dunia medsos.
Salam Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H