Â
Kedua, Akui Kelebihan Tetangga dan Jauhi Dugaan Sesat
Relasi dengan tetangga harus selalu terbangun dalam kerangka pikiran yang positif. Pikiran yang positif selalu berujung pada tindakan positif.
Heran juga, kalau kita menjadi tetangga berpikiran negatif kepada orang di sekitar kita. Apalagi kalau pikiran negatif itu membuahkan tingkah laku negatif, yang merusak dan mencederai relasi satu lama lain.
Ada banyak pikiran negatif yang muncul dalam kehidupan bertetangga. Itu bisa iri hati. Itu bisa kecurigaan dan dugaan sesat.
Pikiran negatif kadang terbangun karena kita tidak mau menerima kelebihan tetangga kita. Setiap kelebihan mereka, entah itu berupa materi maupun kesuksesan tertentu dipandang dengan pikiran sinis. Bahkan dugaan sesat muncul yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Seyogianya, kita perlu mengapresiasi kelebihan tetangga kita. Bangun pikiran positif pada pencapaian yang dimiliki oleh tetangga kita. Juga, kita bisa saja belajar dari apa yang mereka capai.
Saya masih ingat nasihat ayah saya. Sewaktu kami masih di bangku SD.
Teman baik ayah kami yang sekaligus tetangga rumah kami mempunyai anak-anak yang terbilang sukses. Terutama sukses dalam dunia pendidikan. Nasihat ayah kami adalah agar bisa mengikuti anak-anak dari tetangga kami ini.
Bahkan tak jarang ayah kami bertanya kepada tetangga kami itu tentang pengalamannya mendidik anak-anaknya. Dari pengalaman itu, dia coba menerapkan hal yang sama di keluarga kami. Belajar dari pola pendidikan yang dibuat oleh tetangga bisa membangun relasi. Â
Ketiga, Terlibat Aktif dalam Kegiatan Bersama daripada Hanya Pandai Berkomentar