Liverpool akan menjamu Real Madrid di Leg 2 Liga Champions (15/4/21). Pada leg 1, Madrid unggul 3-1 atas Liverpool. Keunggulan yang cukup memberikan suntikan moral bagi Madrid untuk melaju ke babak semifinal.
Memang, keunggulan ini belum menjadi harga mutlak kalau Madrid sudah otomatis bertemu Chelsea di semifinal. Bola bundar. Masih ada 90 menit yang bisa membuat Liverpool berbicara banyak.
Selain itu, dari sisi pengalaman, Liverpool mempunyai beberapa sejarah mengagumkan dalam mengembalikan keadaan di kompetesi Liga Champions. Pencinta sepak bola barangkali belum lupa bagaimana Liverpool menyamakan 3 gol dari AC Milan di partai Final Liga Champions pada tahun 2005. Liverpool akhirnya meraih trofi berkat drama adu penalti.
Yang terakhir adalah saat Liverpool menyingkirkan rival Real Madrid, Barcelona. Barca datang ke Anfield dengan keunggulan 3 gol. Di atas kertas, Messi dan kawan-kawan yang akan melaju ke babak final.
Namun, keangkeran Anfield memaksa Barca harus pulang dengan kekecewaan luar biasa. Pasukan Jurgen Klopp menyingkirkan Barca 4 gol tanpa balas dan menjadikan timnya yang lolos ke babak final hingga meraih trofi berkat kemenangan 1-0 atas Tottenham Hotspur.
Pada leg ke-2 musim ini (15/4/21), pasukan Zinedine Zidane datang dengan keunggulan 3 gol ke Anfield. Akan tetapi, Liverpool mempunyai 1 gol tandang dari Madrid di leg 1.
1 gol tandang yang dicetak Moh. Salah tidak boleh dipandang sebelah mata. Barangkali itu bisa menjadi titik balik Liverpool menyingkirkan El Real di Anfield. Liverpool berhasil lolos andaikata memenangkan laga dengan skor 2 gol tanpa kebobolan di kandang.
Akan tetapi, situasi Liverpool pada musim agak  rumit. Anfield masih tanpa suporter. Aura angkernya pun seolah ikut pergi bersama ketidakhadiran para supoerter. Bek Liverpool, Robertson pun mengamini hal itu.
Menurutnya, sangat sulit untuk mengembalikan keadaan kontra El Real, sebagaimana mereka melakukannya saat berhadapan dengan Barca di semifinal Liga Champions tahun 2019 (Marca. Com 14/4/21). Pasalnya, Anfield kehilangan pemain ke-12 yakni para suporter yang tak henti-hentinya berteriak memompa semangat Liverpool dan menganggu tim lawan.
Jadi, kendati bermain stadion sendiri, Liverpool sudah kehilangan daya tambahan dari suporter untuk mengembalikan keadaan. Tentu saja, ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Madrid. Tidak terlalu merasa asing karena tidak ada suporter yang mendukung Liverpool.
Selain itu, Liverpool masih belum berada di kondisi prima. Lini belakang masih pincang. Trio Sane, Salah, dan Firmino belum menemukan ritme sebagaimana tahun sebelumnya. Harapanya, Jota yang direkrut pada awal musim ini bisa membawa solusi di balik mentoknya trio depan Liverpool ini.Â
Makanya, penampilan Liverpool masih belum stabil. Beberapa kali Liverpool harus kandas di Anfield. Anfield sudah tidak lagi menjadi tempat yang menakutkan tim-tim lawan. Barangkali faktor ketiadaan suporter yang menyebabkan mental tim lawan naik dan para pemain Liverpool tidak menjadi bersemangat.
Ketidakstabilan Liverpool ini bisa menjadi poin yang bisa melanggengkan langkah El Real ke semifinal. Paling tidak, kondisi Liverpool yang belum prima dan keadaan Anfield bisa menjadikan pasukan El Real bermain dengan percaya diri.
Lebih jauh, Real Madrid dalam kondisi terbaik. Kendati ditinggal oleh sang kapten, Sergio Ramos karena cedera dan juga dinyatakan positif Covid-19, Hazard yang belum fit, dan Lucas yang ikut cedera di El Classico, Zidane terlihat berhasil mengisi kekosongan dengan pemain yang tersedia di skuad.
Taktik Zidane berjalan mulus dan cemerlang di beberapa pertandingan terakhir. Terbukti, kontra Barca yang sementara on fire pada El Classico pekan lalu (11/4/21), Zidane berhasil. El Real meruntukkan konsistensi Barca di La Liga Spanyol di tahun 2021 ini sekaligus menggeser Barca dari posisi ke-2 klasemen sementara Liga Spanyol. Â
Tak berlebihan kalau mengatakan bahwa Zidane pantas percaya diri untuk menantang Liverpool di Anfield. Situasi Liverpool yang belum kondusif dan Anfield yang tanpa suporter menjadi dukungan moral bagi Zidane untuk membawa timnya ke semifinal.
90 menit di leg ke-2 menjadi kesempatan terakhir bagi Liverpool untuk bertahan di Liga Champions. Tugasnya cukup berat di tengah situasi tim yang masih keropos. Makanya, Jurgen Klopp mesti memutar otak untuk menghadapi taktik Zidane yang kerap cemerlang saat berhadapan dengan laga-laga besar. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H