Klub kaya asal Liga Perancis, Paris Saint Germain (PSG) menjadi salah satu klub di Eropa yang dihuni banyak pemain bertalenta. Kedatangan para pemain seperti Lionel Messi, Donnarumma, Sergio Ramos, A. Hakimi hingga Wijnaldum makin melengkapi skuad PSG pada musim ini.
Namun, performa PSG berjalan tertatih-tatih. Tak semulus dengan kondisi skuad yang dimiliki.
Selain sudah mengalami kekalahan pertama di Liga Perancis saat bertemu Rennes, PSG juga dihadapkan situasi ruang ganti. Ternyata, tak gampang untuk mengatur ruang ganti yang didominasi oleh para pemain bertalenta.
Terlebih lagi, para pemain ini datang dari klub, di mana mereka pernah tampil dan berperan dominan dalam tim. Pelatih dan kapten tim mesti mempunyai kemampuan untuk mendamaikan situasi ini. Dan, hal itu tidak gampang.
Hal ini itu makin menyata dengan keluhan dari Wijnaldum. Kapten timnas Belanda ini mulai merasa tidak nyaman berada di PSG. Boleh dikatakan jika Wijnaldum sudah menunjukkan tanda-tanda penyesalan memilih PSG daripada Barcelona saat kontraknya habis dari Liverpool pada musim lalu.
Wijnaldum menjadi salah satu andalan penting dari Jurgen Klopp di Liverpool. Namun, Wijnaldum memilih untuk tak memperpanjang kontrak dan memilih untuk pergi.
Tujuan awalnya adalah Barcelona. Faktor Ronald Koeman sebagai mantan pelatih di timnas Belanda menjadi salah satu alasannya. Tak disangka PSG menelikung di depan mata Barca.
Gaji yang ditawarkan PSG jauh lebih besar daripada yang diterima di Barca. Dengan ini, tempat utama di skuad bukanlah jaminan satu-satunya apabila tak dibarengi dengan pendapatan yang masuk kantong. Jadilah Wijnaldum ke PSG dan menjadi salah satu rekrutan anyar PSG di musim 2021/22.
Namun, pilihan Wijnaldum mulai berbuah kekecewaan dan penyesalan. Jam bermain di PSG begitu minim. Bahkan tempat di tim utama tak menjadi jaminan. Ternyata, gaji bukanlah sumber kepuasan, tetapi jam bermain bersama tim inti.
Apabila Wijnaldum memilih pindah ke Barca, boleh jadi tempatnya di tim inti menjadi pasti. Faktor Ronald Koeman menjadi alasannya. Hal itu juga terbukti saat Koeman memercayakan Memphis Depay atau pun pemain pinjaman dari Sevilla, Luuk de Jong di lini depan Barca.
Kekecewaan Wijnaldum bisa menjadi alarm kecil untuk PSG. Bersyukur jika hanya Wijnaldum yang merasakan hal demikian. Menjadi persoalan jika perasaan yang sama juga ada di beberapa pemain lainnya.
Misalnya, situasi Donnarumma. Mantan pemain AC Milan ini sempat dibangkucadangkan untuk beberapa laga. Alih-alih ingin mendapat tempat di tim utama, Donnarumma masih kalah tempat dengan Keylor Navas di bawah mistar gawang PSG.
Sejauh ini, Pochettino sudah memberikan tempat kepada Donnarumma. Termasuk saat PSG tunduk 0-2 dari Rennes.
Persoalan lain yang meliputi Donnarumma saat diejek oleh fans di San Siro saat dia membela timnas Italia di ajang UEFA Nations League. Kemungkinan besar ejekan ini berasal dari fans AC Milan yang kecewa dengan keputusan Donnarumma hengkang dengan tak memperpanjang kontraknya bersama AC Milan.
Padahal, Donnarumma dinilai sebagai salah satu andalan AC Milan dalam mengembalikan kejayaan klub di Serie A Liga Italia. Namun, Donnarumma memilih jalan berbeda. Masalah gaji juga menjadi alasan di balik keputusan Donnarumma untuk pergi ke klub berbeda.
Ejekan kerap menjadi suntikan negatif bagi para pemain. Itu bisa membahasakan penolakan dan juga hilangnya rasa hormat. Jika seorang pemain tak mempunyai mental yang kuat, dia bisa saja menolak untuk bermain untuk tim. Atau juga, pemain bisa saja tampil di bawah standar penampilan terbaik.
Kesan dan pengalaman Donnarumma dari tugas internasional ini bisa berdampak pada mentalitas pemain ketika kembali ke PSG. Apalagi dia berhadapan dengan persaingan ketat di bawah mistar gawang. Bukan tak mungkin, hal ini bisa ikut mempengaruhi performa Donnarumma bersama PSG.
Ya, mentalitas yang kuat sangat dibutuhkan oleh seorang pemain berhadapan dengan pelbagai kemungkinan dari dalam dan luar lapangan. Tanpa mentalitas yang kuat, pemain bisa saja menghadapi situasi batas, seperti rasa frustrasi hingga membuat keputusan untuk berhenti bermain.
Barangkali soal mental menjadi salah satu sebab dari Neymar Jr. yang mengeluarkan penyataan yang cukup mengejutkan. Menurutnya, karirnya sebagai pesepakbola profesional di timnas Brasil bisa berakhir setelah Piala Dunia 2022 mendatang.
Salah satu alasan di balik pernyataannya itu adalah situasi batin Neymar berhadapan dengan pelbagai komentar dari luar lapangan. Tak gampang berhadapan pelbagai komentar miring, sementara itu Neymar sudah memberikan yang terbaik untuk timnas.
Bagaimana pun, pastinya ada rasa kekecewaan. Kekecewaan ini bisa menimbulkan beban batin atau melahirkan luka batin. Pilihan akhirnya adalah segera mengakhiri tugas di timnas agar bisa terhindar dari suara-suara miring dari luar lapangan hijau.
Beban batin Neymar ini belum terasa di PSG. Sejauh ini, Neymar masih menjadi andalan tetap Maurico Pochettino di lini depan. Namun, Neymar belum mengeluarkan performa terbaik semenjak sabahatnya, Lionel Messi bergabung ke PSG.
Performa Neymar ini bisa juga membahasakan situasi batin pemain. Biasanya kalau seseorang bermain tanpa beban batin, dia cenderung bermain bebas dan lepas. Apabila sebaliknya, penampilan bersama tim juga terpengaruh.
PSG bisa memikul beban berat apabila tak segera menenangkan situasi batin para pemainnya. Situasi batin para pemain menjadi salah kunci penampilan tim. Kalau batin pemain bahagia dan senang, permainan tim pun ikut terpengaruh.
Salam Bola
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H