Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Memaafkan, Cara Membebaskan Diri dari Beban Batin

13 Mei 2021   19:45 Diperbarui: 13 Mei 2021   19:51 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf lahir dan batin!" 

Inilah ungkapan salam yang menggema di antara kita sepanjang hari Raya Idul Fitri, hari ini.  

Ungkapan ini sekiranya bukan slogan dan pernyataan semata. Akan tetapi, itu seyogianya merupakan bahasa iman kita kepada Allah.  

Dalam arti, ungkapan maaf itu terlahir dari dalam hati dan menandakan kemenangan diri. Kita memaafkan karena kita bebas dari luka batin. Kita memenangkan diri kita dengan melupakan segala hal yang telah membebankan hati dan pikiran kita.

Maka dari itu, mengungkapkan maaf bukanlah hal yang gampang. Memenangkan diri bukanlah langkah yang muda.

Kita membutuhkan keberanian untuk mengungkapkan maaf yang otentik. Juga, kita membutuhkan waktu untuk melupakan segala hal yang telah menyebabkan kita terluka. Apalagi kalau luka batin yang sangat sensitif.  

Banyak kali saya berjumpa dengan orang yang sulit menyatakan maaf. Atau, mereka memaafkan, tetapi itu hanya ungkapan bibir. Salah satu sebabnya adalah luka batin yang sangat mendalam.

Paman saya sampai saat ini sangat sulit menerima maaf dari orang-orang yang berasal dari orang-orang kampung tetangganya. Sebabnya karena perang tanding yang memperebutkan tanah di tahun 90-an. Sebagian besar tanahnya dijarah.

Setelah perang tanding, pemerintah coba mendamaikan kedua belah kampung. Proses damai terjadi. Akan tetapi, sampai sekarang paman saya sulit memaafkan orang-orang dari kampung tetangganya.

Ini artinya masih ada luka batin yang berdiam di dalam dirinya. Barangkali dalam proses damai tidak menyentuh sama sekali luka batinnya.

Di balik pengalaman paman ini, satu hal yang pasti bahwa memaafkan merupakan sebuah proses panjang. Barangkali untuk hal-hal sederhana, kita gampang memaafkan. Semudah kita berkata-kata.

Namun, ketika persoalan besar dan sensitif yang menyentuh aspek terdalam dari diri kita, kita akan sulit untuk menyampaikan permohonan maaf kita. Biasanya ada luka batin yang bermuara pada rasa marah, kecewa, dan dendam.

Kendati memaafkan adalah hal yang sulit, namun hal itu bukanlah mustahil. Kita bisa memaafkan. Karenanya, kita perlu tahu bagaimana kita memaafkan.

Memaafkan Membutuhkan Keterbukaan Hati. 

Keterbukaan hati untuk menyatakan bahwa kita terluka. Kita harus berani untuk menyampaikan bahwa kita terluka karena apa yang terjadi. Kita mengeluarkan luka-luka batin dengan menceritakannya kepada orang-orang yang sudah profesional dalam mengolah luka batin.

Menyembunyikan persoalan dan sakit hati hanya menambah beban. Jadinya, saat kita menyampaikan permohonan maaf, tetapi hati kita belum bebas.

Maka dari itu, kita perlu menyampaikan luka di dalam diri. Tak heran, banyak anjuran mengatakan bahwa lebih baik menceritakan luka-luka batin kita.

Tujuannya, agar yang mendengarkan bisa memberi solusi dan sekaligus kita bisa merasa lega karena kita berupaya mengeluarkannya dari dalam diri dan ada pula yang mau mendengarkan beban batin kita.

Keterbukaan hati merupakan cara untuk memaafkan. Kita membuka hati untuk menyatakan luka-luka di dalam diri agar kita menjadi lega. Ketika kita membuka hati, kita pun memberi peluang untuk menyampaikan maaf kepada orang-orang yang telah melukai hati kita.

Pada titik ini, ungkapan maaf seolah menjadi titik puncak. Kita memaafkan karena kita mau melupakan apa yang terjadi, menyembuhkan luka batin, dan terbuka untuk memulai relasi yang baru. Untuk mencapai titik ini, kita perlu membuka diri untuk mau disembuhkan.

Memaafkan merupakan bahasa iman. Dengan memaafkan, kita menunjukkan bahwa Allah yang kita imani sungguh hidup di tengah kita. Juga, dengan memaafkan kita menunjukkan bahwa kita mau menjadi pribadi yang bebas dan menang dengan kelemahan di dalam diri kita.

Selamat Idul Fitr

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun