Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Dimiliki Pengusaha Kaya, Apa Motif Man City dan Chelsea Masuk European Super League?

22 April 2021   11:26 Diperbarui: 22 April 2021   11:37 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Awal pekan ini, dunia sepak bola disibukan dengan proyek European Super League (ESL). 12 klub yang dinilai sepakat dengan format ESL ini. Florentino Perez yang menjabat sebagai presiden Real Madrid pun didaulat sebagai pemimpin umum dari ESL.

Dari konfrensi pers Florentino Perez, salah satu motif mendasar dari adanya ESL adalah finasial. Dampak pandemi memukul banyak sektor, termasuk kompetesi sepak bola. Salah satu solusi dalam menyikapi kenyataan ini adalah lewat menciptakan ESL (Marca com 20/4/21).

Akan tetapi, proyek baru ini mendapat reaksi pelbagai pihak. UEFA memberikan ancaman serius. 12 klub yang terlibat dalam proyek ini bisa dibekukan dari setiap kompetesi, termasuk kompetesi domestik.

Tak hanya itu. Para pemain yang berada di dalam naungan ke-12 klub juga dilarang berpartisipasi di dalam Piala Eropa dan Piala Dunia.

Baca juga:  Ketika Suporter Tolak Keras Proyek Liga Super Eropa

Para suporter juga ikut bersuara. Hampir satu suara keluar dari mulut para suporter. Sepak bola bukan hanya menyangkut soal uang. Sepak bola itu berbicara banyak hal, seperti sejarah, suporter, dan masa depan dari sebuah klub sendiri.

Lantas, kalau ESL menyangkut uang, mengapa Manchester City dan Chelsea masuk ke dalam ESL?

Manchester City dan Chelsea adalah dua klub yang dipegang oleh pengusaha kaya. Man City dipegang oleh Sheikh Mansour, pengusaha dari Abu Dhabi, Timur Tengah. Sementara itu, Chelsea dipegang oleh pengusaha kaya asal Rusia, Roman Abramovich.

Kalau berbicara soal keuangan, kedua pengusaha ini barangkali tidak tertarik menjadikan sepak bola sebagai sumber pendapatan. Sepak bola bukanlah medan bagi mereka untuk mendapatkan uang. Malahan, merekalah yang telah menjadi penopang bagi klub yang mereka miliki.

Lihat saja Chelsea di awal musim ini. Di tengah banyak klub dihantam secara ekonomi karena pandemi korona, Chelsea seolah tak berdampak sama sekali. Terbukti, pembelian beberapa talenta muda yang berharga nan mahal.

Juga, Man City juga tetap membeli beberapa pemain dengan harga mahal, walaupun komposisi skuadnya sudah terbilang lengkap. Ian Herbert menulis di Daily Mail (21/4/21) bahwa ketika Abu Dhabi membeli Man City, motifnya lebih pada reputasi, memenangkan teman, dan mempengaruhi orang.  

Cukup mengherankan kalau klub seperti Chelsea dan Man City, yang nota bene sudah dipegang oleh pengusaha kaya masuk ESL karena motif uang semata.

Ini bisa berarti kalau Chelsea dan Man City masuk ESL bukan semata-mata faktor uang. Mereka sudah mempunyai sumber keuangan yang tak bisa dibandingkan dengan apa yang diperoleh di sepak bola.

Keterlibatan dua klub yang dipegan oleh pengusaha kaya ini bisa menyangkut soal popularitas dan branding klub. Bagaimana pun, popularitas harus dikedapankan.

Uang bukanlah hal utama. Yang paling penting adalah nama dan status mereka sebagai salah satu klub besar. Chelsea dan Man City sementara berada di jalur yang tepat untuk membangun nama dan popularitas di Liga Inggris. 

Baca Juga: Proyek European Super League Terpojok, Liga Inggris Makin Panas

Man City menjadi klub besar berkat jasa Sheikh Mansour. Investasi yang dilakukan pengusaha asal Timur Tengah ini tak diragukan lagi.

Investasi itu sudah berbuah fasilitas lengkap untuk Man City dan dibarengi dominasi di level domestik Liga Inggris pada beberapa tahun terakhir. Bahkan Man City berhasil menjadi kekuatan baru di beberapa musim terakhir.

Hal yang sama berlaku bagi Chelsea. Chelsa naik pamor di tengah dominasi MU di Liga Inggris. Semuanya ini berkat kehadiran dan investasi Roman Abramovic di Chelsea. Kekuatan uang yang dimiliki pengusaha asal Rusia ini seolah tidak tunduk pada situasi pandemi korona.

Karena ini, tak ayal Roman Abramovic dan Sheikh Mansour mendapat popularitas. Nama mereka dikenang di mata suporter karena jasa mereka yang membangun klub. Sebagai klub profesional, Chelsea dan Man City mendapat pengakuan di mata publik.

Barangkali niat dari kedua klub ini terlibat di ESL bukan karena faktor finansial . Terlibat di ESL ini bisa mengamini dan mengukuhkan tempat sebagai klub elit apabila menimbang keberadaan klub-klub lainnya di ESL.

Akan tetapi, proyek ini berbenturan dengan reaksi banyak pihak dan suporter pada umumnya. Proyek yang gagal.

Ke-6 klub liga Inggris memiih untuk keluar dari proyek ini dan lebih memilih untuk mengikuti aturan yang sudah digariskan sebelumnya. Chelsea dan Man City juga cepat-cepat menarik tempat di ESL.

Chelsea dan Man City mempunyai kekuatan uang. Tanpa ESL, kekuatan uang mereka seolah tidak tunduk pada situasi, seperti situasi pandemi saat ini. 

Maka dari itu, mencermati reaksi suporter dan ancaman dari badan sepak bola seperti UEFA, Chelsea dan Man City tidak ingin reputasi mereka hancur dan investasi besar mereka selama satu dekade terakhir ikut runtuh. Tarik diri dari kapal yang disebut ESL adalah pilihan tepat. Lebih baik siap-siap diri menghadapi semifinal Liga Champions daripada menyibukkan diri dengan ESL yang hampir karam.   

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun