Setelah ditelusuri, ternyata minat bacanya itu tertular dari ayahnya. Ayahnya seorang guru SD di sebuah kampung.
Kendati mengajar di kampung, ayahnya termasuk guru yang pandai. Semuanya ini berkat bahan bacaan yang pernah dilahap.
Konon kalau bapaknya pergi ke kota, dia akan mengambil koran bekas dari keluarganya di kota. Lalu, koran-koran itu akan dibaca kembali ketika sudah tiba di kampung.
Minat baca ini pun menular ke teman kami. Bukan hanya buku tertentu yang dibacanya, tetapi setiap buku yang dijadikan bahan bacaan untuk dinikmati.
Lingkungan keluarga sangat berperan penting untuk membangun minat membaca anak. Saya sendiri bukan berasal dari orangtua yang mempunyai minat membaca. Orangtua saya suka membaca surat kabar. Itu pun bukan rutinitas harian.
Situasi ini pun merambat kepada kami. Secara umum kami empat bersaudara tidak mempunyai minat membaca yang kuat.
Minat baca saya berkembang ketika masuk ke sekolah berasrama. Situasi dan tuntutan dari sekolah berasrama ikut membentuk kebiasaan saya untuk membaca banyak buku.
Ketika orangtua tidak peduli pada minat baca anak, dampaknya pada anak sendiri. Apalagi orangtua hanya peduli pada hasil pendidikan di sekolah tanpa melihat lebih jauh apakah seorang anak mempunyai fondasi pengetahuan yang kuat lewat membaca atau pun menulis.
Padahal, tingkat pendidikan di sekolah tidak bisa membahasakan secara total kemampuan seorang anak. Boleh jadi, anak yang lebih banyak membaca tanpa pendidikan yang memadai lebih berpengetahuan daripada seorang anak yang menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu.
Perhatian orangtua pada minat baca anak sangatlah penting. Perhatian itu seyogianya mulai dari diri orangtua. Orangtua yang semestinya memberikan contoh.
Boleh dikatakan, orang yang mempunyai minat membaca akan sangat gampang untuk mempengaruhi anak-anaknya untuk mengikuti jejak yang sama.Â
Saya kira ada banyak contoh yang sudah terjadi seperti ini. Anak-anak mempunyai minat membaca yang tinggi karena orangtua adalah pembaca yang baik.