Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

3 Hal Negatif yang Perlu Dihindari dalam Hidup Bertetangga

3 Mei 2021   19:37 Diperbarui: 3 Mei 2021   19:38 1404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hidup bertetangga. Sumber foto: Daniel Frese via Pexels.com

Hidup bertetangga tidaklah gampang. Selalu ada tantangan yang sulit dihadapi dan kerap kali sulit dihindari.

Akan tetapi, kita juga bisa menghindari tantangan itu agar tidak menjurus pada konfilk dan relasi yang retak.

Paling tidak, tiga hal yang saya lihat perlu dijauhi dalam hidup bertetangga.

Pertama, Gosip

Sebagian besar dari kita tidak suka pada gosip. Namun, tidak sedikit dari kita yang nyaman untuk bergosip. Tidak suka digosipi, namun kadang merasa nyaman jika menggosipi orang lain.

Gosip terlahir karena tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang seseorang. Atau kurang data dan klarifikasi pada data yang ada.

Sebagaimana sebuah ungkapan di mana "lidah lebih tajam daripada pedang", begitu pula gosip. Gosip bisa melukai hati orang lain. Lebih tajam dari pisau. Apalagi kalau gosip itu sudah mengarah pada tuduhan. Tuduhan yang melukai dan merusak reputasi seseorang.  

Saya pernah membaca cerita tentang filsuf Yunani Kuno, Sokrates saat dia berjumpa dengan seorang kenalannya di pasar. Dalam pertemuan  itu, kenalan dari Sokrates itu mau menceritakan sesuatu yang penting tentang teman dari Sokrates.  

Sebelum kenalannya itu menceritakan tentang temannya itu, Sokrates mengajukan tiga pertanyaan. Tiga pertanyaan ini seperti filter yang menilai cerita yang mau disampaikan.

Hal paling pertama adalah soal kebenaran. Apakah yang menyampaikan itu merupakan seorang saksi mata? Kalau bukan saksi mata dan hanya dengar dari orang lain, kecenderungannya adalah cerita tidak benar.  

Hal kedua adalah kebaikan. Apakah yang disampaikan itu tentang hal-hal yang baik? Kalau menyangkut hal-hal buruk, maka hal itu tidak menarik hati untuk dibicarakan.

Ketiga, keuntungan. Apa manfaat atau untungnya menceritakan tentang temannya itu? Jika tidak untung atau sekadar buah bibir, maka hal itu tidak perlu dibicarakan.

Menarik, jika tiga pertanyaan yang dipakai Sokrates bisa menjadi landasan dari pembicaraan kita dalam kehidupan bersama. Kalau pembicaraan tidak benar, tidak baik dan tidak mempunyai keuntungan, kita sekiranya merem diri. Dengan ini pula, kita bisa mengontrol diri dari bergosip.

Oleh sebab itu, kita ditantang untuk berbicara tentang hal-hal yang benar, hal yang memberikan kebaikan untuk kehidupan bersama, dan memberikan manfaat.

Kedua, Keributan

Beberapa kali saya melihat postingan beberapa teman di media sosial. Mereka mengeluhkan tetangga mereka yang melakukan keributan.

Keributan itu berupa menghidupkan volume musik keras-keras atau membuat pesta tanpa kenal waktu. Misalnya, sudah larut malam dan waktu untuk beristirahat bagi tetangga, namun ada orang paksa diri untuk tetap memutar lagu keras-keras.  

Postingan yang termuat di medsos itu bisa membahasakan rasa kekecewaan. Kekecewaan itu bisa berujung pada rasa tidak suka.

Kalau ada tetangga yang mempunyai mental yang berani, dia bisa melakukan konfrontasi langsung. Bahayanya apabila konfrontasi langsung ini ditanggapi secara negatif. Bisa saja terjadi cekcok.

Hanya gara-gara suara keributan yang tidak perlu, ada cekcok di antara tetangga. Namun, kalau penyebab keributan itu rendah hati mengakui kesalahan dan membenarkan situasi, cekcok pun bisa saja tidak terjadi. Relasi juga menjadi aman.

Menjaga kenyamanan tetangga sangatlah penting. Kenyamanan itu tercipta jika kita tidak menciptakan keributan yang tidak perlu.

Prinsipnya, tahu waktu dan tahu situasi tetangga di sekitar kita. Dengan kata lain, kita juga perlu mengorbankan kenikmatan kita demi kenyamanan tetangga yang berada di sekitar kita.  

Ketiga, Mencuri

Kehidupan bertangga kadang tidak lepas dari aksi mencuri. Mencuri itu berupa-rupa. Termasuk mengambil barang orang tanpa meminta dan memberi tahu.

Pernah suatu kali tetangga kami mencuri di rumah kami. Tak terduga oleh tetangga itu, hari itu ibu kami pulang lebih awal dari tempat kerja. Ibu kami mendapatkan tetangga kami itu sementara di dalam kamar.

Tanpa banyak kata, tetangga itu berlari dan menghilang beberapa bulan dari kompleks kami. Keluarganya juga menjadi malu. Minta maaf dengan apa yang terjadi. Mereka pun menjadi tak nyaman berelasi dengan kami.

Mengambil barang tetangga tanpa sepengetahuan bisa menjadi sebab persoalan. Lebih baik terbuka untuk meminjam dan mengembalikan barang pinjaman dalam keadaan baik daripada mengambil tanpa sepengetahuan.

Persoalannya, ketika kedapatan. Efeknya begitu rumit dan panjang kalau tidak terselesaikan dengan baik.

Efek mencuri bukan saja membuat relasi menjadi retak, namun reputasi pun bisa hancur. Pelaku boleh saja satu orang, namun itu bisa merambat pada keluarga pelaku sendiri. Nama baik keluarga pelaku menjadi rusak di mata tetangga.

Membangun relasi yang baik antara tetangga tidaklah mustahil. Kita perlu tahu cara-cara yang bisa membangun keakraban dan menjauhi hal-hal yang merusak relasi di antara kita.

Salam

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun