Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kekalahan Prancis Sebabkan Keributan antara Anggota Keluarga Pemain, Tandanya Apa?

2 Juli 2021   14:15 Diperbarui: 2 Juli 2021   14:33 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Juara Piala Dunia 2018, Prancis gugur di babak 18 besar Euro 2020. Suporter Prancis pasti kecewa bercampur tak percaya dengan kekalahan itu.

Betapa tidak, Prancis datang ke Euro 2020 berstatuskan favorit kuat untuk menjuarai turnamen. Rekam jejak Prancis di Piala Dunia 2018 menjadi salah satu tolok ukur, di mana Prancis bisa mengawinkan Piala Dunia 2018 dengan Piala Eropa 2020.

Namun, status favorit itu hanyalah di atas kertas. Prancis kandas di tangan Swiss lewat drama adu penalti.

Banyak pihak memprediksi bahwa Prancis bisa mengatasi Swiss. Akan tetapi, Prancis malah kandas di tangan Swiss.

Sudah unggul 3-1 mendekati menit-menit akhir masa penuh 90 menit laga, Prancis tidak bisa mengatasi serangan Swiss. 2 gol memaksa Prancis bermain di tambahan waktu.

Tidak seperti Spanyol yang mencari gol di tambahan waktu saat kontra Kroasia, Prancis menentukan nasibnya di adu penalti. Adu penalti kerap berhubungan dengan factor mental yang dicampur dengan keberuntungan.

Swiss menunjukkan mental tak gentar pada kekuatan Prancis sepanjang 90 menit waktu normal. Begitu pula pada perpanjangan waktu.

Adu penalti berpihak kepada Swiss. Kylian Mbappe yang menjadi algojo terakhir dari Prancis gagal mengeksekusi penalti.

Swiss bersorak, Prancis sedih dan kecewa. Kylian Mbappe yang gagal mengeksekusi penalti pun menjadi sasaran tembak banyak pihak. Ternyata, mengeksekusi penalti tidak sekadar nama besar, tetapi soal mental seorang pemain.  

Bukan hanya dari supporter. Akan tetapi, kritik juga keluar dari anggota keluarga para pemain. Saling serang di antara keluarga pemain menjadi jejak yang tertinggal dari duka yang menimpa tim Ayam Jantan, julukan Prancis.

Siapa pun pasti kecewa dengan cara Prancis tersingkir. Di luar dugaan, bukan saja karena prediksi, tetapi berdasarkan jalannya pertandingan.

Prancis sudah unggul 3-1. Skor itu terlihat bertahan hingga akhir dari laga. Namun, Swiss tolak tunduk dengan Prancis yang mungkin merasa sudah berada di atas awan.

Akhh, sungguh menyesakkan dengan cara Prancis tersingkir di tangan Swiss. Pantas saja, kritik pedas melayang ke Paul Pogba dan kawan-kawan.

Keributan di antara keluarga para pemain menunjukkan bahwa kekalahan itu sungguh menyakitkan hati. Alih-alih ingin melihat anggota keluarga mereka bisa mengangkat trofi, malah timnya kandas di luar dugaan.

Melansir berita dari Nes24 (30/6/21), dalam sebuah video ibunda dari Adrien Rabiot berdebat dengan keluarga dari Pogba dan Mbappe karena kekalahan yang dialami oleh Prancis.

Tak hanya anggota keluarga yang ribut. Laporan juga menunjukkan bahwa para pemain berdebat selepas kegagalan di Euro 2020.

Adalah dua bek Raphael Varane yang mempersoalkan tugas Benjamin Pavard di lini pertahanan Prancis. Sebaliknya, Pavard lebih mempersalahkan Pogba yang tidak terlalu membantu tugas dalam bertahan (mirror.co.uk 30/6/21)

Keributan itu menandakan situasi yang tak sedap di dalam tim. Juga, itu bisa menunjukkan situasi terdalam di ruang ganti. Para pemain tidak bersatu dalam menerima kekalahan.

Kegagalan salah satu pemain tidak dipandang sebagai kegagalan bersama sebagai tim. Malahan, siapa yang menjadi penyebab kegagalan, dia itu yang dijadikan sasaran tembak.

Kegagalan Prancis kontra Swiss seolah membuka selubung dari situasi yang terjadi di ruang ganti. Kekompakan para pemain tidak terlalu kuat.

Para pemain hanya kompak saat tim menang dan meraih sukses. Namun, saat gagal, kekompakan itu runtuh. Yang terjadi adalah saling mencari kambing hitam yang menjadi biang dari kegagalan.

Kekalahan sangat sulit ditolak. Status favorit tidak serta merta menjauhkan sebuah tim dari kekalahan dalam sebuah turnamen.

Yang terpenting adalah mentalitas saat menghadapi kegagalan. Para pemain tetap satu perahu, kendati penyebab kekalahan adalah salah satu pemain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun